Menuju konten utama

Tangan Dingin Bill Nicholson di Balik Kejayaan Tottenham 1960-an

Bill Nicholson membawa Tottenham menapaki era kejayaan berbekal skuad mumpuni dan taktik push and run. Lihai menakar potensi pemain muda.

Tangan Dingin Bill Nicholson di Balik Kejayaan Tottenham 1960-an
Bill Nicholson. FOTO/tottenhamhotspur.com/

tirto.id - Karier William Edward Nicholson sebagai pesepak bola memang tidak setenar Alfredo di Stefano atau Ferenc Puskas yang meraih berbagai penghargaan individu. Legenda yang beken dengan panggilan Bill Nicholson ini mengawali karier profesionalnya bersama Tottenham Hotspur saat melawan Blackburn Rovers pada 22 Oktober 1938.

Sejak itu, sosoknya selalu lekat dengan Tottenham. Di bawah asuhan manajer Arthur Rowe, Nicholson diplot mengisi posisi bek tengah. Bersama pelatih yang terkenal dengan gaya bermain push and run itu, Nicholson meraih gelar juara Liga Inggris di musim 1950/1951. Nicholson mencatatkan 341 pertandingan bersama Tottenham hingga pensiun pada musim 1954/1955.

Meski moncer di klub, kariernya di level tim nasional sungguh singkat. Nicholson hanya sempat membela The Three Lions saat menghadapi Portugal pada 1951. Kala itu, dia mencetak 1 gol.

Pada masa akhir sebagai pemain, Nicholson mengikuti kursus kepelatihan Football Association (FA) dan sempat melatih di Cambridge University. Nicholson lalu kembali ke Spurs kala ditunjuk menjadi asisten manajer oleh Jimmy Anderson—pengganti Arthur Rowe.

Tiga tahun kemudian, Nicholson dipercaya mendampingi manajer Timnas Inggris Walter Winterbottom di Piala Dunia 1958. Kejeniusannya menganalisis pertandingan berhasil membawa The Three Lions menahan imbang juara bertahan Brazil 0-0.

Awal Karier Manajer yang Gemilang

Dalam autobiografi Glory, Glory: My Life With Spurs, Nicholson menceritakan bagaimana kisahnya saat diangkat menjadi manajer menggantikan Jimmy Anderson.

Pada awal Oktober 1958, vice-chairmanTottenham Fred Wale menawarkan kepadanya untuk menggantikan Anderson. Namun, Wale tidak membahas kenaikan gaji atau menawarkan kontrak baru. Nicholson sendiri sebenarnya tidak terlalu memikirkan soal ada atau tidaknya kontrak baru. Pasalnya, siapa pun pasti akan dipecat kalau kinerjanya tidak memuaskan, meski ada kontrak sekali pun.

Jadi, Nicholson langsung menerima tawaran itu tanpa membahas persoalan kontrak. Nicholson cukup percaya diri dengan pengalamannya selama empat tahun belakangan sebagai asisten manajer. Dia juga pernah bekerja sebagai instruktur fisik di Durham Light Infantry saat Perang Dunia II berkecamuk. Pengalaman itu dirasanya juga cukup mengasah keahlian manajerialnya.

Debutnya sebagai manajer Spurs berjalan cukup mengesankan. Di pertandingan pertamanya sebagai manajer, dia sukses memimpin Tottenham mencundangi Everton dengan skor telak 10-4. Kemenangan itu terbilang istimewa karena Nicholson mengambil alih komando kala performa klub sedang buruk. Saat itu, Tottenham berada di urutan ke-17 dari 22 klub yang berlaga di Divisi Pertama Liga Inggris musim 1958/59.

Dengan segala keterbatasan yang ada, Nicholson mampu menyelamatkan Tottenham dari jurang degradasi. Tottenham berhasil finis di posisi ke-18 di akhir. Dari total 12 pertandingan yang dilakoninya selama sisa musim itu, Nicholson mampu memenangkan sembilan pertandingan.

Selain piawai meramu taktik dan menganalisis lawan, Nicholson juga lihai menilai potensi pemain yang dibutuhkan oleh klub. Sebelum musim 1959/60 bergulir, Nicholson merekrut sejumlah pemain seperti Les Allen, Bill Brown, Dave Mackay, dan John White untuk membenahi performa klub yang sedang terpuruk.

Para rekrutan baru pilihan Nicholson itu berhasil membantu Tottenham memenangi 12 laga berturut-turut di awal musim. Nicholson menduetkan Les Allen yang diboyong dari Chelsea dengan Bobby Smith di lini depan. Keduanya lantas menjelma jadi sosok menakutkan bagi pertahanan tim lawan. Allen mencetak 23 gol, sementara Bobby berhasil mencatatkan 33 gol. Di akhir musim, Tottenham sukses melejit ke posisi ke-3 klasemen akhir Liga Inggris.

Menorehkan Berbagai Rekor

Nicholson hanya membutuhkan satu setengah musim untuk membangun skuad yang solid. Musim 1960/61 menjadi tahun yang bersejarah bagi Nicholson karena berbagai rekor yang dicapainya.

Di atas kertas, manajer kelahiran 26 Januari 1919 itu punya skuad mumpuni. Dia punya penyerang tajam macam Bobby Smith dan Les Allen, pemain sayap Cliff Jones dan Terry Dyson, hingga kapten tim Danny Blanchflower yang mampu mendukung taktik push and run.

Dengan skuad itu Spurs berhasil memenangi 11 laga pertama musim 1960/61. Torehan ini menjadi tengara awal masa keemasan Tottenham Hotspur. Spurs merhasil merebut gelar juara Liga Inggris musim itu dan sekaligus menjadi kampiun FA Cup. Ia menjadi klub pertama yang meraih double winners di abad ke-20.

Di musim berikutnya, meski gagal menjuarai Liga Inggris, Nicholson berhasil memimpin Tottenham mempertahankan gelar FA Cup. Dia juga berhasil merekrut pemain yang kemudian didapuk sebagai penyerang terbaik dalam sejarah Tottenham Hotspur: Jimmy Greaves.

Tottenham mendatangkan Greaves ke White Hart Lane dari AC Milan dengan nilai transfer £99,999 pada Desember 1961. Greaves menorehkan 266 gol dari total 379 laga selama berseragam Tottenham. Dia merupakan salah satu rekrutan terbaik Nicholson. Dalam autobiografinya, Nicholson mengaku tertarik memakai jasa Greaves sejak dia masih membela Chelsea.

“Saya ingin merekrutnya sejak melihatnya mencetak gol pertamanya di Liga Inggris saat debut bersama Chelsea di White Hart Lane. Sungguh, itu gol yang luar biasa! Dia mengalahkan tiga pemain bertahan sebelum menceploskan bola ke gawang. Dia memiliki dalam improvisasi permainan dan kejeniusan,” tulis Nicholson.

Kemampuan Greaves semakin terasah di bawah asuhan Nicholson. Sebelum final UEFA Winners Cup 1963, Greaves sudah 42 kali mencatatkan namanya di papan skor. Jimmy menambah dua gol lagi saat Tottenham mengalahkan Atletico Madrid dengan skor 5-1 pada final UEFA Winners Cup. Kemenangan ini menjadikan Tottenham sebagai klub Inggris pertama yang menjuarai kompetisi level Eropa.

Pada musim 1964 hingga 1966, Nicholson merekrut lagi beberapa pemain berbakat untuk memperkuat Tottenham. Di antaranya Pat Jennings, Alan Gilzean, Cyril Knowles, Terry Venables, Alan Mullery, dan Mike England. Skuad yang makin komplet itu membuat Tottenham semakin tak terbendung dalam beberapa musim selanjutnya.

Pencapaian tertinggi Nicholson selama melatih Tottenham dicapai pada musim 1971/72. Dia berhasil membawa Tottenham menjuarai UEFA Cup—membuat Spurs tercatat sebagai klub Inggris pertama yang menjuarai dua kompetisi level Eropa yang berbeda.

Saat Nicholson pensiun melatih Tottenham pada 29 Agustus 1974, dia telah mempersembahkan delapan gelar juara di semua kompetisi besar domestik dan Eropa serta tiga trofi minor. Tahun-tahun keemasan Tottenham Hotspur bersama Nicholson dikenang para pendukungnya sebagai The Glory Glory Years.

Infografik Bill Nicholson

Infografik Bill Nicholson. tirto.id/Fuadi

Dedikasi Mr. Tottenham

Dedikasi Nicholson kepada Tottenham tidak berhenti, meski dia pensiun melatih. Setelah sempat menjadi penasihat West Ham United, Nicholson akhirnya kembali ke “rumah” pada 1976 dan ditugasi menjadi kepala pemandu bakat.

Sebagai pemandu bakat, Nicholson mendatangkan Gary Mabbutt dari Bristol Rovers. Seperti Greaves, Mabbutt juga merupakan salah satu rekrutan terbaik pilihan Nicholson. Selama berseragam Tottenham, Mabbutt mencatatkan 611 penampilan di seluruh kompetisi dan menjadi kapten tim selama 11 tahun.

Kecintaan Nicholson terhadap sepak bola dan Tottenham berbalas berbagai penghargaan individu. Di antaranya dia terpilih sebagai Bell’s Scotch Whisky Manager of the Month pada September 1970. Asosiasi pesepak bola profesional juga menganugerahinya PFA Merit Award pada 1984. Untuk menghormati dedikasi seumur hidupnya pada Tottenham, namanya lalu diabadikan jadi nama jalan menuju stadion White Hart Lane.

Usai pensiun dari jabatannya di klub pada Juli 1997, Nicholson rupanya tidak pernah mau pensiun dari dunia sepak bola. Hingga wafat pada 23 Oktober 2004, Nicholson selalu tak pernah jauh dari White Hart Lane. Para fan Tottenham mengenangnya sebagai Mr. Tottenham—manajer tersukses sepanjang sejarah klub yang mendedikasikan hidupnya untuk Totteham.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Rangga Naviul W

tirto.id - Olahraga
Penulis: Rangga Naviul W
Editor: Windu Jusuf