Menuju konten utama

Tema Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan Sedunia 17 Juni

Sejarah dan tema Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan Sedunia 17 Juni 2022.

Tema Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan Sedunia 17 Juni
Warga mengambil air di mata air sungai yang mengering Desa Weninggalih, Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/9/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan Sedunia ditetapkan setiap tahun pada tanggal 17 Juni. Dikutip dari laman Green Universitas Indonesia, desertifikasi adalah tipe degradasi lahan yang relatif kering menjadi semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi, dan juga hewan liar.

Masalah kekeringan menjadi ancaman serius yang terus dihadapi oleh berbagai negara. Dilansir dari laman United Nations, kekeringan adalah salah satu ancaman terbesar bagi pembangunan berkelanjutan, terutama di negara berkembang.

Kini masalah kekeringan juga semakin meningkat di negara maju. Faktanya, diperkirakan bahwa pada tahun 2050 kekeringan dapat mempengaruhi lebih dari tiga perempat populasi dunia.

Hari Dunia untuk Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan bertujuan guna meningkatkan kesadaran publik akan upaya internasional untuk memerangi penggurunan.

Peringatan tersebut menjadi momentum unik untuk mengingatkan semua orang bahwa netralitas degradasi lahan dapat dicapai melalui pemecahan masalah, keterlibatan masyarakat yang kuat dan kerjasama di semua tingkatan.

Tema Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan

Pada tahun 2022 ini, tema Hari Internasional Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan adalah “Rising Up From Drought Together” yang berarti "Bangkit dari Kekeringan Bersama".

Peringatan tahun ini dimaksudkan untuk semakin meningkatkan kesadaran perlunya tindakan dini untuk menghindari konsekuensi bencana bagi umat manusia dan ekosistem planet.

Dilansir dari laman United Nations, jumlah dan durasi kekeringan meningkat 29 persen sejak tahun 2000, dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya (WMO 2021). Krisis air yang dihadapi oleh 2,3 miliar orang merupakan kasus nyata persoalan kekeringan.

Semakin banyak manusia yang akan tinggal di daerah ekstrem yang kekurangan air. Bahkan UNICEF memperkirakan satu dari empar anak pada tahun 2040 akan mengalami kekurangan air. Tidak ada negara yang kebal terhadap kekeringan (UN-Water 2021).

Infografik SC Bangkit dari Kekeringan

Infografik SC Bangkit dari Kekeringan. tirto.id/Fuad

Unduh Logo dan Materi Digital

Logo dan materi yang berkaitan dengan peringatan Hari Internasional Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan dapat Anda akses melalui tautan berikut. Anda akan menemukan logo Hari Internasional dalam beberapa bahasa, versi animasinya, serta poster, spanduk, video, dan konten lain untuk dibagikan.

Persoalan Desertifikasi

Dilansir dari laman United Nations, desertifikasi adalah degradasi lahan di daerah kering, semi-kering dan sub-lembab kering. Penyebabnya karena aktivitas manusia dan variasi iklim. Hal tersebut terjadi karena ekosistem lahan kering, yang mencakup lebih dari sepertiga luas daratan dunia, sangat rentan terhadap eksploitasi berlebihan dan penggunaan lahan yang tidak tepat.

Kemiskinan, ketidakstabilan politik, penggundulan hutan, penggembalaan berlebihan, dan praktik irigasi yang buruk semuanya dapat merusak produktivitas lahan. Masalah desertifikasi membutuhkan lebih banyak perhatian.

Jika tanah terdegrasadi dan berheti menjadi produktif, maka ruang alami akan memburuk dan berubah. Hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati berkurang. Ini juga berarti ada lebih sedikit ruang liar untuk menyangga zoonosis, seperti COVID-19, dan melindungi kita dari peristiwa cuaca ekstrem, seperti kekeringan, banjir, dan badai pasir dan debu.

Dalam menyikapi persoalan ini, UNCCD menyerukan kepada semua anggota komunitas global untuk:

- Memperlakukan tanah sebagai modal alam yang terbatas dan berharga;

- Memprioritaskan kesehatannya dalam pemulihan pandemi; dan

- Mendorong keras untuk memulihkan tanah selama Dekade Restorasi Ekosistem PBB.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dipna Videlia Putsanra