tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan revisi asumsi imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk tahun 2021. Sri Mulyani menyatakan asumsi SBN tenor 10 tahun untuk tahun 2021 diasumsikan menjadi 6,29-8,29 persen alias lebih rendah dari usulan awal.
“Dari 6,67 persen hingga 9,56 persen menjadi 6,29 persen sampai 8,29 persen,” ucap Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (22/6/2020).
Sri Mulyani menyatakan revisi ini dilakukan usai pemerintah memantau pergerakan pasar dan pasar keuangan. Hasilnya ketidakpastian dan kepanikan pasar selama Maret—April 2020 sudah lebih mereda.
Selama tekanan pasar Maret-April 2020, suku bunga SBN pemerintah sempat mengalami lonjakan. Di saat yang sama penawaran dari pasar sempat mengalami penurunan.
Misalnya jumlah incoming bid biasanya mencapai Rp127 triliun dalam sekali lelang. Namun lelang terakhir 31 Maret hanya ada incoming bid Rp34 triliun.
Lalu dari sisi suku bunga atau yield juga mengalami kenaikan signifikan. Per 31 Maret 2020, yield SBN berada pada kisaran 7,8 persen naik sekitar 1,3 persen sejak 18 Februari 2020 usai menurun cukup signifikan. Kondisi ini menjadi yang tertinggi selama eskalasi pemburukan yield dan incoming bid terjadi sepanjang Maret 2020.
“Sejak akhir April, tekanan di pasar keuangan global mereda,” ucap Sri Mulyani.
Nantinya SBN 10 tahun ini akan diterbitkan secara regular sebagai seri benchmark. Porsinya 25-30 persen dari total penerbitan dengan catatan 4,99 persen dari outstanding domestik.
Sementara itu Sri Mulyani juga memaparkan usulan agar proyeksi suku bunga SBN 5 Tahun menjadi 5,68-7,88 persen. Penerbitannya juga dilakukan regular dengan prosi 25-30 persen dari penerbitan dan 9,94 persen outstanding domestik.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto