Menuju konten utama

Turki Tutup 15 Kantor Media dan Pecat 10.000 PNS

Pemerintah Turki menutup 15 kantor media dan memberhentikan kerja 10.000 pegawai negeri sipilnya melalui Surat Keputusan darurat 675. Pemerintah menyebut langkah tersebut sebagai upaya pembasmian semua pendukung Fethullah Gulen dari barisan aparatur negara.

Turki Tutup 15 Kantor Media dan Pecat 10.000 PNS
Presiden Turki Tayyip Erdogan berbicara dalam konferensi pers setelah rapat Dewan Keamanan Nasional dan kabinet di Istana Presiden di Ankara, Turki, Rabu (20/7). ANTARA FOTO/Reuters/Umit Bektas.

tirto.id - Pemerintah Turki menutup 15 kantor media dan memberhentikan kerja 10.000 pegawai negeri sipilnya melalui Surat Keputusan darurat 675. Pemerintah menyebut langkah tersebut sebagai upaya pembasmian semua pendukung Fethullah Gulen dari barisan aparatur negara.

Ribuan orang di antaranya akademisi, guru, petugas kesehatan, penjaga penjara dan ahli forensik dihapus dari jabatan mereka melalui dua surat keputusan eksekutif yang diterbitkan pada Sabtu (29/10/2016) malam waktu setempat.

Tidak hanya itu, Surat Keputusan darurat 675 memerintahkan penutupan 10 surat kabar, dua kantor berita dan tiga majalah. Beritan Canozer seorang jurnalis Jinha, satu-satunya kantor berita di dunia yang seluruh pegawainya adalah perempuan, mengaku pihaknya tidak mengetahui apa pun tentang penutupan tersebut.

“Polisi datang sekitar pukul 4 dini hari pada Minggu pagi dan menyegel kantor,” ujar Carozen seperti dikutip The Guardian. “Kami belum menerima perintah dari pengadilan. Tidak ada yang menjelaskan apa pun kepada kami,”

Canozer, yang ditahan pada Desember lalu saat sedang meliput aksi unjuk rasa di Diyarbakir karena polisi menganggapnya “terlalu bersemangat”, menegaskan bahwa penutupan tersebut tidak akan menghentikan Jinha.

“Kami akan cari cara lain untuk memberikan informasi kepada publik. Kami akan terus mewartakan. Mereka tidak bisa membuat kami diam,” tegasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan laporan The Guardian, sebelumnya sudah ada 99 jurnalis yang ditangkap sejak intervensi militer. Menjadikan Turki negara yang paling sering memenjarakan wartawan. Ribuan wartawan telah kehilangan pekerjaannya. Ratusan akreditasi pers yang dikeluarkan pemerintah telah dibatalkan. Selain itu, sejumlah wartawan dicabut paspornya sehingga mereka tidak dapat melakukan perjalanan ke luar negeri.

Sementara itu, kelompok-kelompok sayap kanan telah memberikan kritikan keras terhadap aksi penutupan yang belakangan ini dilakukan pemerintah kepada pers Turki. Partai-partai oposisi menggambarkan langkah tersebut sebagai bentuk kudeta itu sendiri. Mereka terus menyuarakan keprihatinannya terhadap fungsi negara.

“Apa yang dilakukan pemerintah dan Erdogan ini merupakan bentuk kudeta langsung terhadap supremasi hukum dan demokrasi,” kata Sezgin Tanrikulu selaku anggota parlemen dari oposisi Partai Republik Rayat (CHP) dalam sebuah siaran Periscope yang dimuat dalam akun Twitternya.

Selain itu, Presiden Turki Tayyip Erdogan juga tidak memberikan izin kepada universitas untuk memilih rektornya sendiri. Erdogan akan menunjuk langsung rektor dari calon yang diusulkan oleh Dewan Pendidikan Tinggi (YOK).

Langkah-langkah Pemerintah Turki tersebut menyusul kudeta yang terjadi pada 15 Juli, di mana lebih dari 240 orang meninggal dunia. Pemerintah meyakini Fethullah Gulen, ulama Turki yang bermukin di AS, sebagai dalang di balik kudeta tersebut.

Sejak kudeta berdarah itu, lebih dari 100.000 orang dipecat atau ditangguhkan. Sedangkan 37.000 lainnya ditahan.

Pemerintah menyebut perlunya langkah untuk membasmi semua pendukung Gulen dari aparatur negara.

Baca juga artikel terkait TURKI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan