Menuju konten utama

Sopir Angkutan Konvensional Dukung Permenhub Soal Taksi Daring

Sopir angkutan konvensional tidak menolak angkutan daring. Mereka hanya meminta ada perlakuan yang setara antar pelaku usaha transportasi umum.

Sopir Angkutan Konvensional Dukung Permenhub Soal Taksi Daring
(ilustrasi) Petugas Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta memeriksa kendaraan roda empat saat uji kir khusus kendaraan sewa berbasis transportasi online di Silang Monas, Jakarta, Senin (15/8). TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Ratusan massa dari Aliansi Masyarakat Transportasi Nasional berunjuk rasa di depan kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (01/02/2018). Mereka mendukung dan menuntut pemerintah segera menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 soal Angkutan Daring.

"Peraturan yang sudah dibuat oleh Menteri Perhubungan nomor 108 adalah sah dan harus dijalankan oleh pemerintah republik Indonesia! Jangan takut!" kata salah satu orator, Dwiharto, dari atas mobil komando.

Massa mulai berkumpul di depan kantor Kemenhub sekitar pukul 13.00 WIB. Massa yang sebagian besar terdiri dari sopir angkutan konvensional ini menuntut Kementerian Perhubungan segera menerapkan Permenhub tersebut khususnya mengenai uji KIR.

Pasalnya massa menilai syarat lulus KIR amat penting bagi keamanan pengemudi dan penumpang. Selain itu Permenhub nomor 108 dinilai sudah cukup adil bagi para pelaku usaha transportasi.

"Uji KIR misalnya, hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk memastikan kelayakan kendaraan angkutan umum agar si pengemudi dan penumpang mempunyai kepastian keamanan berkendara," tulis Ketua Aliansi Masyarakat Transportas Nasional Cecep Handoko dalam keterangan tertulisnya.

Meskipun begitu, Cecep menegaskan pihaknya tidak menolak angkutan daring. Mereka hanya meminta ada perlakuan yang setara antar pelaku usaha transportasi umum.

"Kita tidak menolak adanya online, kita welcome," kata Cecep.

sebelumnya Kelompok masa dari Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) berunjuk rasa menolak Permenhub nomor 108 tentang angkutan daring tersebut. Pasalnya, peraturan tersebut dinilai tidak mengindahkan aspirasi pengemudi taksi daring.

"Sampai saya demo pertama 26 November, 31 November, saya nggak minta tolak, tapi minta revisi. Tapi, nggak digubris. Oke. Pada 22 Januari saya demo, langsung saya menyatakan saya menolak karena kalau usulan nggak diakomodir saya turun ke bawah," ungkapnya kepada Tirto, Minggu (28/01/2018).

Beberapa poin keberatan mereka meliputi: Pertama, pengemudi harus meningkatkan SIM A miliknya menjadi SIM A Umum. Kedua, kendaraan dan akun pengemudi harus terdaftar di badan hukum (koperasi atau PT). Ketiga, Uji KIR.

Untuk mengurus semuanya, Babe mengatakan membutuhkan dana tidak sedikit.

"Bikin SIM itu murah, bullshit semua. Dari SIM A ke SIM A Umum harus training dulu, harus bisa memiliki sertifikat kompetensi driver, itu mahal. Saya nego-nego untuk kolektif 200 orang, dapet Rp500 ribu per orang. Berjuangnya sangat berat," ucapnya.

Setelah mendapatkan SIM A Umum dan lolos uji KIR, sopir akan mendapatkan kartu pengawas dan mobil sebagai taksi onlinenya serta mendapat stiker tanda angkutan sewa khusus (ASK).

Baca juga artikel terkait ATURAN TAKSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yantina Debora