tirto.id -
"Sepanjang itu diusulkan oleh fraksinya, katakanlah apa namanya ketua umum dan sekjen menyampaikan ke fraksinya untuk menyampaikan pergantian dan fraksi Golkar menindaklanjuti, sesuai dengan UU MD3 itu sah," kata Sudding di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2017).
Sudding menjelaskan surat pengunduran diri Novanto dikirim dua kali ke DPR. Surat pertama tertanggal 4 Desember dan kedua tertanggal 6 Desember. "Dan sekaligus dalam surat pengunduran dirinya itu menunjuk saudara Azis Syamsudin sebagai penggantinya," kata Sudding.
Dalam surat pertama, kata Sudding, ditandatangani oleh Setya Novanto. Sementara, dalam surat kedua ditandatangani oleh Novanto dan Plt Ketua Umum Golkar Idrus Marham.
"Yang mengantarkan (ke pimpinan) Ketua Fraksi," kata Sudding.
Saat ini, lanjut Sudding, DPR tengah menunggu hasil rapat Bamus dan rapat Pimpinan DPR yang rencananya digelar pukul 10 pagi ini. "Ya kami sedang menunggu dengan pimpinan. Nanti ada rapat Bamus jam 10 dalam rangka untuk pergantian ketua DPR," kata Sudding.
Saat dikonfirmasi mengenai surat ini ke fraksi Golkar, Wakil Ketua Fraksi Golkar Ridwan Hisyam membantahnya. Menurutnya, surat Novanto tersebut tidak sah karena yang bersangkutan saat ini sedang tidak aktif.
Sementara, menurutnya, Plt Ketua Umum Idrus Marham sesuai keputusan Pleno 21 November lalu tidak bisa mengeluarkan keputusan strategis berkaitan dengan partai.
"Tahapan ini tidak ada," kata Hisyam saat dihubungi, Senin (11/12/2017). "Jadi gini itu batal demi hukum, surat keluar tanggal 4 dan 6 Desember itu," imbuhnya.
Selain itu, menurutnya, fraksi Golkar belum pernah mengadakan rapat membahas surat Novanto tersebut. "Saya sebagai wakil ketua fraksi tidak pernah membahas masalah itu dan tidak pernah tahu," kata Hisyam.
Padahal, menurutnya, kebijakan strategis semacam itu mestinya melalui rapat fraksi dan nama pengganti Novanto disosialisasikan terlebih dahulu. Baru setelah itu ketua fraksi akan menindaklanjuti usulan DPP Golkar ke pimpinan dewan.
"Kalau begini ada yang enggak tahu, ada yang komplain, jadi ribut citranya partai enggak baik. Kalau dibaca (di Paripurna), baca saja tapi enggak bisa diambil keputusan," pungkas Hisyam.
Isu pergantian ketua DPR muncul setelah Novanto menjadi tersangka korupsi e-KTP untuk kali kedua pada 10 November lalu. MKD pun berencana memproses Novanto dengan dugaan pelanggaran etik sesuai pasal 87 UU MD3 dengan ancaman pemberhentian.
Namun, banyak fraksi di DPR dan MKD DPR kemudian mendesak Novanto agar mengundurkan diri sebagai Ketua DPR agar citranya tidak semakin buruk apabila diberhentikan.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri