tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa ketidakpastian hukum serta berbelitnya birokrasi di Indonesia menyebabkan kinerja investasi terus menurun dari tahun ke tahun. Imbasnya, pertumbuhan sektor manufaktur melambat dan kontribusinya terhadap produk domestik bruto juga kian rendah.
Padahal industri manufaktur di Indonesia pernah jadi salah tulang punggung pertumbuhan ekonomi di era Orde Baru.
"Dulu mungkin pada rezim politik yang sentralistik, otoriter dan bisa mengontrol hampir semua leader for investment climate itu, terjadi investasi datang," ucapnya.
Sebaliknya, setelah reformasi dan agenda desentralisasi berlangsung, iklim investasi justru semakin tak bersahabat dan tidak adanya kepastian hukum membuat para investor ogah masuk ke Indonesia.
"Mereka bilang kami tidak problem mengeluarkan cost asal pasti ada hasilnya. Yang mereka tidak bisa kuat adalah saya sudah mengeluarkan biaya tapi saya tidak ada kepastian," imbuhnya.
Atas alasan itu, kata dia, investor kini tak lagi memperhatikan faktor geopolitik melainkan, kepastian prospek bisnis yang bisa diberikan suatu negara. Hal ini mirip seperti yang terjadi di negara-negara yang pemerintahannya sentralistik seperti Cina.
"Makanya kalau anda ingin seperti di RRT, dia [investor] enggak terlalu peduli dengan sistem politiknya, tapi mereka bisa delivery ada bisa kemudian menghasilkan result," tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
Karena itu pula lah, menurut Sri Mulyani, mendorong investasi dalam kondisi seperti saat ini jauh lebih sulit ketimbang Orde Baru. Sebab, di samping harus mengusung agenda-agenda demokratisasi, pemerintah juga harus memberikan jaminan investasi kepada pemilik modal yang kadang terhambat oleh berbagai faktor di daerah.
"Yang dilakukan Indonesia bagaimana tetap bisa mempertahankan our democracy, namun kita tetap driver. Kenapa Presiden kemarin di dalam pidato visi misi MPK birokrasi kita tidak boleh terlalu berbelit-belit," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri