tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu fungsionaris Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Istana Negara, Kamis 1 Maret 2018. Dalam pertemuan itu, Jokowi membincangkan persoalan pemilu 2019.
Pertemuan Jokowi-PSI pun dinilai tak pantas oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono lantaran salah satu yang dibicarakan adalah terkait strategi pemilu. Menurut Ferry apa yang dilakukan Jokowi termasuk penyalahgunaan kekuasaan.
“Kok Istana dipergunakan untuk memanggil salah satu parpol membicarakan tentang kiat-kiat pemilu. Harusnya kan membahas bagaimana ini supaya rupiah tidak melemah nilai tukarnya ke Rp14 ribu, kemudian daya beli masyarakat," kata Ferry di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
Saat bertemu Jokowi di Istana Negara, Ketua Umum PSI Grace Natalie mengaku dapat tips untuk mencapai target suara di pemilu. Ide-ide dari Jokowi dianggap keren oleh PSI.
Ferry berpendapat, pertemuan Jokowi dan PSI di jam kerja menunjukkan watak asli politikus dari PDI Perjuangan itu. Menurutnya, Jokowi sudah tidak memikirkan rakyat dan fokus ingin memenangkan pemilu.
“Meskipun sepintas tidak apa-apa tapi ini mempertontonkan wataknya Jokowi [yang] memang sudah tidak mikirin rakyat, mikirin 2019 aja sudah. Memang tukang ngibul," katanya.
Pengamat politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) Hendri Satrio juga beranggapan sama seperti Ferry, meskipun menurut Hendri, apa yang dilakukan Jokowi dan PSI belum seperti tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Dia tidak pernah begini sebelumnya, sangat hati-hati-hati. Belum sedahsyat SBY karena sebetulnya presiden boleh menerima siapa pun... Ini kan perbincangannya akhirnya masuk ranah pilpres, politik praktis, yang jauh dari kebijakan," kata Hendri.
Pada 2013 lalu, SBY sempat menggelar konferensi pers di Istana Negara untuk menyampaikan pesan mengenai Partai Demokrat. Kritik sempat disampaikan berbagai elemen masyarakat kala itu termasuk Wakil Ketua DPR yang saat itu dijabat Pramono Anung. Hal yang disampaikan SBY saat itu adalah batalnya Yenny Wahid bergabung ke Partai Demokrat.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih