tirto.id -
Langkah itu dilakukan demi mempercepat penyaluran vaksin COVID-19 ke negara-negara miskin.
Tujuh vaksin COVID-19 yang akan menerima EUA dari WHO tahun ini masing-masing dibuat oleh:
1. AstraZeneca Plc,
2. Serum Institute of India,
3. SK Bioscience,
4. Moderna,
5. Johnson & Johnson,
6. Sinovac Biotech, dan
7. Sinopharm.
Di tengah persaingan mengamankan persediaan vaksin, izin penggunaan darurat jadi salah satu cara mengonfirmasi keampuhan dan keamanan vaksin, serta untuk meningkatkan produksi. Akan tetapi, banyak negara miskin bergantung pada rekomendasi WHO karena mereka memiliki kapasitas evaluasi vaksin yang terbatas.
Oleh karena itu, WHO "mempercepat" pemberian izin pakai darurat, demikian isi laporan internal COVAX yang diperlihatkan ke Reuters.
Menurut isi dokumen itu, WHO berencana mengeluarkan izin pakai darurat untuk vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca dan Serum Institute of India (SII) pada Januari atau Februari 2021.
Sementara itu, vaksin yang diproduksi di Korea Selatan oleh SK Bioscience akan menerima izin pakai darurat paling cepat pada minggu kedua Februari 2021.
Badan pengawas obat-obatan biasanya memberi izin terhadap vaksin yang dibuat di beberapa tempat berbeda.
Direktur Utama SII Adar Poonawalla minggu lalu mengatakan ia berharap izin EUA WHO akan keluar dalam "satu sampai dua minggu ke depan".
AstraZeneca belum menanggapi isi laporan tersebut, sementara SK tidak mengetahui jadwal pemberian EUA WHO.
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca bersama Oxford University telah mendapatkan izin pakai darurat di Inggris. Namun, vaksin itu belum mendapatkan UAE dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.
COVAX telah meneken kontrak pembelian vaksin dengan AstraZeneca dan SII untuk kurang lebih 400 juta dosis vaksin, serta beberapa ratus juta dosis lainnya. Walaupun demikian, jadwal distribusi vaksin ke negara-negara anggota masih belum jelas.
Sementara itu, WHO telah memberikan izin pakai darurat untuk vaksin COVID-19 buatan Pfizer bersama perusahaan farmasi Jerman, BioNTech, pada akhir Desember 2020.
Beberapa pejabat di WHO mengatakan mereka masih berusaha menyepakati isi kontrak pembelian vaksin dengan Pfizer, yang telah menjual ratusan juta dosis vaksinnya ke beberapa negara maju.
COVAX awalnya tidak memasukkan vaksin buatan Pfizer/BioNTech ke dalam daftar pembeliannya. Pfizer belum menanggapi pertanyaan mengenai negosiasi kontrak pembelian dengan COVAX.
Kalender yang diterbitkan WHO dalam dokumen internal itu juga menunjukkan vaksin COVID-19 buatan Moderna kemungkinan akan mendapatkan izin pakai darurat dari badan kesehatan dunia pada akhir Februari 2021.
Moderna mengembangkan vaksin COVID-19 memakai teknologi mRna sebagaimana yang juga dilakukan oleh Pfizer.
Vaksin COVID-19 buatan Moderna sejauh ini telah mendapatkan EUA dari beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun, Moderna belum menanggapi pertanyaan terkait EUA dari WHO.
Vaksin COVID-19 buatan Johnson & Johnson (J&J) kemungkinan akan mendapatkan izin pakai darurat dari WHO pada Mei atau Juni 2021. J&J telah meneken perjanjian tidak mengikat dengan COVAX terkait pengadaan 500 juta dosis vaksin untuk waktu yang belum dapat dtentukan.
J&J belum mengumumkan hasil uji klinis vaksin buatannya, tetapi Uni Eropa berharap perusahaan akan mengajukan permintaan EUA pada awal Februari 2021. Juru bicara J&J belum menjawab pertanyaan terkait pemberian izin tersebut.
WHO juga berencana mengeluarkan izin pakai darurat untuk dua vaksin COVID-19 buatan Grup Farmasi Nasional China (Sinopharm) dan Sinovac Biotech.
Sinopharm dan Sinovac telah mengajukan permintaan izin pakai darurat kepada WHO dan saat ini badan kesehatan dunia masih mengevaluasi temuan sementara dari hasil uji klinis vaksin.
WHO mengatakan keputusan akhir kemungkinan akan diumumkan paling cepat pada Maret 2021 untuk dua vaksin tersebut.
Dua vaksin itu tidak masuk dalam daftar pembelian vaksin COVAX. Izin pakai darurat yang diterbitkan WHO juga tidak dapat jadi jaminan keduanya akan masuk dalam daftar pembelian COVAX.
Namun, COVAX dapat memfasilitasi distribusi dua vaksin itu ke negara-negara miskin yang membeli vaksin tersebut secara langsung.
Sinopharm telah mengajukan izin pakai darurat untuk dua vaksin COVID-19, tetapi EUA yang terbit Maret nanti kemungkinan hanya diberikan ke vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh anak perusahaannya, Beijing Institute of Biological Products Co., Ltd (BIBP).
Vaksin yang dikembangkan BIBP/Sinopharm saat ini telah digunakan oleh Pemerintah China untuk program vaksinasi massal.
Sementara itu, Sinovac belum mengumumkan hasil uji klinis III, tetapi vaksinnya telah mendapatkan izin pakai darurat dari sejumlah negara, antara lain Brazil, Indonesia, dan Turki. Sinopharm dan Sinovac belum menanggapi pertanyaan terkait pengajuan EUA ke WHO.
Dalam jadwal WHO itu, vaksin buatan Gamaleya Institute Rusia, Sputnik V, belum masuk daftar, meskipun pengembangnya telah menyerahkan dokumen terkait uji klinis III vaksin. Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), lembaga yang mendanai pengembangan dan produksi Sputnik V, belum menanggapi pertanyaan terkait isi dokumen WHO itu.
Editor: Agung DH