tirto.id - Sejumlah 18 tentara pemerintah Filipina dan lima gerilyawan Abu Sayyaf tewas dalam tembak-menembak di wilayah Filipina Selatan pada Sabtu, (9/4/2016).
Mayor Filemon Tan, Juru Bicara Komando Militer Mindanao Barat, menyatakan bahwa pertempuran itu juga mengakibatkan 53 tentara Filipina dan 20 gerilyawan terluka.
Ia menuturkan bahwa kontak senjata dimulai pukul 07.55 waktu setempat pada Sabtu, (9/4), di Desa Baguindano, Kota Kecil Tipo-tipo di Basilan, dengan melibatkan pasukan dari Batalion Pasukan Khusus Ke-4 Angkatan Darat dan Batalion Infantri Ke-44 melawan sebanyak 120 gerilyawan Abu Sayyaf. Mayor Filemon mengatakan bahwa pertempuran baru berakhir sekitar pukul 17.30 waktu setempat.
Juru Bicara Divisi Infanteri Ke-1 Angkatan Darat Filipina Letnan Kolonel Benedicto Manquiquis, mengatakan bahwa tentara Filipina tengah menggelar operasi tempur ketika bentrokan terjadi, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu, (10/4/2016).
Tan tak bersedia memberi perincian lebih lanjut mengenai peristiwa tersebut, dan mengatakan ia sedang mempersiapkan pernyataan yang lebih detil.
"Mula-mula, saya mengkonfirmasi bahwa ada bentrokan di Barangay (Desa) Baguindano, Tipo-tipo, Basilan. Hasilnya ialah di pihak pemerintah 18 prajurit KIA (gugur dalam tugas) dan 53 prajurit WIA (cedera dalam tugas)," tandas Tan.
Kelompok Abu Sayyaf, yang memiliki 400 anggota dan didirikan pada awal 1990-an oleh gerilyawan Muslim garis keras, adalah kelompok pemberontak yang beroperasi di Filipina Selatan. Kelompok itu memiliki reputasi yang negatif karena seringkali melakukan serangkaian penculikan, pemboman, bahkan pemenggalan kepala selama beberapa dasawarsa belakangan.
Sementara itu, keluarga Suriansah, salah satu WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, mengaku semakin cemas dengan nasib anggota keluarga mereka.
"Kami berharap Pak Suriansah sebagai suami dan ayah sebagai tulang punggung keluarga kembali di Kendari dalam keadaan selamat," kata istri korban Idawati di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat, (10/4/2016).
Suriansah adalah ayah dari dua orang anak yang masih duduk di bangku kelas 3 dan kelas 1 Sekolah Dasa 7 Baruga. Suriansah, yang disandera bersama sembilan orang rekannya oleh kelompok Abu Sayyaf pada 23 Maret 2016 lalu di perairan Filipina, adalah kepala kamar mesin II di salah satu kapal yang dibajak.
"Terakhir bapak berkomunikasi dengan saya dan anak-anak menjelang bertolak ke Filipina. Setiap bapak mau berlayar selalu berbicara dengan saya dan anak-anaknya di Kendari," aku Idawati.
Idawati yang diselimuti kesedihan dan rasa cemas menambahkan bahwa suaminya berada di Kendari pada Oktober 2015.
"Pada Oktober 2015 bertemu anak-anak dan keluarga saat beroperasi rute Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan Torobulu, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Ia berharap agar pemerintah Indonesia dapat menyelamatkan suaminya dari cengkraman pelaku sandera.
"Suami saya dan ayah dari Adnansah Suriansah (anak sulung) dan Azza Aisiyah (anak bungsu) mencari nafkah untuk keluarga tetapi kerja keras juga memberi kontribusi devisa untuk negara," pungkasnya. (ANT/XIN)