tirto.id - Dalam persabungan Asian Games 2018, para atlet kerap menggigit medali yang diraihnya. Biasanya kebiasaan ini mereka lakukan usai medali menerima pengalungan medali di atas podium maupun saat berpose di depan kamera.
Staf Departemen Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo, Paulus Januar menganggap mulut adalah salah satu bagian intim manusia. Pemahaman ini memakai pendekatan teori perilaku kesehatan gigi dan mulut yang berkembang sejak awal abad ke-20.
"Jaringan gigi dan mulut itu merupakan bagian yang secara kultural itu bagian yang intim,” kata Paulus kepada Tirto, Kamis (30/82018).
Tak sekadar intim, Paulus juga menganggap kebiasaan menggigit medali memberikan pesan bahwa para atlet sedang menghayati nilai nasionalisme yang tertanam dalam dirinya.
“Dia [atlet] mencoba melakukan internalisasi prestasi itu. Internalisasi adalah suatu yang dihayati oleh orang tersebut. Ada makna kebangsaan bahwa semata-semata untuk kejayaan bangsa dan negara,” ucapnya.
Lantas adakah dampak kesehatan menggigit medali bagi gigi dan mulut? Paulus menjelaskan berdasarkan aspek biomedik kedokteran gigi klinik, kebiasaan menggigit medali serupa dengan kebiasaan yang disebut dengan bad oral habit seperti menggigit bolpoin, pensil, maupun bibir.
Akan tetapi kebiasaan menggigit medali, itu tak tergolong dalam kategori bad oral habit. Kebiasan ini juga tak akan punya dampak buruk karena menggigit medali hanya berlangsung dalam hitungan detik.
"Rasanya, kebiasaan mengigit medali itu tidak menimbulkan akibat yang buruk pada jaringan gigi dan mulut," kata anggota Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) itu.
Bahkan menurut Paulus, emas maupun perak, dalam sejarah kedokteran kerap digunakan sebagai bahan penambal gigi berlubang. Daya tahannya pun lama.
"Emas dan perak tidak menimbulkan efek yang negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut atau kesehatan seluruh tubuh. Tidak menimbulkan efek negatif. Perunggu juga dirasa demikian tidak ada dampak negatif," ujar Paulus.
Dihubungi secara terpisah, Anggota PDGI Jakarta Selatan, Bobby Gunadi mengatakan emas, perak, maupun perunggu jika digigit sesaat tidak membentuk reaksi kimia apa pun di dalam mulut. Sekalipun untuk mulut orang sakit atau tidak normal.
"Kalau mulutnya pH normal enggak ada reaksi apa pun. Kecuali ludahnya orang sakit, punya asam lambungnya tinggi, tapi gigi dan mulut enggak akan bereaksi kalau cuma sebentar karena tubuh bisa menetralisir,” kata Bobby kepada Tirto.
Menurut Bobby, dampak bagi gigi dan mulut baru muncul ketika zat asam dikonsumsi dengan intensitas yang konsisten. Misalnya kopi yang memiliki zat asam tinggi dikonsumsi sehari tiga kali. Dampak buruk berupa berubahnya warna gigi dan gigi berlubang baru muncul tiga sampai empat bulan setelahnya.
Contoh lainnya, kata Bobby, ketika rutin meminum soft drink yang memiliki sifat keasaman tinggi. Jika tak dibarengi dengan minum air putih, dampak buruk bagi gigi baru muncul setelah beberapa bulan setelahnya.
Hal serupa juga diungkapkan ahli metalurgi dari Institut Teknik Bandung, Zulfiadi Zulhan. Potensi buruk bagi kesehatan, baru muncul ketika zat asam dikonsumsi orang yang sedang sakit atau daya tahan tubuhnya rendah.
“PH asam 3-2 dapat melarutkan logam-logam jenis perunggu. Harus hati-hati," ujar Zulfiadi kepada Tirto. Akan tetapi, emas, perak, maupun perunggu, menurutnya tak memiliki zat asam.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dieqy Hasbi Widhana