tirto.id - Sekitar 16 warga Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo, Yogyakarta, diketahui terserang penyakit antraks setelah mengonsumsi daging sapi yang terpapar bakteri Bacillus anthracis.
Sekretaris daerah (Sekda) Kulon Progo, Astungkara, Selasa (17/1/2017), membenarkan kabar itu. Ia menyebutkan bahwa Dinas Kesehatan Kulon Progo telah mengambil sampel daging yang disimpan di lemari pendingin milik warga setempat. Petugas juga telah mengambil sampel luka dari 16 penderita.
"Hasil tes laboratorium itu, ada indikasi antraks. Lokasi kejadian di Desa Purwosari, Girimulyo, tepatnya di tiga pedukuhan, yakni Ngroto, Ngaglik dan Panggung. Tiga dusun itu, lokasinya dicek dan ditemukan 16 orang terkena antraks," kata Astungkara seperti dikutip Antara.
Saat ini, kata Astungkara, Dinas Kesehatan Kulon Progo sudah melalukan pemeriksaan dan memberikan pengobatan kepada 16 orang penderita, mereka kini berangsur sehat.
Astungkara menjelaskan para penderita ini tidak dilakukan isolasi karena mereka tidak merasa mual-mual dan pusing, hanya ada luka benjolan. Selain itu, mereka sudah mendapat perawatan dan pengobatan.
Penyebaran antraks ini diketahui bermula pada 12 November 2016, saat salah satu warga setempat menyembelih sapinya yang sakit. Sapi kemudian disembelih dan dagingnya dibagikan kepada tetangga. Selain dikonsumsi, daging juga disimpan di lemari pendingin.
"Selanjutnya dilakukan uji laboratorium oleh Balai Besar Veteriner Wates dengan mengambil sampel daging yang disimpan di pendingin. Saat ini, daging masih diuji oleh BBVet," kata Astungkoro.
Antisipasi Penyebaran Antraks
Atas kondisi tersebut, lanjut Astungkoro, Pemkab Kulon Progo melakukan berbagai langkah antisipasi pencegahan dan penyebaran antraks. Ia mengaku, pemkab melakukan tindakan surveillance dengan melakukan penyemprotan dan melakukan vaksinasi hewan-hewan yang sehat.
Sebagai antisipasi, sejak Senin (16/1/2017), pihaknya mengaku sudah koordinasi dengan camat, kades, dan dukuh supaya menginfomasikan kepada masyarakat, kalau hewan ternak mengalami sempoyongan (terpapar antraks) segera melapor ke Dinas Pertanian.
Selanjutnya, bila sapi ditemukan gejala antraks (sempoyongan) masyarakat diminta untuk tidak melakukan penyembelihan lalu mengonsumsinya, melainkan sapi dibunuh dan segera dikubur dengan kedalaman sekitar dua meter.
"Kami juga melalukan pemantauan distribusi ternak. Dinas Kesehatan telah membuat laporan kepada Pemprov DIY dan Menteri Kesehatan atas kejadian ini," kata Astungkoro.
Terkait sumber penyakit antraks ini, pihaknya masih terus melacaknya. "Apakah berasal dari lokal setempat atau dari daerah lain," katanya.
Menurut dia, potensi penyebaran penyakit antraks ini sangat kecil. Dari informasi dan laporan yang diterima oleh pemkab, sampai hari ini, hanya ada satu sapi dan lima kambing terkena antraks.
"Sekarang ini belum ada laporan tentang jumlah tambahan kambing dan sapi yang mati atau orang yang terjangkit berikutnya," kata dia.
Antraks merupakan penyakit menular yang mengancam jiwa manusia. Penyakit ini disebabkan oleh Bacillus anthracis yang biasanya mempengaruhi hewan, khususnya ruminansia (seperti kambing, sapi, domba, dan kuda), demikian dikutip dari medicinet,
antraks dapat menular ke manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau juga melalui daging, tulang, kulit, maupun kotoran. Sejauh ini para ahli kesehatan percaya antraks tidak menyebar melalui kontak dari manusia ke manusia.