tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa usulan perombakan kabinet di Kabinet Ayo Kerja jilid III era Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla adalah hak prerogatif Presiden. Yasonna juga menyebut semua menteri harus siap diganti bila dianggap tidak mumpuni dalam memimpin instansi di Kementeriannya.
"Yah itu kan hak Presiden. Hak prerogatif Presiden. Yang pasti semua menteri harus siap diganti. Karena Presiden punya kuasa untuk itu," kata Yasonna Laoly usai Rapat Dengar Pendapat di Komisi I DPR membahas batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Kompleks MPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (25/04/2017).
Yasonna juga mengaku pasrah bila posisinya sampai diganti. Ia juga membantah soal keterlibatan dirinya dalam kasus e-KTP saat masih menjabat sebagai anggota Komisi III DPR. "Enggak bukan karena itu. Saya bisa buktikan tidak terlibat. Akan dibuktikan," kata Yasonna.
Ia juga meyakini, seandainya dirinya tergeser dari jabatannya itu pun dikarenakan kinerjanya di Kementerian Hukum dan HAM. Ia menilai bahwa Presiden Jokowi adalah pemimpin yang tegas sekaligus penilai yang baik, khususnya dalam menilai kinerja pada menteri.
"Jadi begini, soal reshuffle itu sepenuhnya otoritas presiden. Konstitusional itu. Evaluasi itu harus jalan. Kalau tidak jalan ya nanti orang berada di zona nyaman terus. Harus ada itu supaya ada target menteri-menteri bekerja sebaik-baiknya," ujar Yasonna.
Untuk diketahui, selama 2,5 tahun menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Presiden Jokowi sudah dua kali melakukan perombakan kabinet. Reshuffle kabinet pertama terjadi pada 12 Agustus 2015. Di perombakan tahap pertama ada setidaknya lima orang menteri yang dicopot. Sementara pada reshuffle kedua terjadi pada 27 Juli 2016 dengan merombak 16 menteri dalam kabinet.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Alexander Haryanto