tirto.id - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan membayar kompensasi senilai Rp839 miliar kepada konsumen menyusul mati listrik yang menimpa Banten, DKI Jakarta, hingga Jawa Barat.
Peneliti Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Riadhi meminta pemerintah untuk menjaga dan mengawasi keuangan PLN agar benar-benar aman dari kebangkrutan menyusul pembayaran kompensasi ini.
Fahmy mengatakan, di luar Rp839 miliar itu, PT PLN tengah dibayangi gugatan demi gugatan konsumen untuk menuntut ganti rugi. Mulai dari perorangan, kelompok hingga skala korporasi.
Apa lagi, menurut Plt. Dirut PT PLN Sripeni Inten Cahyani, PLN memastikan bahwa gaji karyawan tak akan dipotong untuk membayar kompensasi ini.
Lalu Penyertaan Modal Negara (PMN) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tidak dapat digunakan karena harus dialokasikan untuk investasi.
“Kalau kompensasi semakin besar dan tuntutan koalisi konsumen dimenangkan oleh pengadilan, dikhawatirkan PLN terancam bangkrut,” ucap Fahmy dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Senin (12/08/2019).
“Kalau benar bangkrut, PLN akan berubah menjadi Perusahaan Lilin Negara Pada saat itu, bangsa Indonesia kembali ke zaman batu dalam kegelapan,” tambah Fahmy.
Fahmy mengatakan, kekhawatiran mengenai bangkrutnya PLN ini perlu menjadi perhatian. Sebab pada Kamis (8/8/2019) lalu, Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengeluarkan pernyataan kompensasi kepada konsumen minimum 100 persen dan maksimum 300 persen.
Hal itu tergantung interval jangka waktu pemadaman. Hal ini dimungkinkan usai Permen 27 tahun 2017 tentang standar mutu layanan direvisi.
Fahmy mengingatkan, agar perubahan itu tidak berlaku surut. Sebab dengan kompensasi lebih besar kepada konsumen terdampak, maka situasi ini dikhawatirkan akan semakin memberatkan beban PLN.
Fahmy pun menyarankan agar pemberian kompensasi tetap memperhatikan kelangsungan PT PLN, tetapi di saat yang sama tetap menjawab dampak yang dialami konsumen.
“Untuk mencegah potensi kebangkrutan PLN, perubahan Permen tersebut harus memperhatikan kepentingan konsumen dan PLN secara seimbang dan berkeadilan,” tukas Fahmy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno