tirto.id - Wolter Monginsidi harus merasakan panasnya timah peluru di usianya ke-24 akibat melawan penjajah Belanda di Sulawesi Selatan.
Film Indonesia era lalu, sebenarnya dipenuhi dengan film-film bertema perjuangan di masa penjajahan.
Salah satunya berjudul Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi yang bercerita perjuangan pahlawan dari Sulawesi Selatan untuk melawan penjajah Belanda.
Film yang masuk nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1983 itu, kini dapat disaksikan melalui Mola TV.
Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi bisa dikatakan film bergengsi kala itu. Di FFI 1983, sang aktor utama Roy Marten, menjadi Unggulan untuk kategori Pemeran Pria Terbaik.
Nama Wolter Monginsidi sebagai pahlawan pun tidak hanya bergaung dari film itu saja, tetapi juga menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan.
Dia adalah pemuda Minasaha. Wolter Monginsidi terlahir dari suku Bantik. Perlawanannya sangat gigih untuk berjuang melawan Belanda.
Sayangnya usianya sangat muda untuk meregang nyawa. Di usia 24 tahun, Wolter Monginsidi dieksekusi mati oleh penjajah pada 5 September 1949.
Dan, warga suku Bantik sangat menghormatinya dengan cara merayakan Festival Seni Budaya Bantik di 11 pemukiman di Manado.
Film Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi diangkat untuk mengenang itu semua. Film ini disutradarai oleh Frank Rorimpandey dan Achiel Nasrun. Penulis skenarionya adalah Putu Wijaya, Tim Angsa Gading Film, dan S Sinansari Ecip.
Film ini turut didukung oleh artis kawakan. Mereka adalah Roy Marten, Tari Setiyono, Farouk Afero, Charlie Sahetapy, dan Ray Sahetapy. Film berdurasi 2 jam 11 menit ini diproduksi oleh PT Angsa Gading Film dan tayang pertama kali di tahun 1982.
Sinopsis Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi
Alkisah di Sulawasi Selatan hidup seorang pemuda penuh semangat bernama Wolter Monginsidi. Dia dikenal memiliki paras yang tampan dan flamboyan. Di usianya yang masih muda, dia memiliki sifat yang kadang suka nekat.
Monginsidi juga tampak agak emosional. Apalagi jika melihat sepak terjang penjajah Belanda yang semena-mena terhadap masyarakat, jiwanya seakan ingin memberontak. Dan, dengan aksi nekatnya pun pasukan Belanda sering diganggunya bersama-sama dengan pasukannya.
Penjajah makin gerah dengan tingkah polah Monginsidi. Dia dan pasukannya akhirnya diperangi. Namun memang tidak mudah bagi Belanda untuk mendapatkannya karena terjadi perlawanan.
Sayangnya, Monginsidi tertangkap juga. Melihat anak kesayangan dalam tahanan, sang ayah merasa sedih dan iba. Ayah dari Monginsidi mencoba meminta ampunan penjajah bagi puteranya itu.
Sang ayah memintanya untuk menandatangani surat pemintaan grasi. Hanya saja, sebenarnya itu semua merupakan tipu muslihat Belanda, Dan, ujungnya bukan berupa pengampunan, melainkan hukuman mati dengan tembakan.
Film perjuangan ini dapat disaksikan kisah selengkapnya di Mola Tv. Film ini cocok untuk tayangan keluarga sembari mengenang perjuangan para pahlawan untuk proses kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno