tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menilai, ancaman bencana tsunami di lokasi pembangunan bandara di Kulon Progo tidak bisa ditanggulangi. Sebab, menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo, lokasi pembangunan bandara di Kecamatan Temon tersebut adalah daerah rawan bencana tsunami.
“Secara hukum jelas, tata ruang wilayah itu [lokasi pembangunan bandara] rawan tsunami. Jadi kalau tata ruang rawan tsunami, apapun dan bagaimanapun seharusnya pemerintah menghindari pembangunan di lokasi-lokasi yang rawan bencana tersebut,” kata Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin di Yogyakarta, Rabu (30/8/2017).
Oleh karena itu, Hamzal menegaskan, pihaknya menolak pembangunan bandara dengan alasan apapun.
“Ini cukup miris dan mengecewakan. LBH menolak pembangunan bandara dengan alasan apapun. Lokasi itu rawan bencana, tidak ada yang bisa dimitigasi kalau bicara rawan tsunami. Enggak ada yang bisa menjelaskan bagaimana kita menghindari risiko rawan tsunami itu,” kata Hamzal.
Menurutnya, ketika pemerintah memaksakan diri membangun bandara di Kulon Progo itu sama saja dengan mengancam nyawa ribuan orang yang akan menggunakan bandara.
Penolakan LBH, lanjut Hamzal tak hanya karena daerah Kulon Progo yang rawan tsunami, tapi juga karena hingga kini pembangunan bandara belum mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkunagan (AMDAL) dan izin lingkungan.
“Proses pembangunan bandara saat ini sudah sampai tahap pelaksanaan, yaitu land clearing [pembersihan lahan] padahal belum ada dokumen AMDAL dan izin lingkungannya. Jadi land clearing dengan alat berat harus dihentikan,” kata Hamzal.
Hamzal mendesak Angkasa Pura I dan pemerintah baik menghentikan tindakan apapun yang berkaitan dengan pembangunan bandara karena cacat hukum.
Sementara itu, Asisten Deputi Infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata Kemenko Maritim, Rahman Hidayat pada Selasa (29/8/2017) lalu mengatakan, pihaknya sudah menghitung potensi bencana tsunami di bandara Kulon Progo dan mitigasinya.
“Berbicara mengenai aspek pengurangan bencana, tak benar kalau kita tidak membicarakan. Isu tsunami itu sudah menjadi perhatian, tapi memang tidak pernah dikoar-koarkan,” katanya dalam workshop “Mengungkap dan Menghitung Potensi Bahaya Gempa Bumi-Tsunami di Bandara Kulon Progo dan Metode Mitigasinya” di Yogyakarta.
Untuk antisipasi potensi tsunami, menurut BMKG adalah dengan jalur hijau dan pembuatan tanggul. Pemerintah harus membuat regulasi jalur hijau yang menyatakan larangan mendirikan hunian atau bangunan di sepanjang jalur tersebut. Jalur hijau akan ditanami pohon keras seperti cemara laut dan mangrove.
Yang tak kalah penting dari antisipasi tsunami, menurut BMKG adalah edukasi ke warga, sehingga warga yang tinggal di pesisir pantai juga memiliki andil untuk mengantisipasi bencana tsunami.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra