tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, pihaknya tak perlu lagi didesak untuk menghadirkan pemantau Pemilu dari negara lain.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, KPU selalu mengundang pemantau asing, baik itu dari lembaga pemantau pemilu ataupun lembaga penyelenggara Pemilu dari negara lain.
"Kehadiran pemantau asing sudah menjadi tradisi di semua negara demokrasi yang menggelar pemilu," ujar Pramono kepada reporter Tirto, Selasa (26/3/2019).
Pramono menjelaskan, sejak Pemilu 1999 pemantau asing selalu hadir untuk melihat jalannya pesta demokrasi di Indonesia, mulai dari Pemilu hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Bahkan kerap kali KPU mengundang dan memfasilitasi kehadiran pemantau Pemilu dari negara lain.
"Jadi tanpa ada SOS atau desakan seperti itu, KPU sudah punya tradisi mengundang kehadiran pemantau asing dan domestik. Bukan hal baru sama sekali," jelas Pramono.
Pramono menjelaskan, untuk Pemilu 2019 ini KPU telah mengundang lembaga penyelenggara pemilu dari 33 negara, mengundang pula perwakilan kedutaan 33 negara sahabat, serta mengundang 11 lembaga pemantau internasional.
Sementara itu, Komisioner KPU lainnya, Wahyu Setiawan mengatakan kehadiran pemantau asing tak serta merta akan mendelegitimasikan peran pemantau Pemilu dari Indonesia sendiri.
Menurut Wahyu, semakin banyak pemantau Pemilu diharapkan bisa menjadikan penyelenggaraan Pemilu yang baik, bahkan menujukkan kepada dunia bahwa Indonesia bisa menyelenggarakan pemilu yang aman, damai, jujur dan adil.
"Makin banyak yang berpartisipasi dalam pemilu, salah satunya adalah pemantau, akan makin baik bagi Pemilu 2019," ucap Wahyu.
Desakan untuk menghadirkan pemantau asing sebelumnya ramai di media sosial Twitter dengan tanda pagar #INAelectionobserverSOS sejak Minggu (24/3/2019) malam.
Tagar tersebut diisi berbagai cuitan warganet yang meminta hadirnya pemantau internasional ikut memantau Pemilu 2019. Keinginan mereka ini didasari karena penyelenggara pemilu saat ini yang dinilai tidak independen, serta khawatir Pemilu 2019 berlangsung tak adil dan tak jujur.
Desakan ini juga disuarakan Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean.
Ia mengatakan bahwa pihaknya mengundang secara terbuka beberapa pengamat dan pengawas internasional untuk memantau berjalannya Pilpres 2019 yang dinilai memiliki banyak kecurangan dan ketidakadilan.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno