Menuju konten utama

Tak Cukup di Atas Kertas, KIA!

Merek mobil KIA di dunia otomotif internasional cukup mentereng, termasuk di pasar otomotif AS yang terkenal ketat untuk urusan kualitas. KIA juga digadang-gadang sebagai merek mobil yang akan meraup capaian positif di masa mendatang. Sayangnya, di Indonesia, mobil-mobil buatan Korea Selatan (Korsel) seperti KIA dianggap mobil kelas dua. Keberadaan mobil murah juga makin menekan eksistensi mereka di Tanah Air.

Tak Cukup di Atas Kertas, KIA!
Mobil KIA All New Sportage dipamerkan saat acara GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016,di Indonesia Convention Exibition (ICE) BSD City Tangerang. [TIRTO/Andrey Gromico]

tirto.id - Mobil KIA merupakan simbol keperkasaan industri roda empat di Asia. Sesuai dengan namanya, KIA yang berasal dari kata “KI” sebuah karakter Cina yang berarti kebangkitan, sedangkan “A” merujuk pada benua Asia. Jadi sangat layak KIA dianggap jadi simbol kebangkitan industri otomotif Asia khususnya Korea Selatan.

KIA termasuk merek mobil yang diproyeksikan tetap mandiri dalam menghadapi strategi persaingan masa depan. Prinsip berdiri di kaki sendiri bakal menjadi pijakan KIA. Setidaknya ada 63 persen responden menganggap KIA bisa bertahan tanpa aliansi atau merger dengan produsen lain. KIA hanya sedikit di bawah BMW maupun VW yang masing-masing 78 persen dan 76 persen. Hal itu tertuang dalam KPMG's The Global Automotive Executive Survey 2015, yang merupakan hasil survei terhadap 200 senior eksekutif pelaku industri otomotif dunia termasuk para CEO, yang mencakup produsen mobil, supplier, diler, perusahaan jasa keuangan, perusahaan jasa rental dan lainnya.

Dalam hal teknologi masa depan, produsen mobil dari Asia ini termasuk yang siap merealisasikan sebuah konsep mobil tanpa sopir beberapa tahun ke depan. KIA/Hyundai memang hanya mendapat persentase 3,5 persen, terpaut tipis dengan Honda yang meraih 4,5 persen. Sedangkan yang paling dianggap siap adalah BMW dengan persentase 24,5 persen, dibayangi Daimler 15,5 persen, dan GM hanya 11,5 persen.

Para pelaku industri otomotif dunia khususnya dari Amerika Utara, Eropa Barat, Cina umumnya pesimistis terhadap teknologi mobil tanpa sopir bisa segera terealisasi dan diproduksi massal dalam waktu dekat. Setidaknya masih dibutuhkan 20 tahun lagi untuk mewujudkannya. Sedangkan bagi pelaku otomotif Jepang dan Korsel, produksi massal mobil tanpa sopir segera bisa terealisasi dalam kurun 11-20 tahun mendatang. Setidaknya ini didapat dari pandangan 33 persen pelaku industri otomotif dunia.

“Hampir pasti diperkirakan tersedia pada 2020, hingga 10 persen kendaran yang dibuat massal jenis mobil tanpa pengemudi,” kata Asia Pacific Head of Automotive KPMG di Korea, Seung Hoon Wi.

Proyeksi gemilang para pelaku industri otomotif terhadap KIA/Hyundai juga tercermin dari perkiraan pertumbuhan pangsa pasar yang paling pesat. Kedua produsen otomotif asal Korsel ini menempati posisi teratas dari 20 produsen mobil di dunia.

Sebanyak 78 persen para eksekutif memandang KIA/Hyundai paling pesat tumbuh, sedangkan 17 menganggap akan stagnan, dan sisanya memperkirakan akan turun pasarnya. Keduanya hanya terpaut tipis dengan VW, yang meraih 75 persen beranggapan akan tumbuh positif.

Sementara itu, produsen mobil dari AS seperti Ford justru paling banyak dianggap akan stagnan pertumbuhannya. Hanya 45 persen yang menganggap Ford akan tumbuh. Perkiraan yang buruk terhadap Ford dan nilai sangat positif terhadap KIA/Hyundai sangat beralasan. Berdasarkan survei terbaru terhadap kualitas, khususnya KIA menempati urutan teratas di pasar AS, yang merupakan basis utama Ford.

Kualitas di Atas Kertas

Sesuai dengan slogannya “The Power to Surprise”, KIA memang mengejutkan. Selain banyak mendapat pandangan positif dari 200 pelaku industri otomotif dunia, KIA juga berhasil meraih posisi tertinggi dalam studi kualitas tahunan untuk mobil baru yang terjual di AS versi J.D. Power 2016, sebuah perusahaan konsultan bisnis ternama dunia.

Capaian ini sangat spesial bagi KIA, karena untuk pertama kalinya dalam 27 tahun produsen mobil asal Korea Selatan (Korsel) ini menempati puncak kualitas tertinggi di pasar AS. Sebuah capaian yang tak mudah di negara yang mengagungkan kualitas. Prestasi ini juga membuktikan merek mobil non premium seperti KIA untuk pertama kali mampu masuk daftar papan atas kualitas mobil di AS. Peringkat ini seolah memberi kesadaran bahwa industri otomotif Asia tak kalah berkualitas dari produksi barat.

Kini, KIA semakin memantapkan sebagai pemain utama produsen mobil di dunia, dengan jaringan distributor dan diler sudah tersebar di 172 negara. Total karyawan KIA di seluruh dunia lebih dari 40.000 orang.

KIA dan saudara setanah airnya, Hyundai tercatat sebagai produsen mobil lima besar di dunia. Semua capaian ini tak mudah diraih dalam waktu singkat. Sayangnya, semua itu hanya cerita megah di seberang samudera sana, belum terjadi di Indonesia.

Untuk masuk posisi teratas dalam J.D. Power 2016 U.S. Initial Quality Study, KIA harus melalui penilaian yang rumit dan panjang. Studi J.D. Power menilai skor sebuah merek mobil dari catatan masalah yang dialami sang pemilik kendaraan selama 90 hari pertama saat pertama kali mobil itu keluar diler dan diterima konsumen. Penelitian ini mencakup 80.000 pembeli atau penyewa mobil untuk periode Februari-Mei 2016. Satuan skornya menggunakan angka jumlah masalah yang terjadi setiap per 100 kendaraan (PP100). Artinya, dengan angka yang rendah maka kualitas mobil tersebut lebih tinggi daripada yang lainnya.

“Para pembuat mobil saat ini membuat beberapa produk dengan kualitas tinggi dari yang pernah kami lihat,” kata Vice President of U.S. Automotive Quality at J.D. Power Renee Stephens dalam keterangan resminya 22 Juni lalu.

Capaian KIA tahun ini tidak terjadi secara tiba-tiba, semuanya berproses secara bertahap. Media vanguardngr.com menulis soal kunci capaian gemilang KIA menduduki kursi tertinggi. Poin pentingnya, KIA telah melakukan perbaikan desain, kualitas, teknologi mereka demi menarik konsumen.

“Capaian nomor satu dalam hal kualitas ini merupakan hasil fokus kami selama dekade yang panjang dalam hal keterampilan dan improvisasi, dan sebagai refleksi dari kami mendengarkan suara konsumen kami, yang mana ini yang paling utama,” kata Chief Operating Officer dan EVP , Kia Motors America Michael Sprague.

Klaim dari KIA ini bisa dibuktikan dari capaian KIA dalam studi sebelumnya. Tren perbaikan kualitas secara konstan terjadi pada KIA dalam jejak pendapat yang dilakukan J.D. Power dalam 10 tahun terakhir.

Misalnya dimulai pada 2011, saat itu KIA hanya mencatatkan skor 113 dengan peringkat ke-19. Berselang setahun, skor KIA membaik jadi 107, dengan peringkat yang sama dengan tahun sebelumnya. Berselang dua tahun, pada 2014 KIA merangsek ke peringkat ke-17 dengan skor lebih baik sebanyak 106. Setelah itu KIA bergerak melesat, puncaknya pada 2015 dan 2016.

Dalam studi yang sama di 2015, KIA mencatatkan skor 86 dengan harus puas di nomor kedua di bawah Porsche. Namun, KIA berada tepat di atas Jaguar yang hanya di urutan ketiga. Sedangkan saudara satu grupnya KIA, Hyundai membayangi diurutan keempat.

Pada 2016, KIA mencatatkan skor 83 sebagai yang teratas, hanya selisih satu poin dengan Porsche yang mencatatkan skor 84 dari 33 merek mobil yang masuk daftar studi. Yang menarik, saudara KIA yaitu Hyundai membuntuti di urutan ketiga dengan skor 92. Capaian KIA maupun Hyundai luar biasa, karena mampu di atas skor rata-rata keseluruhan industri di angka skor 105.

Fakta Terbalik

Perbaikan kualitas memang terus dilakukan KIA. Imbalannya, angka penjualan KIA terus meningkat. Pada 2015 KIA membukukan penjualan 2.916.118 unit mobil dari berbagai segmen di penjuru dunia. Angka ini mengalami kenaikan 0,3 persen dari tahun sebelumnya. Sebuah capaian yang tak jelek-jelek amat di tengah kelesuan ekonomi dunia.

Pertumbuhan penjualan tertinggi masih terjadi di Negeri Ginseng tersebut mencapai 13,4 persen. Pertumbuhan signifikan juga diraih di pasar Amerika Utara hingga 6,7 persen, yang menyumbang penjualan hingga 693.732 unit. Penjualan KIA masih mengandalkan KIA Rio yang mencatatkan penjualan terbaik untuk pasar ekspor terutama di Cina. Disusul oleh mobil KIA Sportage, sebagai SUV andalan mereka.

Capaian penjualan KIA pada 2014 justru sangat gemilang, mereka berhasil mengirimkan mobil kepada konsumen sebanyak 2.907.757 mobil ke seluruh dunia atau naik 5,9 persen dibandingkan 2013. Namun, bila dihitung dari jumlah mobil yang berhasil dikapalkan, pada 2014 sudah ada 3.014.685 unit mobil yang berhasil keluar dari pabrik mobil KIA di seluruh dunia.

Penjualan gemilang secara global tak terlepas capaian penjualan KIA di pasar AS yang mencapai 625.818 unit pada 2015 atau mengalami kenaikan 7,9 persen. Rekor penjualan mobil KIA di AS terjadi pada Desember 2015, mobil KIA terjual 54.241 unit dengan pertumbuhan 19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Rekor ini tepat bersamaan ketika KIA untuk pertama kali masuk dua besar J.D. Power setelah dua dekade lebih.

Lain lubuk lain ilalang, pepatah yang tepat menggambarkan kondisi KIA. Capaian penjualan KIA di dunia cukup positif. Namun, di Indonesia penjualan KIA yang sudah dirintis sejak 1999 relatif tak menggembirakan. Pada 2013 misalnya, PT Kia Mobil Indonesia (KMI) hanya menjual 12.121 unit mobil di Indonesia. Angka ini turun dari capaian 2012 yang sempat mencapai 13.651 unit. Meski demikian penjualan ini masih lebih baik daripada penjualan 2011 yang hanya menjual 9.081 unit. Penjualan KIA makin merosot, pada 2015 hanya mampu menjual 2.814 unit. Angka penjualan ini turun tajam dibandingkan penjualan pada 2014 yang sempat mencapai 8.936 unit.

Penurunan penjualan ini karena faktor mobil murah atau LCGC yang dikuasai oleh pemain Jepang. Faktor lain karena KIA mengalami kendala pasokan mobil. Beberapa model terhambat, karena sedikit masalah dari Korea Selatan, sebagai basis produksi mereka.

“Bedanya hanya dari segi harga saja, LCGC lebih murah karena tidak ada pajak tadi. Kami otomatis langsung terkena imbasnya, penjualan city car kami anjlok dan LCGC naik pasarnya. Bukan hanya LCGC, tetapi pergeseran itu terjadi di semua segmen, karena perlambatan ekonomi itu sendiri,” kata Direktur Pemasaran PT Kia Mobil Indonesia (KMI) Hartanto Sukmono dikutip dari kompas.com.

Mereka tak berdiam diri, dalam ajang pameran otomotif terbesar di Indonesia, GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016, KIA menampilkan beberapa produk anyar mereka. Strategi ini tak ada yang baru bagi KIA. Produsen otomotif asal Korsel ini tetap berharap mendapat keberuntungan di segmen pasar paling gemuk di Indonesia yaitu mobil MPV. Pasar MPV tahun lalu menguasai pasar hingga 53 persen, terutama dari segmen bawah seperti Avanza, Xenia, Ertiga dan lainnya.

Beberapa hari lalu, KIA meluncurkan MPV kelas atas KIA Grand Sedona, dengan rentang harga Rp426 juta hingga Rp482 juta. Harga ini cukup untuk membeli dua MPV kelas bawah. Selain MPV, mereka juga meluncurkan segmen SUV yaitu All New Kia Sportage.

Prestasi positif yang ditorehkan oleh KIA secara global malah berlawanan apa yang terjadi di Indonesia. Strategi mereka di Indonesia belum ada gebrakan baru. KIA masih mengandalkan cara-cara konvensional dengan menawarkan produk baru dan masuk di kelas premium.

Rasanya KIA akan sulit bertahan di pasar Indonesia. Nama mentereng di luar sana tak akan banyak membantu. Apalagi hanya mengandalkan penjualan dari produk masih diimpor dari negara mereka. Sementara pesaing sudah merakit hingga memproduksi di dalam negeri. Kasus Ford Indonesia bisa jadi pelajaran. Maaf KIA, ini hanya menunggu waktu.

Baca juga artikel terkait BISNIS atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti