tirto.id - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengusulkan agar pemerintah membentuk Komisi Kepresidenan untuk menangani berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang saat ini di nilai jalan di tempat. Apalagi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Perlu komisi ad hoc karena Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi,” kata Hendardi, di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Menurut Hendardi, komisi kepresidenan dengan nama lengkap Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban itu sifatnya bukan lembaga pemberi rekomendasi kepada presiden, tetapi putusannya mengikat.
Komisi tersebut akan bekerja atas dasar bahwa rekonsiliasi adalah output, result dari suatu proses pengungkapan kebenaran. Jadi yang utama harus dilakukan komisi itu, lanjut dia, adalah mengungkap kebenaran, lalu menentukan langkah lanjut apakah sebuah kasus bisa direkonsiliasi atau diselesaikan melalui mekanisme pengadilan.
“Karena itu komisi ini harus diberi mandat yang jelas dan kuat bukan binatu baru yang bertugas mencuci kejahatan masa lalu,” kata dia menambahkan.
Hendardi menambahkan, tugas utama komisi negara itu adalah melakukan pengkajian terhadap semua laporan yang berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu termasuk laporan awal yang sudah dibuat oleh Komnas HAM.
Selain itu, kata dia, komisi ini juga bertugas meminta agar semua dokumen publik yang memiliki keterkaitan dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu termasuk G30S dibuka kepada publik, termasuk dokumen yang dimiliki aparat keamanan dan intelijen. Komisi juga bertugas mengidentifikasi dan menyusun daftar nama pelaku dan korban dalam pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Hendardi, komisi ini juga menyusun laporan atau buku putih untuk setiap kasus pelanggaran HAM masa lalu yang kemudian bisa diakses oleh publik dan menjadi bagian dari pelajaran sejarah dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah.
Termasuk salah satu output utama Komisi Ad Hoc ini adalah memastikan kasus-kasus yang masih memungkinkan untuk diselesaikan melalui jalur peradilan yang harus segera dikembalikan ke jalur hukum.
Sebelumnya, Wantimpres menggelar pertemuan dengan Institute Setara membahas masalah HAM di Kantor Wantimpres Jakarta, Selasa (29/3/2016). Pertemuan yang berlangsung mulai sekitar pukul 10.15 WIB itu dibuka oleh Anggota Sidarto Danusubroto. Tampak hadir juga dalam pertemuan itu Ketua Wantimpres Sri Adiningsih.
Sementara dari Setara Institute tampak antara lain, Hendardi, Bonar Tigor Naipospos, Despen Ompusunggu, Aslim Situmorang dan Ahmad Fanani Rosyidi. Selain itu, hadir juga dari pihak korban kasus terkait pelanggaran HAM seperti Royati Dareini (orang tua korban kerusuhan Mei 1998), Arief Priyadi (ortu korban kasus Semanggi I) Maria Karaina Sumarsih (ortu korban kasus Semanggi I), Paian Siahaan (keluarga korban penculikan 97/98). (ANT)