tirto.id - “Saya dengar perusahaan Jepang, Konami, menggunakan citra diri saya untuk permainan PES 2017. Sayangnya, pengacara saya Matias Morla akan menempuh jalur hukum,” ujar Diego Maradona.
Dalam halaman resmi Facebook-nya, Maradona, dengan menunjukkan sebuah foto citra dirinya dalam bentuk tiga dimensi —berikut wajah dan rambut yang hampir mirip --, tampak berang ada perusahaan game yang menggunakan citranya untuk mengeruk keuntungan tanpa izin.
Tentu menyenangkan bisa mengembalikan legenda sepak bola kembali bermain bola di lapangan. Pemain-pemain seperti Farencs Puskas sampai Maradona kembali hadir dalam bentuk grafis tiga dimensi dengan beberapa atribut yang disesuaikan. Gaya rambut, bentuk tubuh, sampai cara menggiring bola.
Dimainkan dengan posisi favorit sampai meniru beberapa aksi yang pernah dilakukan para pemain legendaris ini di dunia nyata tentu menyenangkan. Terutama jika Anda sempat menyaksikan mereka bermain dalam karier profesionalnya. Itulah yang dilakukan beberapa perusahan dua game sepak bola terbesar, EA Sport dengan FIFA dan Konami dengan Pro Evolution Soccer (PES) atau Winning Eleven (untuk versi Jepang).
Persaingan antarkeduanya sudah dikenal sejak periode 1990-an dan selalu menampilkan perbaikan demi perbaikan dari tahun ke tahun. Dari soal grafis sampai gameplay, keduanya punya keunggulan dan basis penggemar masing-masing di seluruh dunia.
Perbaikan tentu saja bukan hanya soal gameplay atau grafis, kadang juga menyangkut pada lisensi. Misalnya, pada 26 Juli 2016, untuk menyambut kehadiran PES 2017, Tomotada Tashiro selaku Presiden Konami Digital Entertainment mencapai kata sepakat dengan Chief Revenue Officer Barcelona, Fransesco Calvo.
Artinya, sejak saat itu sampai PES edisi 2020 mendatang, PES memiliki lisensi khusus untuk klub FC Barcelona. Lisensi yang membuat apapun mengenai Barcelona, baik tampilan stadion Nou Camp sampai jajaran pemainnya akan eksklusif tampil di game PES 2017.
Konsekuensi yang terjadi adalah pesaing mereka, FIFA 17, dilarang menampilkan stadion Barcelona. Artinya Barcelona akan bermain di stadion antah berantah dengan bentuk yang dimirip-miripkan saja. Dari hal tersebut, sekilas PES 2017 berhasil mengungguli FIFA 17, namun sebenarnya secara keseluruhan, PES 2017 masih ketinggalan sangat jauh dalam hal lisensi.
Untuk urusan stadion saja, setidaknya EA Sports edisi FIFA 17 mengantongi lisensi 70 stadion populer di Eropa. Termasuk juga lisensi Liga Inggris yang selalu ditampilkan eksklusif jika dimainkan. Dari nyanyian supporter, seperti saat Anda memainkan Liverpool, lamat-lamat akan terdengar nyanyian “Youll Never Walk Alone”, sampai dengan seluruh wajah manajer di klub Liga Inggris yang tampil begitu riil. Tidak ketinggalan juga dengan tingkah maupun ciri khas mereka di pinggir lapangan. Memberi instruksi, protes, sampai perayaan gol semua dibuat semirip mungkin dengan aslinya.
Ini belum termasuk lisensi kompetisi sepak bola putri dalam FIFA 17 dan kompetisi-kompetisi tingkat Internasional yang selalu dimunculkan dalam edisi khusus. Seperti “FIFA 2014 World Cup Brazil” atau sebelumnya “FIFA 2010 World Cup South Africa”.
Untuk menyiasatinya, PES sering menggunakan nama-nama samaran agar tidak mendapatkan masalah lisensi. Seperti pada Liga Inggris. PES menggunakan “Merseyside Blue” untuk menyebut EVERTON, “Man Red” untuk menyebut Manchester United, sampai “London FC” untuk sebutan Chelsea.
Akan tetapi bukan berarti FIFA juga tidak melakukan hal yang sama. Dalam beberapa lisensi yang dimiliki PES seperti Liga Champions (berikut juga soal lagu resmi kompetisi sampai pernak-perniknya tidak boleh digunakan oleh perusahaan game lain), FIFA menggunakan nama samaran “Champions Cup” dan stadion Barcelona dengan nama aneh “El Libertador” untuk mengakalinya.
Pemain Klasik FIFA dan PES
FIFA secara resmi mengeluarkan edisi pemain klasik pertama kalinya pada edisi FIFA 14. Pemain seperti Dennis Bergkamp sampai Davor Suker dapat dimainkan dengan fitur khusus bernama Ultimate Legend Team untuk edisi FIFA 14 Gold.
Kehadiran pemain legenda memang tidak serta merta memuaskan penggemar. Paling tidak FIFA 14 tidak mengikutsertakan nama besar Zinedine Zidane atau bahkan Diego Maradona. Untuk penjaga gawang saja, nama besar seperti Peter Schmeicel atau Lev Yashin tidak muncul, namun justru dipilih Jens Lehman. Persoalan lisensi kemudian menjadi sebab kenapa tidak semua nama legenda bisa masuk.
Berbeda dengan FIFA, PES lebih berani dalam memunculkan pemain legendaris tanpa lisensi. Tentu saja dengan cara menyamarkan nama-namanya. PES lebih dahulu mengeluarkan edisi pemain klasik sejak edisi PES 2012. Pemain seperti Luis Figo misalnya, diberi nama Fillco, Pavel Nedved jadi Netret, atau Roger Milla menjadi Rona Kira.
Beberapa masalah lisensi PES ini memang tidak menjadi masalah besar bagi penggemarnya. Sifat gamenya yang mudah di-crack dengan tambahan patch bikinan para creaker memudahkan upgrade PES jadi lebih mudah dilakukan daripada FIFA. Dengan adanya patch ini, beberapa nama samaran tersebut akan menjadi sama dengan aslinya. Dari mulai perbaikan stadion, update jersey, sampai memperbaiki nama pemain-pemain samaran.
Ini juga jadi sebab, kenapa PES jauh lebih digemari karena bisa diedit dengan lebih mudah. Bahkan pada momen AFF 2010 sampai euforia Timnas U-19 pada 2014 silam, muncul patch timnas Indonesia dengan jersey, stadion, sampai wajah para pemain Indonesia yang dibuat mirip dengan pemain aslinya. Bahkan pernak-pernik seperti lagu kebangsaan “Indonesia Raya” juga ada.
Artinya, PES jauh lebih mudah dibajak daripada FIFA. Itulah mengapa sejak 2007 sampai 2014, hanya di tiga tahun pertama saja angka penjualan PES lebih baik dari FIFA, itupun jaraknya tidak begitu jauh. Hanya berkisar di ratusan ribu kopi. Selebihnya, dari 2010 sampai sekarang, angka penjualan FIFA meningkat pesat meninggalkan PES yang penyebarannya lebih banyak berasal dari pembajakan yang dilakukan penggemarnya.
Maradona sendiri sejak edisi pemain klasik PES 2012 memiliki nama samaran Malgani, hanya saja, saat melihat postingan yang Maradona unggah, di sana tertulis nama “Maradona”. Berikut juga dengan beberapa nama pemain legendaris dengan nama aslinya. Ada Thierry Henry, H. Staichkov, Rivaldo, sampai Ronald Koeman.
Maka ketika Diego Maradona berencana memperkarakan Konami secara hukum karena mendapati bahwa PES 2017 menggunakan citra dirinya, sejatinya hal tersebut malah cukup mengejutkan. Mengejutkan karena bisa jadi, bukan Konami yang membuatnya, tapi seorang creaker yang tidak ada sangkut pautnya dengan Konami sebagai sebuah perusahaan.
Maradona mungkin tidak tahu, bahwa sangat mudah melakukan perubahan nama dalam game PES. Siapa saja bisa melakukannya tanpa perlu menggunakan patch khusus. Anda bahkan bisa mengubah nama Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo menjadi “Marwoto” atau bahkan nama Anda sendiri. Artinya, rencana gugatan Maradona ke pihak Konami ini bisa jadi malah salah alamat.
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti