Menuju konten utama

Tol Bocimi: antara Konglomerasi Minuman & Upah Murah di Sukabumi

Tol Bocimi Seksi I sepanjang 15 Km dari Ciawi ke Cigombong sudah beroperasi.

Tol Bocimi: antara Konglomerasi Minuman & Upah Murah di Sukabumi
Pekerja menggarap pembangunan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) seksi 1 di Cigombong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/9/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - “Sukabumi itu punya semuanya: geopark, pantai, gunung. Masalahnya, perjalanan ke sana macet. Maka perlu jalan tol. Kemarin, Jalan Tol Bocimi ruas Ciawi-Cigombong sejauh 15,35 km saya resmikan”

Presiden Jokowi mencuit ihwal kegiatannya pada 1 Desember 2018 meresmikan proyek Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) di Gerbang Cigombong. Proyek Tol Bocimi mangkrak bertahun-tahun ini akhirnya sudah bisa dioperasikan 15,35 km dari total target sepanjang 54 km.

Proyek Jalan Tol Bocimi merupakan proyek yang sudah ada gagasannya sejak Orde Baru. Proyek itu sudah ditetapkan pada 1997. Dalam perjalanannya, pengerjaan jalan tol itu justru tersendat karena krisis ekonomi dan pembebasan lahan.

Para investor dan kontraktor proyek ini berganti-ganti. Awalnya, PT Trans Jabar Tol—selaku pengelola tol Bocimi—dikuasai oleh tiga perusahaan. Ketiga perusahaan itu antara lain PT Bukaka Teknik Utama Tbk. milik keluarga Jusuf Kalla dengan kepemilikan saham 35 persen, PT Graha Multitama Sejahtera sebesar 32,5 persen dan PT Karya Perkasa Insani sebesar 32,5 persen.

Namun, konsesi malah dijual ke Grup Bakrie pada 2011. Melalui Bakrie Toll Road, mereka menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 60 persen. Sisanya, dipegang PT Marga Sarana Jabar 25 persen dan PT Bukaka Teknik Utama 15 persen.

Hingga 2014, konstruksi Tol Bocimi tidak kunjung dilakukan. Struktur kepemilikan saham PT Trans Jabar Tol justru berubah. Pada tahun itu, Grup MNC milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo mengakuisisi Bakrie Toll Road.

Akuisisi itu membuat Bakrie Toll Road berubah nama menjadi MNC Toll Road. Penguasaan Tol Bocimi resmi berpindah tangan dari Grup Bakrie ke Grup MNC. Pasca pengambilalihan, Grup MNC menargetkan konstruksi Tol Bocimi dimulai pada awal 2015.

Sayangnya, target tersebut lagi-lagi meleset. Pemerintah kemudian mengambilalih pengerjaan Tol Bocimi itu melalui PT Waskita Toll Road selaku anak usaha dari PT Waskita Karya Tbk. pada 2015. Struktur kepemilikan PT Trans Jabar Tol pun kembali berganti. Waskita Toll Road menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 81 persen, PT Bukaka Mega Investama 10,14 persen dan PT Jasa Sarana 8,22 persen.

Februari 2015, konstruksi Tol Bocimi akhirnya mulai dikerjakan. Selang kurang lebih tiga tahun, sebagian Tol Bocimi mulai beroperasi, yakni ruas Ciawi-Cigombang, dan diresmikan oleh Jokowi awal Desember 2018 lalu. “Dengan nantinya selesai jalan tol ini, kami harap ekonomi Sukabumi berkembang, terutama dari pariwisata, di mana saya pikir memiliki kekuatan yang besar dan dapat berkembang dengan baik,” kata Jokowi.

Proyek yang menghabiskan nilai investasi sebesar Rp7,7 triliun ini nantinya akan memangkas waktu tempuh Bogor-Sukabumi—yang berjarak 67 km jika melalui jalan arteri—dari semula sekitar 4,5-5 jam menjadi sekitar 40 menit saja. Beroperasinya Jalan Tol Bocimi Seksi I Ciawi-Cigombang diperkirakan memangkas waktu tempuh dari Ciawi ke Cigombong yang semula 1,5 jam menjadi 15 menit. Tarif tol yang dipatok sekitar Rp15.000 per kendaraan.

Tol dan Konglomerasi Industri Minuman

Kehadiran Tol Bocimi seolah menjadi keharusan di tengah geliat Sukabumi sebagai pusat pertumbuhan industri di sekitar Jabodetabek. Sukabumi punya potensi lahan yang masih luas, ketersediaan air yang melimpah, hingga upah tenaga kerja yang masih rendah menjadi keunggulan kawasan ini.

Soal lahan industri, Pemda setempat juga sudah menyiapkan ruang untuk perkembangannya. Sebanyak tujuh kawasan industri dibangun di Kabupaten Sukabumi dengan luas lahan sekitar 2.096 hektare. Ketersediaan air, Sukabumi adalah surga air. Hasil penelitian Direktorat Geologi Tata Lingkungan bersama Bagian Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi menemukan 37 mata air di Kecamatan Cicurug dan Cidahu dengan total debit 1.335 liter per detik.

Kondisi ini membuat Sukabumi jadi "surga" industri minuman skala besar, banyak pabrik yang dibuka di sana, terutama pabrik minuman kemasan dengan produk yang cukup familiar. Ada nama Aqua yang mayoritas sahamnya dimiliki perusahaan multiinternasional Danone Grup.

Juga ada Indomilk dan Asahi milik konglomerasi Salim Group. Asahi diproduksi oleh perusahaan joint venture antara PT Indofood Asahi Sukses Beverage dan PT Asahi Indofood Beverage Makmur.

Nama produk minuman terkenal seperti Kratingdaeng yang berasal dari Thailand dan dimiliki TCP Group juga punya kegiatan produksi di Sukabumi. Di Indonesia, Kratingdaeng diproduksi oleh PT Asia Healthy Energy Beverages. Nama lain yaitu Yakult diproduksi oleh PT Yakult Indonesia Persada.

Produk You C 1000 digarap Keluarga Djojonegoro pada 2004 dan berdiri atas PT Djojonegoro C-1000. Produk ini berasal dari Jepang di bawah perusahaan makanan House Wellness Foods Corporation dari Jepang, juga punya pabrik di Sukabumi.

Danone Indonesia menyambut positif beroperasinya sebagian Tol Bocimi. Menurut mereka, perbaikan infrastruktur atau dibangunnya Tol Bocimi akan berdampak baik terhadap kinerja bisnis dan operasional perusahaan. “Karena akan membantu dalam memperlancar distribusi barang dan mengurangi kemacetan, yang berarti mengurangi penggunaan BBM dan gas buangan karbon,” kata Arif Mujahidin, Direktur Komunikasi Danone-Indonesia kepada Tirto.

Sebagai industri yang menghasilkan minuman, sangat rentan pada biaya distribusi yang akan mempengaruhi biaya bila jalur logistik terus didera kemacetan. Adanya tol tentu akan memangkas biaya pengiriman barang. Keberadaan tol dapat menurunkan biaya logistik sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ridwan Anas, Ofyar Z. Tamin dan Sony S. Wibowo dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Penelitian mereka yang berjudul “Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Sektor Industri Pengolahan” (2017) menyebutkan biaya transportasi barang menjadi lebih murah setelah dibangunnya jalan tol. Konteks penelitian itu adalah untuk menilai rata-rata biaya transportasi barang dari sektor industri pengolahan di Kabupaten Bandung ketika sebelum dan sesudah beroperasinya Jalan Tol Cipularang.

Infografik Tol Bocimi dan perusahaan di sukabumi

Dari hasil pengumpulan data diketahui rata-rata biaya transportasi barang dari sektor industri pengolahan di Kabupaten Bandung sebelum beroperasinya jalan tol adalah sebesar 5,9 persen dari total biaya produksi. Setelah jalan tol beroperasi, rata-rata biaya transportasi barang tersebut menurun menjadi 1,1 persen dari total biaya produksi. Dengan demikian, kehadiran tol memiliki dampak terhadap penurunan biaya transportasi barang.

Dalam konteks Sukabumi dan keberadaan industri minuman di sana, beroperasinya sebagian Tol Bocimi tentu akan memberi dampak efisiensi bagi industri. Seharusnya, efisiensi industri karena keberadaan tol itu juga berefek pada kesejahteraan buruh industri di Sukabumi.

Saat ini, upah pekerja di Kabupaten Sukabumi terbilang kecil di antara kawasan industri lainnya di sekitar Jabodetabek. Pada 2018, UMK Kabupaten Sukabumi hanya sebesar Rp2,58 juta per bulan, memang sedikit lebih tinggi dari Kabupaten Cianjur yang hanya Rp2,16 juta. Juga lebih tinggi dari UMK Kota Sukabumi Rp2,158 juta.

Namun, UMK (Kabupaten dan Kota) di Sukabumi jauh lebih kecil ketimbang kawasan lain, seperti Kabupaten Bekasi yang memiliki UMK sebesar Rp3,83 juta per bulan. UMK Sukabumi juga jauh di bawah Kabupaten Serang sebesar Rp3,58 juta, Kabupaten Purwakarta Rp3,44 juta, Kabupaten Karawang Rp3,91 juta.

Tol Bocimi dibangun untuk melayani siapa saja, termasuk pelaku industri di Sukabumi. Namun, infrastruktur yang dibangun pemerintah semestinya juga dirasakan oleh masyarakat terutama pekerja industri sebagai berkah dari kehadiran tol yang melintas di wilayahnya. Ini persis yang sering diucapkan Presiden Jokowi saat meresmikan infrastruktur termasuk tol, yang muaranya adalah kesejahteraan masyarakat dan ekonomi yang berkembang, bukan?

Baca juga artikel terkait TOL BOCIMI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra