Menuju konten utama

Ada 12.000 WNI yang Pulang-Pergi ke Marawi

Marawi adalah markas Jamaah Tabligh di Filipina. Di Indonesia, jumlah JT mencapai puluhan ribu. Kelompok ini memiliki ritual berdakwah ke luar daerah atau luar negeri. Karena itu, jangan heran jika BIN mencatat ada 12 ribu WNI yang pernah hilir mudik di Marawi

Ada 12.000 WNI yang Pulang-Pergi ke Marawi
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tergabung dalam jamaah tablig bersiap dievakuasi dengan pengawalan Angkatan Bersenjata Filipina dari Marawi City, Provinsi Lanao del Sur di Pulau Mindanao, Filipina, Kamis (1/6). ANTARA FOTO/Al Jazeera/Adi Guno/WSJ

tirto.id - Sehari setelah ISIS menguasai kota Marawi, Filipina Selatan pada 23 Mei lalu, berhembus kabar yang menyebutkan 16 orang WNI terlibat dalam pertempuran di sana. Nama-nama dan nomor paspornya pun beredar. Pemerintah membenarkan informasi itu. Namun, keterlibatan mereka bukan untuk angkat senjata bersama ISIS, melainkan berdakwah di Filipina.

Diketahui 16 orang ini merupakan anggota Jama'ah Tabligh (JT), kehadiran mereka di Filipina murni untuk melakukan khuruj. Di kalangan JT, Khuruj diartikan sebagai berdakwah keluar daerah atau luar negeri, dengan kurun waktu 3 hari, 40 hari atau 4 bulan.

Sabtu malam (3/6), seluruh rombongan Khuruj ini berhasil dipulangkan dan tiba di Bandara Soekarno Hatta. Menggunakam pesawat Singapore Airlines dengan nomor penerbangan SQ 968, mereka sampai di Bandara Soekarno Hatta pukul 22.450 WIB. Dari 16 orang tersebut, satu orang bernama Yusuf Baharudin masih berada di KJRI Filipina bersama anak dan istrinya.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Dalam Negeri, Lalu M. Iqbal, mengatakan 15 orang yang telah sampai di Jakarta tak akan diperiksa oleh kepolisan karena status mereka di Filipina tidak memiliki kaitan dengan kelompok Maute dan terlibat dalam pemberontakam di Marawi.

"Kita sudah mendapat informasi bahwa tidak ada indikasi intensi tidak baik oleh mereka untuk pergi ke Filipina Selatan. Dari informasi yang kami dapatkan dari aparat hukum di Filipina dan Indonesia tidak ada informasi yang mencurigakan dari keberadaan mereka," ungkapnya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (3/6/2017).

Senada dengan Iqbal, Konjen KJRI Navao, Berlian Napitupulu mengatakan bahwa rombongan ini bersih dari infilitrasi ISIS. "Kami sudah investigasi dari kami sendiri. Saya sendiri sudah menelepon langsung masjid di Filipina bahwa mereka clean. Saya bicara dengan Pengurus Masjid Abu Bakar. Saya juga bicara dengan pemimpin islam dan pihak pemerintah. Mereka clear di sana," ungkapnya.

Berlian menjelaskan, mereka terbagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 10 orang yang berasal dari Bandung, dan kelompok kedua terdiri dari enam orang yang berasal dari Makasar. Keenambelas orang tersebut dievakuasi dari dua tempat yakni kota Merantao dan Sultan Naga Bimaporo. Evakuasi dilakukan selama tiga hari dari tanggal 29 sampi tanggal 1 Juni 2017.

"Kita evakuasi dari kota Marantao yang 20 kilometer dari konflik. Kita evakuasi juga di Sultan Naga Bimaporo sekitar 130 kilometer dari Marawi," ujarnya. "Kelompok dari Bandung dievakuasi di Masjid Innudara, Marantao. Yang satu lagi di Masjid Kodim dan Nur itu ada di Sultan Naga," imbuhnya.

Marawi adalah ibukota provinisi Lanao del Sur. Provinsi ini diketahui adalah basis kelompok pemberontak MILF. Pascaperjanjian damai 2008 silam, Lanao del Sur diberi status oleh Manila sebagai daerah otonomi muslim khusus. Hampir 90 persen penduduk di Provinsi Lanao del Sur beragama islam. Nuansa islami memang terasa di kota ini terbukti dengan kehadiran ratusan pesantren dan ribuan masjid.

Marawi dikenal sebagai markas terbesar JT di Filipina. Aktivitas JT terpusat di masjid Abu Bakar Siddiq yang terletak di pusat kota. Para anggota JT yang berasal dari luar negeri dan hendak berdakwah di Filipina biasanya dikumpulkan terlebih dahulu di Marawi. Baru setelah itu mereka disebar ke seantero negeri.

Ali Fauzi, mantan terpidana kasus terorisme yang juga merupakan adik kandung Amrozi dan Ali Imron menuturkan kepada Tirto, Marawi memang lekat dengan Jamaah Tabligh. Kata dia, orang berpakaian gamis lazim terlihat lalu-lalang disana. "Saya paham betul, sejak 1994 di sana, Marawi itu markas Jamaah Tabligh,"

Kata Ali, secara ideologi JT amatlah berbeda dengan ISIS. Tujuan mereka hanya mengajak orang datang ke masjid dan perbaikan kualitas diri secara individu. Mereka selalu menjauhi urusan urusan politik dan khilafiyah dalam memandang fiqh.

Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Purwanto menjelaskan data dari BIN menemukan bahwa ada sekitar 12 ribu WNI yang sudah pernah hilir mudik di Marawi. "Di Indonesia sendiri yang udah di sana kan ada 12 ribu. Tapi ini kan enggak bisa semuanya dikategorikan ikut ISIS. Ada juga yang cuma berdakwah disana," jelasnya.

Wawan menjelaskan, rute menuju Marawi bisa ditempuh lewat legal maupun ilegal. Mereka yang hendak masuk lewat ilegal biasanya menempuh dengan menggunakan jalur laut. “Kalau yang gelap biasanya lewat perairan. Tapi sekarang kan sudah siaga penuh ini, jadi mereka enggak bisa lewat sana. Kalau dulu kan pakai ketinting, dan pakai pelita, begitu ada patroli dia matiin lampu. Tapi sekarang sulit. Karena sekarang kan tiga negara patroli bareng,” kata Wawan usai diskusi Membedah Revisi UU Anti Terorisme di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu.

Baca juga artikel terkait PERTEMPURAN DI MARAWI atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan