Menuju konten utama

Tol Trans Sumatera Minus Jembatan Selat Sunda, Mungkinkah?

Proyek Jembatan Selat Sunda sudah dibatalkan. Namun, tol Trans Sumatera tetap digeber pembangunannya. Padahal, JSS merupakan penyambung antara Trans Sumatera dan Trans Jawa. JSS dianggap bertentangan dengan semangat membangun perekonomian berbasis kemaritiman yang digaungkan Jokowi. Untuk menghubungkan Jawa dan Sumatera, pemerintah akan memperluas pelabuhan sekaligus memperbanyak kapal penyeberangan di Selat Sunda dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak dan sebaliknya.

Tol Trans Sumatera Minus Jembatan Selat Sunda, Mungkinkah?
Foto udara aktivitas pembangunan jalan tol Medan Kualanamu di Medan, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - “Saya gembira mendengar keputusan di bulan-bulan pertama pemerintahan, Bapak membatalkan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda. Namun, saya kaget ketika Bapak meninjau pembangunan jalan tol Trans-Sumatera. Sadarkah Bapak bahwa proyek jalan tol Trans-Sumatera sepanjang lebih dari 2.000 km merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proyek Jembatan Selat Sunda (JSS)?”

Paragraf itu mengawali surat terbuka Faisal Basri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait mega proyek Tol Trans Sumatera. Ekonom yang pernah mendukung Jokowi itu menyampaikan kritikan melalui surat terbuka berjudul “Jangan Lanjutkan Sesat Pikir” di blog-nya yang beralamat di https://faisalbasri01.wordpress.com.

Dalam surat terbuka tertanggal 16 Januari 2016 itu, Faisal meyebut proyek Tol Trans Sumatera terlalu dipaksakan. Tol yang diperkirakan menelan dana Rp360 triliun tersebut juga dinilai tak sejalan dengan konsep maritim Presiden Jokowi.

Bagaimana sesungguhnya proyek Trans Sumatera ini?

Bagian Tak Terpisah dari JSS

Pembangunan Tol Trans Sumatera sudah diwacanakan sejak era Presiden Soekarno. Proyek ini sempat menjadi proyek prioritas di masa akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perpres pembangunan tol Trans Sumatera diteken oleh SBY di penghujung masa pemerintahannya. Presiden Jokowi merealisasikannya.

Tol Trans Sumatera merupakan proyek yang tak terpisah dengan gagasan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Pulau Jawa-Sumatera. Di era pemerintahan Presiden SBY, proyek Tol Trans Sumatera merupakan bagian dari Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebuah konsep pembangunan berbasis kawasan. Dalam MP3EI, koridor Sumatera akan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi, jaringan jalan tol menjadi konektivitasnya. Koridor Sumatera terhubung dengan JSS dengan koridor Jawa sebagai sentra pendorong industri dan pusat jasa nasional.

Sumber: Kementerian PU-PR

Proyek JSS sebelumnya telah dibatalkan oleh Jokowi di awal pemerintahannya. JSS dianggap bertentangan dengan semangat membangun perekonomian berbasis kemaritiman yang digaungkan Jokowi. Meski JSS batal, proyek Trans Sumatera tetap dilanjutkan. Untuk menghubungkan Jawa dan Sumatera, pemerintah akan memperluas pelabuhan sekaligus memperbanyak kapal penyeberangan di Selat Sunda dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak dan sebaliknya.

Pergeseran Konsep

Dari rancangan awal, pembangunan tol pembelah Pulau Sumatera ini tak hanya konsentrasi untuk menghubungkan utara dengan selatan Sumatera. Trans Sumatera akan menghubungkan wilayah timur dengan pantai barat Sumatera, antara lain dengan Bengkulu dan Sumatera Barat.

Trans Sumatera membentang sepanjang 2.840 Km, terdiri dari 7 jaringan jalan utama dari Selatan-Utara dan Barat-Timur, yang mencakup 24 ruas tol.

Perubahan kepemimpinan turut mengubah konsep Trans Sumatera. Pada masa pemerintahan Presiden SBY, pembangunan Tol Trans-Sumatera dilakukan bertahap mencakup empat ruas tahap pertama sepanjang 323,8 km. Empat ruas itu yakni Medan-Binjai 16,8 km, Pekanbaru-Dumai 135 km, Indralaya-Palembang 22 km dan Bakauheni-Terbanggi Besar 140 km. Investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan empat ruas jalan tol ini mencapai Rp31,5 triliun. Rinciannya: ruas Medan-Binjai Rp2 triliun, Pekanbaru-Dumai Rp14,7 triliun, Indralaya-Palembang Rp1 triliun lebih dan Bakauheni-Terbanggi Besar Rp13,8 triliun.

Pada era pemerintahan Jokowi, prioritas pembangunan Tol Trans Sumatera diubah dari sisi bawah ke atas, yaitu dimulai dari Bakauheuni, Lampung hingga ke utara. Konsepnya bernama Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) Merak Bakauheni Bandar Lampung Palembang Tanjung Api Api (MBBPT). Kawasan ini akan dibangun Tol Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api Api sepanjang 434 km dengan kebutuhan dana Rp 51 triliun .

Sebelum adanya konsep MBBPT, di era Presiden SBY dikenal dengan istilah Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda (KSNSS). Konsep MBBPT merupakan bagian dari WPS pusat pertumbuhan terpadu di Pulau Sumatera dan Banten. Di kawasan Banten akan dibangun tol akses pelabuhan Merak Mas sebagai tambahan dari ruas tol yang sudah ada.

Di sisi Sumatera, selain ada pembangunan tol, juga akan dikembangkan perumahan masyarakat kelas bawah di Bandar Lampung dan Palembang, peningkatan jalan akses Palembang-Tanjung Api api, pembangunan irigasi, pembangunan Waduk Sukoharjo di Lampung, pengembangan Pelabuhan Tanjung Carat di Tanjung Api api, hingga pembangunan kota-kota baru di kawasan ini. Di sekitar pinggir tol akan dibangun juga berbagai fasilitas pendukung yang menyatu dengan jalur tol antara lain rel kereta, SUTET, boks utilitas mencakup jaringan gas, air minum, telekomunikasi yang seluruhnya dalam rentang lebar 100-120 meter termasuk lebar jalan tol.

Pengembangan pusat pertumbuhan baru di Sumatera tak hanya di sisi selatan Sumatera, tetapi juga di sisi utara yaitu WPS Metro Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekan baru yang mencakup pembangunan kota baru Sei Mangkei. Kedua WPS ini akan terkoneksi dengan jaringan Tol Trans Sumatera sebagai penopang pusat pertumbuhan di Sumatera. Adanya jalan nasional di lintas timur dan barat, juga jaringan Tol Trans Sumatera, menjadikan kawasan ini lebih terbuka dari sisi konektivitas wilayah di Indonesia dengan negara-negara tetangga lainnya, misalnya jaringan jalan antar negara.

Sulitnya Pendanaan

Sebagai proyek skala besar, meritis jalan tol ini tak mudah, Tol Trans Sumatera sempat ditawarkan kepada para investor namun tak ada yang berminat karena kelayakan finansialnya atau financial internal rate of return (FIRR) yang rendah.

Hanya beberapa ruas yang memiliki nilai FIRR yang tinggi seperti ruas Medan-Binjai sebesar 15,98 persen dan Palembang-Indralaya 15,57 persen. Untuk ruas lainnya rata-rata masih di bawah 10 persen misalnya ruas Pekanbaru-Dumai yang hanya 9,01 persen. Untuk ruas timur-barat seperti Medan-Sibolga bahkan FIRR-nya hanya 7 persen, Aceh-Medan dan Palembang-Bengkulu masing-masing hanya 9 persen.

Dari sisi proyeksi arus volume kendaraan, ruas Medan-Binjai diperkirakan mencapai 13.550 kendaraan per hari, sedangkan Palembang-Indralaya mencapai 17.882 kendaraan per hari. Untuk ruas Pekanbaru-Dumai hanya 8.367 kendaraan dan Bakauheni-Terbanggi Besar sebanyak 9.470 kendaraan.

Pada 2008, Korea International Cooperation Agency (KOICA) merekomendasikan agar pembangunan jalan tol Trans Sumatera dilakukan langsung oleh pemerintah karena banyak ruas yang tak layak secara finansial. Dengan kondisi tersebut, sangat sulit bila mengandalkan peran swasta atau investor. Pemerintah akhirnya memutuskan pembangunan Tol Trans Sumatera melalui konsorsium BUMN yang dipimpin oleh Hutama Karya (HK) sebagai pelaksana proyek ini. HK mendapatkan suntikan modal dari pemerintah dengan skema Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari APBN.

Asian Highway dan Jembatan Selat Malaka

Banyaknya ruas di jaringan tol Trans Sumatera yang tak layak secara finansial tak menyurutkan tekad pemerintah. Selain ingin membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di Sumatera, ada skenario besar lainnya yaitu misi menyatukan daratan Asia dengan kepulauan Nusantara, dengan konsep Trans-Asian Highway.

Indonesia termasuk negara yang sepakat dengan Trans-Asian Highway, sebuah proyek kerjasama antara negara-negara di Asia dan Eropa di bawah United Nations Economic and Social Commision for Asia and the Pacific (UNESCAP). Jaringan jalan ini membentang 141.000 km mencakup 32 negara anggota termasuk Indonesia. Di sisi timur menyambung dari Tokyo, di barat dari Turki, di utara dari Rusia, dan paling ujung selatan berakhir di Denpasar, Bali melalui jaringan jalan di Sumatera dan Jawa.

Kawasan ASEAN, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepulauan, untuk mengintegrasikan jalan di kawasan butuh jaringan transportasi laut dan jaringan transportasi darat. Namun, jaringan transportasi laut punya keterbatasan kapasitas volume yang terus bertambah setiap tahun. Untuk mengatasi masalah ini, di sisi Semenanjung Malaysia yang berbatasan dengan Sumatera sempat digagas pembangunan Jembatan Selat Malaka (JSM) yang menghubungkan Malaysia dengan Riau, sebagai bagian dari Asian Highway yang ditargetkan beroperasi 2035. Ide ini belum direspons Indonesia dengan alasan Sumatera dan Jawa masih belum disatukan oleh jaringan transportasi darat.

Kebutuhan Menyambung Jawa-Sumatera

Menyambungkan Jawa dan Sumatera merupakan hal yang penting. Sumatera merupakan sumber energi dan bahan baku, sementara Jawa merupakan pusat industri. Tanpa konektivitas, maka alur perekonomian tidak akan tersambung. Ketimpangan ekonomi akan terjadi sehingga menyebabkan arus perpindahan penduduk yang tidak merata.

Data menunjukkan, persentase migrasi penduduk Sumatera ke Jawa selama ini sangat tinggi. Urbanisasi besar-besaran bisa dicegah bila ada upaya membangun pusat pertumbuhan baru di Sumatera, salah satunya dengan Tol Trans Sumatera. Sehingga keputusan pemerintahan Jokowi memprioritaskan Tol Trans Sumatera khususnya di sisi selatan Sumatera punya makna yang strategis.

Hadirnya Trans Sumatera juga penting untuk kelancaran arus barang, jasa dan mobilitas penduduk. Berdasarkan statistik perhubungan 2014, jumlah penumpang penyeberangan Merak-Bakauheni terus mengalami kenaikan, sejak 2010-2014 kenaikannya rata-rata 2,26 persen, misalnya pada 2010 mencapai 16,5 juta penumpang. Pada 2011 meningkat menjadi 17,5 juta penumpang dengan pertumbuhan 6,61 persen, pada 2012 naik 7,58 persen menjadi 18,92 juta penumpang.

Selain itu, kedua pulau punya karakteristik yang timpang dalam arus barang, misalnya pada 2013 arus bongkar barang di Lampung (Sumatera) mencapai 4,6 juta ton, sedangkan proses muat atau barang keluar lebih tinggi hingga mencapai 8,6 juta ton. Di sisi lain untuk wilayah Banten (Jawa) justru volume bongkar barang lebih tinggi dari proses muatnya, pada periode yang sama jumlah bongkar barang di Banten mencapai 17,08 juta ton, sedangkan proses muatnya hanya 6,14 juta ton. Munculnya pusat-pusat ekonomi baru setelah kehadiran Trans Sumatera diharapkan bisa memberikan keseimbangan untuk arus barang ini.

Terus Dikebut

Proyek Tol Trans Sumatera termasuk paling sering dijenguk oleh Jokowi setelah proyek transportasi massal MRT di Jakarta. Tol Trans Sumatera khususnya ruas Bakauheni-Bandar-Lampung-Palembang-Tanjung Api Api sepanjang 434 Km, menjadi salah satu pembuktian Jokowi bahwa pemerintahannya fokus pada pembangunan infrastruktur khususnya di luar Jawa. Proyek ini juga yang paling realistis dikebut jelang masa tugasnya sebagai presiden berakhir di 2019. Ditargetkan Bakauheni-Palembang sudah terhubung dengan tol pada 2018, sebelum penyelenggaraan Asian Games 2018, yang akan berlangsung mulai 18 Agustus-2 September 2018 di Jakarta, Jawa Barat dan Sumsel.

“Ini saya ke sini sudah yang kelima, saya cek, saya cek, saya cek, saya cek lagi, saya cek lagi,” kata Jokowi saat meninjau lokasi proyek di Lampung, Kamis (11/2/2016)

Proses konstruksi proyek ini relatif cepat untuk sebuah pembangunan jalan tol yang mulai groundbreaking 30 April 2015 lalu. Pengecoran bagian atas badan jalan atau rigid Tol Trans Sumatera di Desa Sabahbalau Kabupaten Lampung Selatan sudah mencapai 2,750 km pada pekan terakhir November 2015. Pada saat bersamaan, panjang jalan yang sedang dibuka mencapai 5,025 km.

Berselang sepekan, proses konstruksi tol sudah mencapai 2,9 km di awal Desember 2015. Saat Jokowi datang yang kelima kalinya untuk mengecek proyek ini, pada 11 Februari 2015, progres konstruksi sudah mencapai hampir 8 km. Untuk pembebasan lahan ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sudah mencapai 45 km dari sekitar 140 Km. Sisanya sekitar 100 Km belum dibebaskan, ditargetkan akan selesai pada September 2016.

“Saya kaget sampai detik ini sudah 7,8 km, kita harapkan saat lebaran beberapa ruas kita coba,” kata Jokowi.

Melihat menggebunya Presiden Jokowi, bukan tidak mungkin tol Trans Sumatera bisa selesai tepat waktu. Namun, selesainya tol Trans Sumatera ini akan kembali memunculkan kegaduhan soal pembangunan JSS. JSS menjadi sebuah pilihan manakala pembangunan armada kemaritiman tidak cukup kuat untuk dapat menghubungkan Jawa dan Sumatera.

JSS memang sudah dicoret karena dianggap tak sesuai visi membangun kemaritiman Indonesia. Jika memang demikian putusannya, maka pekerjaan rumah pemerintah tidak hanya berhenti dalam pembangunan Trans Sumatera. Pemerintah punya pekerjaan rumah lebih berat yakni membangun pelabuhan dan armada laut yang lebih kuat untuk menghubungkan Jawa dan Sumatera.

Baca juga artikel terkait JSS atau tulisan lainnya

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra