tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menolak rencana mogok kerja Serikat Pekerja Garuda (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) saat puncak arus mudik Lebaran 2018, sebab hal itu berpotensi merugikan konsumen.
"Kami menolak rencana mogok Sekarga dan APG, jika berdimensi mengganggu pelayanan pada konsumen," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (3//6/2018).
Tulus menjelaskan, sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen dan juga UU tentang Penerbangan bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan saat menggunakan jasa penerbangan.
"Kami bisa menghargai rencana mogok tersebut, jika tidak berimbas pada aspek pelayanan pada konsumen," kata Tulus.
Menurutnya, hal tersebut bisa menimbulkan sikap antipati konsumen kepada Sekarga dan APG, bahkan kepada keseluruhan kesan PT Garuda Indonesia Tbk sebagai perusahaan penerbangan.
Aksi mogok total tersebut, menurutnya, justru akan mengakibatkan Garuda makin kerdil dan ditinggalkan konsumennya.
Dengan demikian, Tulus menyarankan agar, pertama, Sekarga dan APG tidak mogok total, kapan pun momennya, apalagi saat puncak arus mudik.
"Bernegosiasilah secara intensif dengan pihak manajemen Garuda dan pemerintah secara elegan, tanpa mengorbankan hak-hak konsumen," katanya.
Kedua, agar manajemen Garuda secara sistemik memperbaiki pelayanan sehingga tidak terdengar lagi keluhan-keluhan konsumen atas servis Garuda.
"Harus diakui, akhir-akhir bermunculan keluhan konsumen Garuda, baik pada servis atau aspek on time perfomance'-nya," katanya.
Ketiga, agar pemerintah mendengarkan aspirasi Sekarga dan APG dalam mengambil kebijakan untuk internal Garuda.
"Jangan bongkar pasang direksi, tanpa menyerap aspirasi stakeholder utama Garuda, baik internal dan atau eksternal," kata Tulus.
Asosiasi Pilot Garuda (APG) mengatakan akan ada 1.300 pilot dan 5.000 kru Garuda Indonesia yang melakukan aksi mogok kerja dalam waktu dekat, termasuk saat arus mudik Lebaran.
Menurut Ketua Umum Sekarga, Ahmad Irfan Nasution, salah satu alasan pihaknya melakukan aksi mogok kerja karena mediasi antara karyawan dan direksi Garuda tak memenuhi titik temu.
Padahal, mediasi tersebut sangat diperlukan untuk membahas kerugian perusahaan hingga 213,4 juta dolar AS atau sekitar Rp2,88 triliun pada 2017, yang diduga karena kegagalan direksi dalam mengelola perusahaan.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra