tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengagendakan total 5 kali debat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) untuk pemilihan umum (pemilu) tahun depan. Debat perdana yang merupakan jatah bagi capres telah digelar Selasa (12/12/2023) lalu.
Topik debat yang dibahas kala itu mencakup pemerintahan, Hak Asasi Manusia (HAM), pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Dalam beberapa segmen awal, setiap capres menjawab pertanyaan panelis, namun ada juga momen di mana ketiga capres saling mengajukan pertanyaan dan memberi sanggahan.
Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas terhadap 123 orang, pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dinilai publik unggul dalam debat pertama, dengan persentase sebanyak 37,9 persen. Kemudian posisi kedua diduduki pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sementara di posisi paling bontot ada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain jadi arena adu gagasan dan jadi wadah bagi publik untuk menilai kapabilitas setiap capres, debat tersebut juga bisa jadi salah satu pertimbangan masyarakat yang belum punya preferensi untuk menentukan pilihan paslon capres-cawapres jagoannya.
Lantas, bagaimana persepsi para pemilih terhadap debat capres yang sudah terselenggara 12 Desember lalu? Seberapa besar proporsi pemilih yang mengganti pilihan capres-cawapresnya usai menonton debat?
Tirto mencoba menangkap jawaban pertanyaan-pertanyaan itu lewat kolaborasi survei bersama Jakpat. Jakpat sendiri merupakan penyedia layanan survei daring dengan lebih dari 1,3 juta pengguna yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Metodologi
Jumlah responden: 1.522 orang
Waktu survei: 18 Desember 2023
Wilayah riset: Indonesia, tersebar di 33 provinsi
Instrumen penelitian: Kuesioner daring dengan Jakpat sebagai penyedia platform
Jenis sampel: Non-probability sampling (semua responden adalah responden Jakpat dengan profil yang acak)
Margin of Error: Di bawah 3 persen
Profil Responden
Riset Tirto bersama Jakpat ini menyasar pemilih muda berusia 17 – 39 tahun, dengan proporsi paling besar adalah Generasi Z/Gen Z umur 20 – 25 tahun (33,51 persen). Persentase terbanyak kedua yakni kelompok usia 30 – 35 tahun (25,62 persen), diikuti mereka yang berumur 26 – 29 tahun (21,88 persen), 36 – 39 tahun (12,48 persen), dan 16 – 19 tahun (6,50 persen).
Dari segi domisili, kebanyakan responden tinggal di Pulau Jawa, yang mana persentasenya mencapai 79,63 persen. Selain itu, ada juga yang berasal dari Pulau Sumatera (10,25 persen), Kalimantan (3,94 persen), Sulawesi (2,30 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,10 persen), serta Maluku (0,53 persen). Dengan proporsi yang cukup tipis, sebanyak 0,26 persen responden berasal dari Pulau Papua.
Dari keseluruhan responden, komposisi perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki, yakni 57,10 persen dibanding 42,90 persen. Mayoritas dari mereka merupakan pekerja (48,88 persen), beberapa berprofesi sebagai ibu rumah tangga (16,36 persen), dan lainnya merupakan mahasiswa (15,90 persen) dan pelajar (5,12 persen).
30 Persen Belum Punya Preferensi dan Tak Berencana Memilih
Dari total 1.522 responden, survei Tirto menemukan sebanyak 83,77 persen menonton debat capres pertama pada 12 Desember 2023 lalu baik, secara langsung maupun lewat rekaman.
Meski mayoritas responden menyaksikan debat, kebanyakan menyatakan hanya menonton sebagian atau melihat potongan-potongannya saja. Dibanding mereka yang menyaksikan tayangan debat secara keseluruhan atau hampir keseluruhan, yang hanya 35,68 persen, persentase responden yang menonton sebagian menyentuh angka 48,09 persen. Sisanya, yakni 16,23 persen bilang mereka tak menonton debat sama sekali.
Di antara kelompok yang menonton debat capres pertama baik secara menyeluruh maupun sebagian, mayoritas sudah memiliki pilihan atau preferensi capres-cawapres sebelum debat dilangsungkan (68,24 persen).
Namun ada pula yang belum menentukan opsi (29,88 persen) atau bahkan tidak berencana mencoblos pada pemilu 2024 (1,88 persen). Menariknya, persentase responden yang tidak berencana memilih pada pemilu tahun depan paling besar disumbang oleh kelompok usia 26 – 29 tahun dan 20 – 25 tahun.
Mayoritas Responden Teguh pada Pilihan Semula
Ketika responden yang sudah memiliki pilihan ditanya soal pergeseran preferensi dukungan capres-cawapresnya, sejumlah 76,55 persen menyatakan tetap kukuh pada pilihan semula, sama seperti sebelum debat. Hanya ada sekira 16,21 persen yang mengaku ganti pilihan paslon dan 7,24 persen sisanya justru menjadi bingung dan tak punya opsi.
Senada dengan temuan Tirto, dominasi proporsi responden yang loyal pada pilihan awal juga terlihat dalam polling Litbang Kompas. Jajak pendapat yang dilakukan selama 12 Desember 2023 itu mencatat, sebanyak 73,40 persen responden menyatakan tetap pada pilihan awal sebelum debat dan hanya ada 9,70 persen yang mengaku berubah preferensi.
Survei Katadata Insight Center (KIC) pun mengungkap pola serupa. Dari total 1.791 responden yang dilibatkan, sekitar 56,80 persen menyatakan semakin yakin dengan pilihannya pasca menyaksikan debat capres perdana pada 12 Desember 2023 lalu. Akan tetapi, ada juga yang menjadi ragu dengan pilihannya dan mempertimbangkan untuk ganti pilihan (10,50 persen).
Riset KIC tersebut berlangsung selama 13 – 15 Desember 2023 dan menyasar penduduk berusia lebih dari 17 tahun di 36 provinsi di Indonesia. Mayoritas respondennya berasal dari kalangan Milenial (27- 42 tahun), jumlahnya mencapai 46,9 persen.
Jika berkaca pada pemilihan presiden (pilpres) 2019, Direktur Citra Publik Idonesia (CPI) LSI Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas, memang menyatakan debat capres-cawapres tak berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara.
“Kalau kita lihat pada 2019 lalu, potensi pergeseran suara pasca debat hanya sekitar 2,9 persen. Itu artinya kecil sekali,” katanya, saat konferensi pers peluncuran hasil survei LSI Denny JA, Selasa (19/12/2023).
Kandidat Terlihat Berwawasan adalah Alasan Ganti Pilihan
Kembali ke survei Tirto-Jakpat, kali ini Tirto juga bertanya kepada responden yang belum memiliki preferensi dan mereka yang tidak berencana memilih, apakah debat capres 12 Desember 2023 lalu membuat mereka akhirnya punya preferensi atau pilihan capres-cawapres.
Hasilnya, sebagian besar menyatakan jadi punya pilihan, terdiri atas mereka yang sudah yakin (11,60 persen) dan mereka yang ragu-ragu (65,19 persen). Kemudian, sekitar 23,21 persen merasa tetap tak punya pilihan meski sudah menyaksikan debat capres.
Di kalangan responden yang mengganti pilihan dan menjadi punya preferensi dukungan capres-cawapres usai menonton debat, mereka kebanyakan beralasan kandidat yang dipilih punya wawasan luas dan mengetahui informasi penting yang relevan dalam membuat keputusan untuk rakyat (48,23 persen).
Faktor penting lainnya termasuk usulan kebijakan kandidat yang jelas dan rinci, cara berkomunikasi kandidat yang jelas dan percaya diri, karena terkesan dengan cara kandidat menghadapi kandidat lain, dan sikap dan gerak tubuh kandidat selama debat.
Temuan itu menandakan publik sangat menyoroti kemampuan kandidat capres-cawapres dalam menguasai materi debat dan kemampuan kandidat menyampaikan gagasan. Masyarakat masih bisa menilai kapabilitas capres-cawapres dalam empat kali kesempatan debat yang tersisa. Debat kedua untuk cawapres bakal digelar Jumat (22/12/2023).
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty