Menuju konten utama

Status Gunung Agung Awas, Bandara Alternatif Disiapkan

Dirjen Kemenhub Agus Santoso telah menyiapkan sembilan bandara alternatif dan 300 unit bus guna mengantisipasi kondisi terburuk status Gunung Agung.

Status Gunung Agung Awas, Bandara Alternatif Disiapkan
Petugas membaca grafik seismogram hasil pemantauan aktifitas Gunung Agung di Pos Pemantauan Desa Rendang, Karangasem, Bali, Selasa (19/9/2017). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

tirto.id - Meningkatnya status Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali dari Tingkat III (Siaga) menjadi Tingkat IV (Awas) sejak Jumat (22/9/2017) malam, membuat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai bersiap mengatasi kondisi terburuk yang dapat terjadi. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agus Santoso menegaskan telah menyiapkan sembilan bandara terdekat dan ratusan bus.

Kedua hal tersebut disiapkan guna mengatasi kondisi terburuk apabila Gunung Agung meletus dan membahayakan penerbangan. Langkah ini diambil agar operasionalisasi transportasi udara tidak terganggu meski dalam kondisi terburuk sekalipun.

Sembilan bandara yang telah disiapkan yakni Bandara Juanda (Surabaya, Jawa Timur), Bandara Blimbingsari (Banyuwangi, Jawa Timur), Bandara Adi Sumarmo (Solo, Jawa Tengah), Bandara Internasional Lombok (NTB), Bandara Komodo (Labuan Bajo, NTT), Bandara Hassanudin (Makassar, Sulawesi Selatan), Bandara Sepinggan (Balikpapan, Kalimantan Timur),

Dua bandara lainnya yakni Bandara Sam Ratulangi (Manado, Sulawesi Utara), dan Bandara Pattimura (Ambon, Maluku) digunakan untuk penerbangan internasional yang biasanya kedatangan beberapa negara, seperti Hong Kong dan Tokyo.

Agus melanjutkan, Bandara Ngurah Rai akan dialihkan ke sembilan bandara tersebut apabila kondisi darurat akibat semburan abu vulkanik Gunung Agung mengganggu penerbangan di Pulau Dewata. Semua penerbangan menuju Bali dialihkan ke sembilan bandara itu guna keselamatan penumpang, katanya.

Pihak Bandara Ngurah Rai akan terus memantau perkembangan Gunung Agung lewat laporan citra satelit kondisi abu vulkanik dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan digital numerical report dari Vulcanic Ash Advisory Center (VAAC) Darwin, Australia. Hal itu dilakukan agar dapat menentukan kapan pengalihan bandara Ngurah Rai akan dilakukan.

Selain itu, laporan dari pengamatan mata pilot yang kebetulan melihat perkembangan abu vulkanik Gunung Agung juga menjadi parameter penutupan Bandara Ngurah Rai. Tiga laporan itu dapat menentukan kapan Bandara Ngurah Rai ditutup.

Menurut Agus, jika baru satu laporan, pihaknya belum bisa menutup bandara dan akan segera membuat validasi. Keputusan menutup bandara, sangat ditentukan dari arah angin yang membawa sebaran abu vulkanik, katanya.

Wilayah steril Gunung Agung yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung, kini diperluas menjadi sembilan kilometer. Perluasan wilayah sektoral pun juga ditambah yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer. Masyarakat di sekitar lereng gunung pun diminta untuk menjauhi wilayah tersebut.

Apabila Gunung Agung meletus dan menyemburkan abu vulkanik, tetapi sebaran abu tidak mengarah ke wilayah bandara, maka operasionalisasi penerbangan di bandara Ngurah Rai masih bisa dilakukan dengan cara menghindari wilayah sebaran.

“Jika masyarakat melihat cuaca cerah, bukan berarti wilayah udara di sekitar bandara steril dari lapisan abu vulkanik, apabila dalam kondisi terjadi letusan dan angin membawa sebaran abu tersebut menuju wilayah udara bandara,” jelas Agus, Minggu (24/9/2017) seperti dikutip Antara.

Lanjut Agus, abu vulkanik dapat membahayakan penerbangan karena dapat mengganggu mesin pesawat dan mengganggu instrumen bahkan mengikis badan pesawat udara yang tengah terbang dengan kecepatan tinggi.

Hal tersebut menjadikan Kementerian Perhubungan tak mau mengambil resiko. Apabila arah angin mengarah ke bandara, otomatis bandara Ngurah Rai harus ditutup.

Semua itu diperlukan agar dapat mengantisipasi kondisi buruk yang terjadi di bandara. Meski begitu, sejauh ini kondisi penerbangan di bandara Ngurah Rai masih berjalan normal dan tidak terganggu Gunung Agung.

Pemerintah Bali siapkan 300 unit bus

Selain sembilan bandara, Pemerintah Bali juga telah menyiapkan 300 unit bus yang disiagakan untuk melayani penumpang di Bandara Ngurah Rai. Jalur darat ini nantinya digunakan untuk penumpang yang mengarah ke Banyuwangi dan Surabaya, Solo maupun ke Mataram, NTB.

Pemerintah juga telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Kota Denpasar dan Organda serta DAMRI.

Agung Hartono, selaku Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah Bali dan NTB mengatakan jika calon penumpang ingin meneruskan perjalanan lewat darat, maka bisa menggunakan bus di tiga titik yakni terminal Ubung Denpasar, Mengwi di Kabupaten Badung dan Pelabuhan Benoa Denpasar.

Hal tersebut juga pernah dilakukan ketika bandara Ngurah Rai terdampak meletusnya Gunung Raung, Jawa Timur dan Gunung Barujari, Lombok NTB.

Berdasarkan data yang ada, Bali memiliki sekitar 2.300 unit bus yang terdiri atas 1.800 unit bus pariwisata dan 500 bus antar kota antar provinsi. Setelah dilakukan penghitungan bersama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, diperkirakan sekitar 300 bus yang digunakan untuk mengantisipasi penumpang yang gagal terbang apabila Gunung Agung meletus.

Belum mengganggu aktivitas wisatawan

Gubernur Bali, Made Mangku Pastika memastikan hingga saat ini aktivitas Gunung Agung tidak mengganggu kegiatan wisatawan di Bali. Hal ini dikarenakan kondisi terburuk daerah masih sejauh sepuluh kilometer. Wisatawan biasa berlibur di daerah Denpasar, Bali yang jaraknya sekitar 85 kilometer dari lokasi Gunung Agung.

Selain itu, ia juga meminta agar masyarakat di sekitar lereng Gunung Agung segera mengungsi menjauhi radius 12 kilometer. Ia juga meminta agar warga tetap tenang dan berdoa agar aktivitas gunung kembali normal.

Baca juga artikel terkait GUNUNG AGUNG BALI atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nicholas Ryan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo