Menuju konten utama

Soal Virus Corona: AMSI Imbau Media Tak Picu Kepanikan Publik

Terkait virus corona COVID-19, AMSI mengimbau pelaku media tidak membuat pemberitaan yang memicu kepanikan publik.

Soal Virus Corona: AMSI Imbau Media Tak Picu Kepanikan Publik
AMSI Imbau Media Tak Picu Kepanikan Publik. foto/rilis AMSI

tirto.id - Di tengah merebaknya pemberitaan virus corona COVID-19 di Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengimbau para pimpinan dan pemilik media di seluruh Indonesia untuk tetap mengedepankan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan.

“Kepada masyarakat umum dan pengguna media sosial, kami berharap agar bersama para pengelola media, mari mencegah penyebaran berita bohong, dengan membaca berita dari sumber terpercaya, serta terus tumbuhkan semangat optimisme. Sudah puluhan ribu orang sembuh total dari virus ini,” ujar Ketua AMSI Wenseslaus Manggut melalui siaran pers yang diterima Tirto, Selasa (3/3/2020).

Wenseslaus mengatakan, ada delapan langkah yang bisa dilakukan media dalam membuat pemberitaan terkait virus corona. Pertama adalah merahasiakan identitas penderita virus corona serta memastikan pemerintah sudah menangani para penderita secara maksimal dan melakukan segala yang diharuskan demi mencegah penyebaran virus ini.

“Kedua, hindari konten berita yang memicu publik menjadi panik. Konten seperti itu tidak akan membantu dalam menangkal penyebaran virus ini dan menangani mereka yang tertular,” imbuhnya.

Ketiga, perbanyak konten-konten berita yang sifatnya edukatif, seperti bagaimana cara penularan, cara mengantisipasi, cara bersin dan cara batuk agar virus apapun tidak menular ke keluarga, sahabat di kantor, atau orang lain di area publik yang mereka kunjungi.

Keempat, edukasi publik bahwa peluang sembuh dari virus ini sangatlah besar. Tumbuhkan optimisme lewat data. Data kesembuhan tersedia di banyak negara. Vietnam bahkan mengumumkan semua yang terkena virus ini sembuh total. Kehati-hatian sangat penting, tapi ketakutan dan paranoid tidak membantu apa-apa, malah justru memparah suasana.

“Kelima, edukasi publik untuk hidup sehat. Konsumsi makanan sehat, olahraga, cara mencuci tangan, dan begitu banyak cara-cara sederhana agar terhindari dari virus ini,” jelas Wenseslaut.

Kemudian keenam, AMSI juga mendorong para pebisnis, pemilik, dan pengelola fasilitas umum seperti pusat perbelanjaan, restoran, hotel, perkantoran, transportasi umum untuk mengikuti ketentuan standar World Health Organization (WHO) dan pemerintah dalam mengoperasikan fasilitas publik demi mencegah terjadinya penyebaran virus ini.

Ketujuh, tambah dia, dorong dan bantu pemerintah agar terus melakukan sosialisasi secara terus-menerus tentang standardisasi penanganan yang dilakukan, dan hindari ruang media untuk debat kusir, bertengkar, berpolemik yang tak perlu sehingga menimbulkan kebingungan dan kepanikan di tengah masyarakat.

“Yang kedelapan, seluruh media anggota AMSI dalam penugasan setiap wartawan dan kru ke lapangan juga harus memperhatikan aspek-aspek keamanan dan keselamatan sesuai prosedur standar masing-masing," tukasnya.

Senada dengan AMSI, Komisioner Komisi Informasi Pusat Arif A. Kuswardono meminta publik dan petugas kesehatan untuk tidak membagi atau menyebarkan informasi pribadi pasien virus corona di media sosial atau tempat lain.

Arif menyatakan, sesuai UU No. 14 Tahun 2008 pasal 17 huruf h dan i tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.

“Pengungkapan identitas penderita corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi. Informasi pribadi hanya bisa diungkap atas ijin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik. Alasan terakhir tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam kasus ini,” kata Arif melalui keterangan tertulisnya kepada Tirto, Selasa (3/3/2020).

Arif menjelaskan, perlindungan atas identitas pribadi dijamin dalam pasal 29 g UUDNRI 1945. Di mana 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi'.

Media, lanjutnya, juga diminta memberitakan secara bijaksana kejadian yang menimpa ibu dan anak tersebut. Ketidakhati-hatian dan kekurangcermatan dapat menyebabkan viktimisasi yang bersangkutan dan berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait perlindungan hak pribadi.

“Prinsip yang sama berlaku terhadap identitas pribadi WNI yang kini menjalani karantina di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu maupun yang sudah kembali ke masyarakat,” pungkas Arif.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS KORONA atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri