tirto.id - Ada anekdot yang melekat bagi fans timnas Meksiko. "Di antara kepastian hidup adalah matahari terbit di timur, bumi bulat, dua ditambah dua sama dengan empat, dan Meksiko akan mencapai putaran 16 Piala Dunia FIFA,"
Jika ditanya siapakah tim terkuat dan terstabil pada Piala Dunia dalam kurun waktu tiga windu terakhir maka jawabannya adalah Brasil dan Jerman. Pada enam gelaran Piala Dunia sebelumnya, dua tim ini selalu bisa lolos hingga babak perempatfinal. Tiga gelar juara Piala Dunia 1994, 2002 dan 2014 malah sempat mampir ke Brasil dan Jerman.
Lalu setelah Brasil dan Jerman lantas apa? Jawabannya bukanlah tim-tim kuat macam Perancis, Argentina, Spanyol, Uruguay, Italia atau tim yang paling sering mengecewakan fansnya yakni Inggris. Tim paling setelah Brasil dan Jerman adalah Meksiko.
Seperti dikatakan di awal, negara yang sering dijuluki Ciudad de los Palacios atau Kota Istana ini selalu bisa melalui fase grup Piala Dunia selama enam kali berturut-turut. Prestasi ini tak pernah dilakukan tim besar lain selain Brasil dan Jerman.
Kutukan di Perempat final
Ironisnya, dari enam kali lolos ke babak 16 besar itu, mereka tak pernah mampu melenggang ke babak perempatfinal. Los Tricolores tak pernah lagi mendulang prestasi bagus seperti saat Piala Dunia 1986. Saat itu mereka menjadi tuan rumah dan bermain hingga perempatfinal.
Usai Piala Dunia 1986, Meksiko sebetulnya bisa meneruskan tren apik itu pada Piala Dunia 1990. Sayang mereka dihukum FIFA karena setahun sebelumnya terlibat skandal Cachirules, kecurangan karena memalsukan umur pemain pada turnamen Concacaf U-20.
Meksiko muncul kembali pada Piala Dunia 1994. El Tri memiliki satu set pemain fantastis yang membuat mereka jadi pemuncak grup, menyisihkan tiga tim kuat Eropa: Italia, Norwegia dan Irlandia. Sayang pada babak 16 besar mereka ditekuk Bulgaria dalam drama adu penalti.
Empat tahun kemudian, Meksiko yang masih mengandalkan penyerang gaek Manuel Lapuente, tiba di Piala Dunia 1998 Prancis. Pada fase grup lagi-lagi mereka tampil memukau. Bersama Belanda, Belgia dan Korea Selatan, Meksiko mengakhiri klasemen di urutan kedua dengan lima poin tanpa kekalahan.
Poin itu sama seperti yang diraih Belanda yang kala itu bermain superior hingga bisa lolos sampai semifinal. Pada fase grup, Meksiko mampu menahan Belanda dengan skor 2-2. Apes bagi Meksiko, kalah selisih gol dari Belanda membuat mereka berjumpa Jerman di babak 16 besar.
Dan sekali lagi satu kursi di perempat final memang tidak ditakdirkan untuk Meksiko. Tim ini membuka skor pada menit ke-47, tetapi gol Jurgen Klinsmann pada menit ke-75 dan Oliver Bierhoff empat menit jelang pertandingan berakhir mengubur semua harapan.
Seolah-olah sejarah buruk itu tidak pernah cukup saat itu. Pada Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang, Meksiko punya kans memecahkan rekor buruk. Musuh yang dihadapi lebih enteng yaitu Amerika Serikat yang selalu mereka kalahkan di Piala Konfederasi.
Terlalu jemawa, Meksiko didepak AS dengan skor 2-0. Laga ini akan selalu diingat, sebab sampai beberapa dasawarsa rivalitas antara AS dan Meksiko terus meningkat hingga akhirnya meruncing menjadi rivalitas yang disebut Dos a Cero, mirip seperti El Classico.
Apes bagi Meksiko pada gelaran Piala Dunia 2006 dan 2010, mereka harus berjumpa Argentina secara dua kali berturut. Kegagalan ini terulang pada Piala Dunia 2014 bertemu dengan Belanda.
Mengejar Asa di Rusia
Sesaat sebelum pergi ke Rusia, banyak yang meragukan kemampuan pelatih Juan Carlos Osorio. Ada ketakutan sosok yang pernah menimba ilmu di Manchester City ini akan mengalami nasib serupa seperti Miguel Mejia Baron (1994), Manuel Lapuente (1998), Javier Aguirre (2002 dan 2010), Ricardo La Volpe (2006) dan Miguel Herrera (2014).
Meksiko telah memiliki 16 manajer sejak 1993. Dari semuanya, hanya Mejia Baron dan La Volpe yang dipandang bisa menampilkan permainan konstan saat proses Kualifikasi atau putaran final Piala Dunia.
Mejia Baron melatih dari 1993 hingga 1995 dan La Volpe dari 2002 hingga 2006. Setelah mereka, tidak ada pelatih Meksiko lainnya yang menghabiskan lebih dari empat tahun di dalam tim.
Sulit memang untuk mengumpulkan skuad yang bagus jika tak ada kontinuitas. Regenerasi dan kedalaman skuad Jerman yang dianggap terbaik di dunia tak akan pernah ada jika federasi sepakbola Jerman tak mempercayai Joachim Loem sejak 2006 silam.
Kemenangan atas Jerman di laga perdana pekan lalu mulai memunculkan tekanan baru pada tim Meksiko saat ini. Mereka memiliki lebih dari 100 juta orang yang menunggu bahwa tim ini harus melangkah lebih lauh.
Para fans berharap di Rusia tim mereka bisa melakoni quinto partido (pertandingan kelima, setara dengan tempat di perempat final). Secara kemampuan tim, mereka sebetulnya mampu.
Meksiko saat ini amatlah berbeda dengan Meksiko pada generasi sebelumnya. Tim sekarang adalah sebuah generasi yang penuh dengan pengalaman
Untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka, Meksiko tampil di Piala Dunia dengan setengah anggotanya bermain di Eropa. Kebanyakan bahkan menjadi pemain penting di beberapa klub besar.
Nukleus Eropa itu termasuk Hernandez (West Ham United), Miguel Layun (Sevilla), Hirving Lozano (PSV Eindhoven), Raul Jimenez (Benfica), dan Hector Herrera, Jesus Corona dan Diego Reyes (Porto) dan beberapa nama lain.
“Kami memiliki kelompok pemain yang solid dengan pengalaman di liga-liga terbesar di Eropa. Jika Raul, Javier dan Hirving berada di puncak permainan mereka, maka kita bisa mencetak gol melawan siapa pun," ucap sang pelatih Juan Carlos Osorio.
Dengan skuat seperti itu, ambisi quinto partida diimajinasikan bisa digapai. Hanya saja tergantung siapa lawan yang akan mereka hadapai nanti di babak 16 besar. Para juara dan runner-up grup F, akan bersua dengan juara dan runner-up grup E yang diprediksikan akan diisi oleh Brasil, Swiss atau Serbia.
Kans Brasil untuk menjuarai grup itu amat terbuka lebar. Agar tak berjumpa tim kuat di babak 16 besar, mau tak mau Meksiko mesti menjuarai grup F. Dan kemenangan atas Korea Selatan malam nanti setidaknya akan mempermudah asa mereka mencicipi quinto partida yang tak pernah dirasakan hampir 30 tahun lamanya.
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan