tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri mengatakan, pemerintah akan menghadapi kesulitan dalam menggaet partisipasi swasta dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Menurut Faisal, ada kendala yang tengah dihadapi, yakni ketidakpastian bagi dunia usaha yang membuat investor belum tentu terlibat dalam proyek pemerintah.
"Skema KPBU ini bikin suasana gamang. Karena apa? Ketidakpastian," kata Faisal dalam diskusi bertajuk 'Menjawab Tantangan Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum', Selasa (23/7/2019).
Dari data ease of doing business [tingkat kemudahan berbisnis], kata dia, Indonesia sebenarnya sudah mengalami banyak perbaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Dari semula pernah berada di posisi 129 dari 190 negara, pada 2017 Indonesia sudah berada di peringkat ke-73, meskipun sempat memburuk di tahun berikutnya. Namun, kata Faisal, perbaikan yang dilakukan pemerintah ternyata mandek.
Ia mendapati ada satu faktor yang tak kunjung berhasil diperbaiki pemerintah yaitu aspek enforcing contract.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia dinilai kerap tak menghargai atau melaksanakan kesepakatan yang sudah ada. Salah satu contohnya, kata Faisal, adalah kesepakatan pada blok migas Masela yang sempat diubah Presiden dari offshore ke onshore yang menyebabkan biaya fasilitas membengkak.
"Enforcing contract kita 146 dari 190 negara. Ini yang gak diselesaikan akar masalahnya. Kemudian ini kalau kita liat skornya cuma 47,23 dari skala 0-100. Ini Indonesia E, E minus," ucap Faisal.
Padahal, kata Faisal, Indonesia saat ini sudah tidak bisa bergantung pada APBN sebab belanja negara sedang terbebani oleh pembayaran bunga utang, belanja personil dan barang negara.
Kalau pun mengandalkan BUMN, ia menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan penyaluran utang melalui perusahaan plat merah itu sudah mentok.
"Ini udah gak bisa lagi. Maka untuk membangun infrastruktur suka atau tidak suka harus pakai metode lebih banyak pakai partisipasi dunia usaha. Atau gak ya collapse kita," kata Faisal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali