tirto.id - Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan mengapresiasi keterbukaan pihak kepolisian di dalam penyelidikan kasus kematian terduga teroris Siyono.
"Saya lihat Kapolri sudah sangat terbuka dalam menangani kasus ini. Beliau memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini," kata Edi Saputra Hasibuan, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, (12/4/2016).
Edi mengacu kepada pernyataan-pernyataan kepolisian ke publik melalui media massa yang dinilainya cukup baik, serta sikap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang membuka diri terhadap proses otopsi Siyono yang diprakarsai PP Muhammadiyah.
Polri, menurut Edi, memiliki harapan yang sejalan dengan masyarakat yang juga menginginkan pengusutan kasus Siyono segera selesai sekaligus berhasil mengungkap jika ada pihak yang bersalah, mengingat kasus ini menyangkut kepercayaan masyarakat kepada korps berbaju coklat itu.
Edi mengharapkan agar masyarakat berkenan memberi waktu bagi kepolisian untuk mendalami dan memeriksa kemungkinan adanya pelanggaran prosedur dalam penangkapan Siyono, sembari menegaskan komitmen Kompolnas untuk terus mengawasi kasus ini.
"Saya kira polisi akan menyampaikan perkembangan kasusnya kepada masyarakat. Masyarakat ada baiknya memberi waktu bagi Polri untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan kepada oknum yang diduga melakukan pelanggaran prosedur," pungkasnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan bahwa pola-pola operasi Detasemen Khusus 88 Antiteror lebih berpotensi menciptakan radikalisasi baru dibandingkan deradikalisasi.
"Cara kerja Densus 88 justru memicu adanya perasaan dendam dan marah yang akan menyebabkan muncul radikalisasi-radikalisasi baru," kata Dahnil dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, di Jakarta, Selasa, (12/4/2016).
Dahnil menceritakan bahwa almarhum Siyono memiliki lima anak yang saat ini masih trauma dengan kematian ayahnya sebagai terduga teroris. Beberapa anak Siyono kerap mengigau dan menyebut-nyebut kematian ayahnya.
Dahnil memperingatkan bahwa anak-anak Siyono, bila tidak mendapatkan penyembuhan trauma yang tepat, bisa saja menyimpan dendam dan selanjutnya berpotensi menjadi radikal.
"Karena itu, Muhammadiyah berusaha merangkul anak-anak dan keluarga Siyono, serta memberikan penyembuhan trauma kepada mereka tanpa ada dana dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang salah satu programnya adalah deradikalisasi," pungkasnya. (ANT)