Menuju konten utama

Skibidi Toilet, Pertanda Akhir Masa Keemasan Gen Z di Internet?

Skibidi Toilet sendiri, menurut para pengamat, merupakan fenomena kultural internet pertama yang diasosiasikan dengan Gen Alpha.

Skibidi Toilet, Pertanda Akhir Masa Keemasan Gen Z di Internet?
Ilustrasi youtube. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sebuah kepala dengan wajah menyeramkan tiba-tiba muncul dari lubang toilet seperti mimpi buruk yang menjadi nyata. Dengan wajah menyeramkan, kepala itu menyanyikan sebuah lagu yang pernah populer di masa lalu. Dan tiba-tiba saja, kepala itu muncul di mana-mana. Tak cuma di toilet, tapi juga di urinoir. Dan semua toilet itu mendadak hidup dan bisa berjalan. Dan sebelum semua menyadari apa yang terjadi, dunia berada dalam bahaya.

Melihat itu, seseorang dengan kepala berbentuk pengeras suara dan seseorang lagi dengan kepala berbentuk kamera tak tinggal diam. Mereka membentuk sebuah aliansi untuk menghadapi ancaman terhadap umat manusia tersebut. Namun, kepala di toilet tadi, yang ternyata merupakan makhluk parasit, tak kehabisan akal. Ia menginfeksi sosok terkuat dari aliansi manusia pengeras suara dan manusia kamera lalu memanipulasinya untuk bergabung dengan para parasit.

Belakangan, diketahui bahwa ada satu aktor intelektual di balik invasi mengerikan tersebut; seorang ilmuwan jahat yang berniat menghancurkan dunia. Perang pun tak terhindarkan. Namun, di tengah peperangan tersebut, datanglah sebuah faksi lain dari luar angkasa yang memiliki misi untuk menghabisi kedua kubu yang tengah bertarung. Cerita pun semakin kompleks saja dan akhir dari semua ini masih belum bisa diprediksi.

***

Tiga paragraf tersebut mungkin akan terdengar membingungkan bagi siapa pun yang pertama kali membacanya. Percayalah, kalau diminta untuk mencerna jalan cerita itu, saya pun bakal mengerutkan kening. Ceritanya memang absurd, tidak masuk akal, nyeleneh, bahkan cenderung sinting. Namun, justru itulah daya tariknya.

Well, tidak bagi semua memang, tapi setidaknya itu berlaku bagi para Generasi Alpha (Gen Alpha) yang kini begitu menggandrungi serial web tersebut.

Skibidi Toilet, itulah nama serial web yang dimaksud. Jika bukan bagian dari Gen Alpha atau orang tua dari Gen Alpha, Anda mungkin tak terlalu familier dengan Skibidi Toilet. Namun, Anda perlu paham bahwa serial web tersebut sungguh sangat populer.

Saat saya menulis artikel ini, Skibidi Taoilet sudah mencapai 72 episode. Satu episodenya rata-rata bisa disaksikan puluhan juta kali. Jika ditotal, semua video yang pernah diunggah sang pemilik kanal, Alexey Gerasimov alias DaFuq!?Boom!, telah disaksikan lebih dari 17 miliar kali!

Sepintas, tampilan visual Skibidi Toilet mirip dengan video game dari era 2000-an. Itu tidaklah mengejutkan karena Gerasimov memang menggunakan beberapa aset dari gim Half-Life yang masyhur pada dekade tersebut. Itu lantas dia kombinasikan dengan gim video kiwari macam Fortnite—ada sejumlah karakter Skibidi Toilet yang menirukan tarian dari gim video loot and shoot tersebut.

Skibidi Toilet sendiri tidak mengandung banyak dialog. Inilah yang menurut Wired menjadi alasan di balik popularitasnya di seluruh dunia. Sebagian besar plot cerita serial web ini sudah bisa diceritakan secara visual. Universalitas Skibidi Toilet inilah yang membuat Gerasimov sukses menemukan “angin kedua” sebagai seorang kreator konten.

Bisa dibilang, biaya produksi Skibidi Toilet sangatlah rendah. Animasi jenis machinima dalam serial web ini dibuat Gerasimov menggunakan piranti lunak gratisan bernama Source Filmmaker. Lagu-lagu yang dia gunakan pun tidak memiliki lisensi karena berasal dari hasil remix kreator konten di TikTok, seperti lagu “Give It to Me” dari Timbaland yang menjadi muasal kata-kata “skibidi”.

Sayangnya, ketiadaan lisensi pulalah yang membuat beberapa video milik Gerasimov harus diterbitkan tanpa audio karena Universal Music Group mengajukan somasi.

Bagi Gerasimov sendiri, seperti yang diceritakannya kepada Forbes, menciptakan Skibidi Toilet bisa dibilang merupakan coping mechanism dari mimpi buruknya. Memimpikan atau membayangkan sesuatu (bisa berupa tangan, kepala, atau mungkin makhluk selain manusia) muncul dari lubang toilet memang dialami banyak orang dan ini juga jadi alasan lain mengapa Skibidi Toilet menjadi relatable.

Pada akhirnya, mimpi buruk Gerasimov itu pun berkembang liar. Toilet-toilet menjadi hidup dan berkeliaran di mana-mana; persis yang kemudian dia gambarkan dalam Skibidi Toilet. Namun, sebagai cara untuk memegang kendali atas ketakutannya tersebut, laki-laki kelahiran Georgia itu menaburkan bumbu komedi di dalam konten kreasinya. Jadilah kemudian Skibidi Toilet sebuah serial web yang konyol, walaupun sepintas tampak mengerikan.

Dikhawatirkan Orang Tua

Gerasimov, yang video ciptaannya sebelum Skibidi Toilet sebetulnya sempat viral itu, akhirnya menemukan ketenaran. Absurditas rekaannya diterima baik, khususnya oleh generasi yang masih begitu mendewakan kekonyolan serta menganggap toilet sebagai sesuatu yang menghibur.

Ditambah dengan grafis ala gim video, plot khas film aksi, serta minimnya dialog, lengkap sudah alasan Skibidi Toilet menjadi sebuah fenomena baru di internet.

Meski demikian, tidak semua orang bisa menerima Skibidi Toilet dengan baik, terutama para orang tua yang anaknya kecanduan serial web tersebut. Salah satu ciri dari kecanduan tersebut adalah tak berhenti menyanyikan lagu “Skibidi”. Anak-anak itu juga jadi sering mengucap kata “skibidi”, meski sebenarnya kata ini tak memiliki makna tertentu.

Tak sedikit pula yang kemudian duduk di dalam sebuah kotak lalu menirukan aksi yang dilakukan kepala dalam toilet dalam serial web.

Kekhawatiran para orang tua tersebut sebenarnya beralasan. Pasalnya, animasi yang ada di Skibidi Toilet memang tidak terlalu ramah di mata. Ada adegan-adegan surealis yang bisa jadi menyeramkan bagi penontonnya. Wajah kepala yang muncul dari dalam toilet itu pun tampak seperti wajah dari sebuah mimpi buruk.

Ditambah lagi, serial web ini sejatinya sarat adegan kekerasan yang, meski tidak vulgar, tapi bisa juga diinterpretasikan berbeda oleh anak-anak di bawah umur.

Sebagai catatan, Skibidi Toilet sejatinya memang tidak diperuntukkan bagi anak-anak karena Gerasimov sendiri tidak mengunggah serial web ini di YouTube Kids. Maka popularitas Skibidi Toilet di kalangan Gen Alpha—yang paling tua saat ini duduk di bangku SMP kelas tiga—sebenarnya merupakan konsekuensi dari kelalaian para orang tua dalam mencegah anak-anaknya mengonsumsi konten yang tidak diperuntukkan bagi mereka.

Namun, harus diakui, memang sulit bagi para orang tua untuk merestriksi secara penuh apa yang dikonsumsi anak-anaknya. Generasi-generasi sebelumnya pun sudah terpapar konten “tak senonoh” sebelum waktunya.

Padahal, boleh dibilang, akses untuk mendapatkan itu jauh lebih sulit dibanding sekarang. Oleh karena itu, tidak fair juga menyalahkan orang tua sepenuhnya atas kelalaian tersebut karena, suka tidak suka, konten-konten di internet memang senantiasa berkembang dengan liar dan cepat.

Skibidi Toilet sendiri, menurut para pengamat, merupakan fenomena kultural internet pertama yang diasosiasikan dengan Gen Alpha. Serial web tersebut turut bertanggung jawab atas lahirnya slang “skibidi” yang ikut populer bersama istilah lain, seperti “rizz” (karisma), “gyatt” (berasal dari kata seru “god damn”), dan “sigma” (merujuk pada sesuatu atau seseorang yang keren, bahkan lebih keren dari alpha).

Dengan demikian, Skibidi Toilet pun dianggap sebagai “pertanda” bahwa, tak lama lagi, Generasi Z bakal tergusur oleh generasi yang ada di bawahnya.

Suka tidak suka, Skibidi Toilet adalah fenomena yang tak mungkin lagi dihentikan popularitasnya. Apakah konten ini berbahaya bagi anak-anak? Bisa ya, bisa juga tidak. Yang jelas, pendampingan harus selalu dilakukan oleh para orang tua.

Meski begitu, bisa dipastikan bahwa konten-konten semacam itu bakal terus bermunculan di masa mendatang. Dan ketika tren-tren itu semakin tidak masuk di akal kita, bisa dipastikan itu karena kita sudah semakin tua dan zaman “keemasan” kita memang sudah lewat, setidaknya di jagat maya.

Baca juga artikel terkait YOUTUBE atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Byte
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi