tirto.id - Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) banyak hal yang harus dibenahi terutama di wilayah perbatasan. Di Kalimantan Barat misalnya, Provinsi yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia sepanjang 1.020,66 kilometer telah terbentuk forum komunikasi antar-institusi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang dimaksudkan untuk pengaturan pengawasan termasuk bea cukai, keamanan, imigrasi dan karantina.
Terdapat empat ‘border’ resmi yang telah disepakati menjadi akses untuk keluar-masuk antar kedua negara. Namun baru tiga ‘border’ yang telah dilengkapi dengan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yaitu ‘Border’ Entikong di Kabupaten Sanggau, Border Aruk di Kabupaten Sambas, serta ‘Border’ Nanga Badau di Kabupaten Kapuas Hulu. Sedangkan ‘Border’ Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang belum dilengkapi PPLB.
Keberadaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukan merupakan perdagangan bebas tanpa regulasi. Forum komunikasi yang dibentuk tersebut akan lebih mengutamakan pendekatan sinergisitas antar-institusi untuk bersama-sama membangun perbatasan Kalimantan Barat.
Di wilayah perbatasan negara di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar, tepatnya di lima kecamatan yaitu Badau, Empanang, Batang Lupar, Puring Kencana dan Embaloh Hulu ada pembatasan belanja WNI di Malaysia maksimal 600 Ringgit Malaysia (RM). Setara sekitar Rp1,8 juta setiap bulan per orang atau satu Kartu Identitas Lintas Batas (KILB) tanpa dikenakan bea masuk.
Kelonggaran aturan pun dapat menjadi celah lalu-lintas barang secara ilegal dalam skala kecil maupun besar sehingga menuntut kesigapan aparat untuk menindak segala jenis pelanggaran lalulintas barang yang ilegal. Di sisi lain, jika aturan terlalu ketat, akan berdampak pada berhentinya perputaran ekonomi dan sosial di wilayah perbatasan.
Foto dan Teks: Yudhi Mahatma