Menuju konten utama

Syafii Maarif: Pilih Pemimpin Jangan Berdasarkan Agama Saja

Ulama senior Buya Syafii Maarif sekaligus mantan Ketua PP Muhammadiyah menuturkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memperhatikan rakyatnya.

Syafii Maarif: Pilih Pemimpin Jangan Berdasarkan Agama Saja
syafii maarif. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Ulama senior Buya Syafii Maarif meminta publik untuk memilih pemimpin tidak berdasarkan latar belakang agamanya semata. Tak boleh dilupakan juga adalah kualitas yang dibawanya nanti saat sudah menjadi seorang pejabat publik, terutama dari sepak terjangnya sebelum menjabat.

"Carilah pemimpin by kualitas, lah," kata Syafii di Hotel Aryaduta, Jakarta, Sabtu (8/4/2017).

Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini menuturkan, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memperhatikan rakyatnya. Hal itu bisa dilihat dari sepak terjang seorang pemimpin sebelum menerima amanah dari publik. Menurut Syafii, kriteria itu sudah cukup sebagai pemimpin sehingga tidak perlu melihat latar belakang agama.

"Itu aja ukurannya. Agama sudah disalahgunakan oleh banyak (orang)," tutur Syafii.

Syafii menerangkan, penggunaan agama sebagai alat politik sudah lama digunakan sejumlah oknum. Mereka ingin menjadikan agama sebagai alat untuk menguasai negara. Dirinya meminta tidak menjadikan agama kembali sebagai alat untuk kepentingan politik. Ia khawatir, benih-benih kebencian akan muncul dari bercampurnya politik dan agama. Oleh karena itu, Syafii berharap agama tidak menjadi alat untuk merebut kekuasaan.

"Agama jangan dijadikan alat politik kekuasaan," ujar Syafii.

Seperti diketahui, Pilkada DKI Jakarta diwarnai isu-isu SARA. Isu SARA diduga berawal jauh sebelum Pilkada DKI Jakarta berlangsung. Berdasarkan penelusuran Tirto, isu agama dimulai sebelum Pilkada DKI Jakarta. Isu ini mengemuka sejak sekelompok umat Islam berdemonstrasi usai Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dilantik sebagai gubernur. Mereka menolak kepemimpinan oleh pria yang akrab disapa Ahok itu.

Sentimen agama semakin menguat setelah muncul kasus dugaan penistaan agama dilakukan Ahok beberapa waktu yang lalu. Kala itu, mantan Bupati Belitung Timur itu diduga menistakan agama dengan menyinggung surat Al Maidah 51 tentang anjuran bagi umat muslim untuk memilih pemimpin yang seiman.

Dalam proses persidangan, Ahok mengaku kalau dirinya sempat mendapat kampanye dengan membawa agama saat maju Pilkada Bangka-Belitung tahun 2007. Dirinya pun menulis buku yang berisi kritik pada sekelompok yang memilih bukan berdasarkan program, tetapi karena masalah keyakinan.

Di sisi lain, muncul gerakan Gubernur Muslim untuk Jakarta. Gerakan ini diinisiasi oleh sekelompok umat yang ingin Jakarta dipimpin muslim. Mereka melakukan manuver seperti tamasya Al Maidah 51, kegiatan shubuh berjamaah, dan lain sebagainya.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Akhmad Muawal Hasan