Menuju konten utama

61 Tahun Iwan Fals: Perjalanan Panjang Manusia Setengah Dewa

Iwan Fals ternyata lebih tertarik memotret kondisi sosial masyarakat ketimbang kondisi politik.

61 Tahun Iwan Fals: Perjalanan Panjang Manusia Setengah Dewa
musisi legendaris iwan fals menyanyikan lagu dalam konser pelangi: nila di panggung kita, leuwinanggung, depok, jawa barat, sabtu (22/11) malam. dalam rangkaian konser pelangi itu iwan fals menyanyikan sejumlah lagu bertemakan lingkungan dengan musisi pemerhati lingkungan nugie dan aktris pemerhati fenomena sosial sacha stevenson. antara foto/indrianto eko suwarso/asf/spt/14.

tirto.id - Iwan Fals adalah musikus yang ditempa kerasnya jalanan. Dalam "Musik dan Suara Hati Iwan Fals" (Tempo, 2019) dijelaskan bahwa sebelum lagu-lagu Iwan berhasil menembus studio rekaman, ia telah terbiasa mengamen di berbagai tempat di Bandung pada tahun 1976. Dari sana ia mendapatkan tambahan nama ‘Fals’ oleh kawan-kawannya yang semula dimaksudkan sebagai ejekan sumbang kepada Iwan, tetapi justru “si sumbang” senang menggunakannya.

Iwan memang kerap menyuarakan isu sosial politik yang sedang terjadi di Indonesia, khususnya sebelum era reformasi. Lagu-lagu seperti “Wakil Rakyat”, “Tikus-Tikus Kantor”, hingga “Manusia Setengah Dewa” adalah lagu-lagu yang memang ia ciptakan untuk mengkritik pemerintahan. Selain isu politik, Iwan juga kerap menyanyikan lagu-lagu bertemakan sosial hingga lingkungan, seperti “Pohon Untuk Kehidupan”, “Senandung Istri Bromocorah”, hingga “Siang Seberang Istana”.

Lirik lagu Iwan dianggap jadi suara masyarakat tentang keadaan sosial ekonomi yang tidak adil. Meskipun sudah 40 tahun berkarya di blantika musik Indonesia, liriknya masih dianggap relevan dengan kondisi di Tanah Air hingga saat ini. Tidak heran jika jumlah penggemarnya dalam wadah OI ditaksir mencapai jutaan orang dan tersebar di seantero Indonesia.

Meskipun diklaim sebagai penyambung lidah rakyat, belum diketahui sebenarnya faktor apa yang paling banyak mempengaruhi seorang Iwan dalam menciptakan sebuah karya. Berangkat dari fakta ini, kami mencoba menganalisis apa yang menjadi pendorong utama bagi Iwan dalam menciptakan lirik-lirik masyhurnya. Kami membedah lirik lagu yang dihasilkan oleh Iwan Fals dalam rentang waktu 1980 hingga 2013. Selama periode itu, ia telah menghasilkan 309 lagu, baik yang ia ciptakan sendiri ataupun berkolaborasi dengan musisi lainnya.

Dari total lagu itu, ternyata sebaran tema terkait kondisi sosial menjadi fokus terbesar bagi Iwan Fals. Sementara tema cinta menduduki peringkat terbanyak kedua, dan tema politik, tidak spesifik disinggung secara khusus.

Dari total lagu yang telah ia ciptakan, sebaran tema lagu yang tercipta sangatlah unik. Kendati terkenal vokal untuk turut menyuarakan isu politik, Iwan ternyata lebih tertarik memotret kondisi sosial masyarakat ketimbang kondisi politik yang saat itu sedang terjadi. Akan tetapi, tidak ada satu album yang khusus hanya membicarakan satu tema sampai pada saat ini.

Hal tersebut kemudian dikonfirmasi oleh Adib Hidayat, pengamat musik sekaligus mantan Pemimpin Redaksi Majalah Rolling Stone Indonesia.

“Sebenarnya dari awal sampai sekarang, tetep imbang, sih. Dia tidak memfokuskan satu album yang khusus ngomongin cinta saja, selalu ada muatan politik, walaupun satu dua tiga lagu,” ucap Adib.

Dalam beberapa dekade Iwan berkarya, lagu bertema sosial politik memang tersebar pada album-albumnya. Puncaknya, pada periode 1980-1990 sebagai masa terproduktif Iwan Fals, ia banyak merilis lagu yang menggambarkan kondisi sosial di Indonesia, seperti lagu “Galang Rambu Anarki”, “Celoteh Camar Tolol dan Cemar”, hingga “Barang Antik”.

Gambaran lebih lengkap mengenai bagaimana Iwan menuangkan pandangannya terhadap kondisi sosial dalam beberapa periode dapat disimak melalui visualisasi berikut. Kami berusaha merangkum bagaimana Iwan Fals menyuarakan kondisi sosial melalui lagu-lagunya, dengan mengaitkan peristiwa penting di tahun-tahun tertentu dan lagu yang ia ciptakan pada periode tersebut.

Visualisasi data di atas menunjukkan bahwa Iwan Fals pada periode terproduktifnya cukup banyak “berkomentar” mengenai kondisi sosial di periode tersebut melalui lagu-lagunya. Bait-bait dalam beberapa lirik secara gamblang mendeskripsikan berbagai peristiwa bersejarah di Indonesia bahkan dunia. Dalam lagu “Ethiopia”, Iwan menunjukkan perhatiannya terhadap bencana kelaparan yang pernah melanda negara di Afrika tersebut pada tahun 80-an. Sementara itu, kondisi sosial di Indonesia yang banyak menjadi perhatian Iwan berdasarkan visualisasi data di atas adalah peristiwa-peristiwa yang menyangkut pelanggaran HAM, tragedi besar, hingga dunia perpolitikan Tanah Air.

Orba Mempengaruhi Iwan Fals?

Selain tema politik dan kondisi sosial, Iwan juga banyak menabur bumbu romantis dalam lagu-lagunya. Iwan sejak periode 1980 hingga 1990 memang lebih banyak menghasilkan lagu-lagu bertemakan cinta dan sosial. Mari ambil contoh album Aku, Kau, dan Bekas Pacarmu pada tahun 1989. Album tersebut didominasi oleh lagu-lagu bertemakan cinta, seperti “Kemesraan”, “Maaf Cintaku”, hingga “Sebelum Kau Bosan”. Sementara, dalam album Sarjana Muda pada tahun 1981, Iwan lebih banyak menciptakan lagu bertemakan sosial, seperti “Doa Pengobral Dosa”, “Sarjana Muda”, hingga “Situa Sais Pedati”.

Tema-tema cinta dan sosial memang mendominasi lagu-lagu Iwan ketika Orde Baru, sementara isu politik dan lingkungan justru tidak banyak ditampilkan oleh Iwan dalam lagu-lagunya. Hal yang kemudian menjadi menarik adalah ketika Orba tumbang–pasca 1998, lagu-lagu Iwan lebih didominasi oleh lagu-lagu politik, terutama dalam album Manusia Setengah Dewa yang dirilis pada tahun 2004. Bahkan, pada tahun 2014, Iwan merilis album Raya dengan salah satu lagu yang berjudul "Bangsat".

Melihat rentang perjalanan karir seorang Iwan yang terbentang lama, kami tertarik untuk menganalisis kata-kata sekaligus tema yang paling sering digunakan dalam lirik lagunya. Tema ini menyangkut masalah sosial, percintaan, politik, lingkungan dan tema lainnnya. Kami menganalisis sebanyak 28 album yang diluncurkan sejak tahun 1981 hingga 2021, mulai dari album Sarjana Muda hingga Raya.

Dari temuan tersebut, kami membagi dalam tiga periode, yaitu periode tahun 1981-1989, periode 1991-1999, serta periode 2002-2021. Dari analisis awal menggunakan Flourish, kami menemukan fakta bahwa ketika era dua periode awal, tema sosial sangat mendominasi album lagu Iwan Fals setelah tema cinta. Situasinya berubah ketika periode 2002-2021 yang didominasi oleh tema politik.

Pada dua periode awal, yaitu pada periode 1980 hingga 1999, tema lagu Iwan didominasi lagu-lagu bertema sosial, meski tetap ada kritik terhadap pemerintah. Sebut saja lagu seperti "Sarjana Muda" yang dibuat karena Iwan melihat begitu banyak sarjana yang menjadi pengangguran pada era tersebut, atau lagu "Ujung Aspal Pondok Gede" yang menceritakan bagaimana desa dipaksa untuk menjadi kota dengan serakah.

Runtuhnya Orde Baru membuka gerbang yang luas bagi masyarakat untuk dapat menyatakan pendapat secara bebas dan terbuka. Hal tersebut juga terjadi pada Iwan yang bisa lebih lugas melempar kritik soal kondisi politik Indonesia secara lugas.

Bahkan, dari total 73 lagu yang dihasilkan oleh Iwan pada era pasca Orba, sebanyak 22 lagu adalah lagu yang bertemakan politik. Dari jumlah itu, 10 lagu berasal hanya dari satu album, yaitu Manusia Setengah Dewa yang dirilis pada tahun 2004.

Adib Hidayat dalam wawancaranya, menjelaskan bahwa setelah melempar album In Collaboration With pada tahun 2003 bersama musisi-musisi muda ternama, seperti Eross (Sheila On 7), Pongky (Jikustik), Piyu (Padi), juga Ahmad Dhani (Dewa 19), Iwan berusaha ‘menyeimbangkan’ genre lagunya. Seperti diketahui, album kolaborasi itu banyak punya tema cinta.

“Bisa jadi, itu (album Manusia Setengah Dewa) menjadi penyeimbang. Kan kadang Mas Iwan suka gitu, kan. Oke, pop-nya udah, sekarang kembali lagi ke roots gue,” ucap Adib menjelaskan latar belakang album tersebut.

Untuk menelusuri lebih jauh mengenai bagaimana Iwan Fals menyisipkan unsur-unsur politis dalam lagu-lagunya, kami mencoba melihat sebaran kata dalam lirik lagu Iwan Fals. Setelah menggabungkan semua lirik lagu yang dirilis pada tahun 2000-an, kami mendapatkan hasil sebaran kata dengan bantuan tools Voyant.[1]

Voyant adalah suatu platform untuk dapat melihat sebaran kata yang paling sering digunakan dalam suatu konteks. Dalam hal ini, lagu-lagu Iwan pada setiap periodenya. Penggunaan Voyant di sini juga menghilangkan kata-kata yang kurang bermakna, seperti kata hubung, untuk dapat mempermudah melihat konteks yang sedang dibahas dalam lagu tersebut.

Dapat dilihat bahwa sebaran kata yang paling banyak digunakan oleh Iwan pada era pasca Orba menyangkut kata-kata politis, seperti “merdeka”, “negeri”, “negara”, dan “dunia”. Hal tersebut cukup berbeda jika kita melihat sebaran kata pada periode-periode sebelumnya yang jarang ditemui kata-kata politis, seperti pada periode 1980-1989 dan periode 1990-1999.

Wajar saja, Orde Baru memang sangat membatasi kebebasan berpendapat masyarakatnya dan hal tersebut ternyata juga berdampak pada bagaimana Iwan menggunakan kalimat-kalimat politis, pada era sebelum dan sesudah Orba.

Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan oleh Adib dalam wawancaranya, bahwa Iwan sejak dahulu sudah kerap menyisipkan unsur politik dalam lagu-lagunya, tetapi tidak secara gamblang. Berbeda ketika Orde Baru telah runtuh.

“Apa yang dia kemukakan, bisa jadi respons dari situ, walaupun dia belokkan dengan kata-kata tertentu yang tidak langsung menjadi sasaran tembak bagi penguasa saat itu,” jelas Adib menutup.

Sisi Personal dalam Proses Berkarya Iwan Fals

Suatu karya adalah bagian dari penciptanya. Begitupun dengan karya-karya Iwan yang memiliki tema beragam, sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. Berangkat dari hal tersebut, kami ingin mengetahui bagaimana Iwan Fals memosisikan dirinya dalam proses berkarya.

Untuk mengetahuinya, kami mencoba melihat sebaran kata ganti persona yang digunakan oleh Iwan Fals dalam lagu-lagunya. Setelah menghimpun seluruh lirik lagu ciptaannya, berikut hasil yang kami temukan.

Dengan total 29 album pada periode 1980 hingga 2021, kata ganti persona yang paling banyak muncul dalam lagu-lagu Iwan adalah kata “aku”. Sementara, kata “saya” sebagai kata ganti orang pertama tunggal, sangat jarang ia sisipkan dalam lagunya. Terhitung hanya satu kali saja kata “saya” muncul dalam sebaran karya Iwan Fals, yaitu dalam lagu "Mungkin" pada album Manusia Setengah Dewa.

Iwan menjelaskan bahwa proses pembuatan lagunya seperti curhat. Iwan Fals menganggap setiap lagunya adalah suatu hal yang personal.

“Saya selalu gagap menjelaskan lagu-lagu saya. Buat saya lagu itu (lagu-lagu Iwan), curhat, sih. Jadi apa yang saya rasain, yang saya pikirin. Jadi, itu hampir bisa dibilang, saya,” ucap Iwan dalam wawancaranya dalam kanal Youtube Soleh Solihun pada 6 September 2021.

Maka tak heran, penggunaan kata ganti “saya” yang terkesan formal, sangat jarang digunakan oleh Iwan untuk merepresentasikan diri sendiri dalam lagu-lagunya. Terlepas dari karya-karyanya yang banyak dikenal akan kritik sosial, karya personalnya juga merupakan bagian penting dari sosok Iwan.

Ini juga bisa ditengok lewat album terbarunya, Pun Aku yang dirilis September 2021. Melalui akun Instagramnya, Iwan menuliskan takarir yang mengungkapkan bahwa album tersebut menjadi refleksi dirinya, buah dari pemikiran dan respons pada dunia yang dijalani itu lahir untuk menjadi teman hidup para pendengarnya.

Melansir dari Antara, Iwan dalam sebuah jumpa pers virtual menyebutkan tentang keinginannya bernyanyi adalah untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, Pun Aku lahir untuk mewujudkan keinginannya tersebut.

Album Pun Aku sekaligus menjadi cara Iwan Fals merayakan ulang tahunnya yang ke-60. Di dalam album terbarunya itu, Iwan bahkan menaruh lagu berjudul “Selamat” yang ia ciptakan sebagai ucapan doa-doa untuk hari ulang tahunnya maupun para pendengar.

Selain itu, lagu “Selamat” menjadi bagian nostalgia Iwan karena video klipnya menghadirkan cuplikan-cuplikan sang musisi serta kenangannya. Begitupun dengan tulisan ini, kami dedikasikan untuk mengulas perjalanan panjang Iwan Fals dalam berkarya di dunia musik Indonesia selama beberapa dekade ke belakang. Karya-karyamu akan tetap abadi, Iwan!

Karya ini merupakan hasil “Pelatihan Jurnalisme Data Investigasi 80 Jam untuk Mahasiswa” yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan dukungan USAID dan Internews. Karya ini melalui tahapan mengumpulkan data dengan data base dan dituangkan dalam kerangka masterfile. Berikut tautan database tersebut.

Baca juga artikel terkait IWAN FALS atau tulisan lainnya

tirto.id - Musik
Kontributor: I Putu Gede Rama Paramahamsa & Ni Made Tasyarani
Editor: Nuran Wibisono