tirto.id - Gempa bumi berskala 6,4 SR di Pidie Jaya, Aceh pada 7 Desember 2016 lalu telah menyebabkan trauma bagi para korban. Apalagi daerah Aceh pada 2004 silam pernah dilanda bencana tsunami. Lantaran persoalan ini, penanganan trauma korban bencana terutama anak-anak harus dilakukan lebih dini sehingga dapat segera terobati.
Berbicara kepada Antara, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menyampaikan trauma anak-anak Aceh itu harus segera diobati. "Ibarat luka kalau dibiarkan, tidak segera diobati lama-lama akan menimbulkan bekas luka," ujarnya di Pidie Jaya, Aceh, Rabu (14/12/2016).
Karena itu, sehari pascagempa pria yang akrab disapa Kak Seto langsung turun ke lokasi bencana untuk menemui anak-anak di sana. Kak Seto menyampaikan luka jiwa yang tidak segera diterapi sejak awal akan terbawa terus hingga anak korban bencana tersebut dewasa dan berdampak anak akan mudah takut, mudah curiga, tidak percaya dan tidak bisa bekerja sama.
Menurut dia, bentuk terapi yang diberikan adalah dipulihkan dalam dunia anak-anak yang indah yaitu dunia bermain seperti melalui dongeng, cerita, menggambar dan lainnya.
"Dipulihkan dalam dunia mereka yang indah yaitu dunia bermain. Bahwa dunia ini indah, dunia ini aman. Dia senang, dia bisa mengeluarkan perasaan-perasaannya melalui dongeng, cerita, mengarang, menggambar," ujar Kak Seto.
Dengan mengeluarkan dan melepaskan perasaan-perasaan mereka, akhirnya anak-anak tersebut bisa memaafkan dan optimistis dalam menghadapi masa depannya.
Terapi dilakukan tergantung kepribadian anak dan seberapa dalam trauma yang dialaminya, tambah dia.
Sebelumnya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan penanganan psikososial bagi korban gempa di Aceh harus dilakukan seiring dengan proses tanggap darurat.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH