tirto.id - Proyek simpang susun Semanggi yang tersambung sejak Selasa (25/4/2017) tengah malam ditargetkan bisa digunakan pada 17 Agustus 2017, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono optimistis dengan target itu meski ia mengakui proyek itu akan diuji kelayakan terlebih dahulu sebelum mulai beroperasi. "Akan ada pemeriksaan oleh Komite Kemanan Jembatan Panjang dan Terowongan Jalan. Kalau sudah ada sertifikasi dari Komite itu, baru boleh digunakan," kata Basuki saat meninjau Simpang Susun Semanggi.
Basuki menerangkan pengecekan itu meliputi desain, kualitas beton, hingga konstruksi. Bila itu semua sudah beres, kemudian akan dipasang pernak-perniknya seperti lampu dan lain-lain.
Kata Basuki pula proyek dengan biaya Rp360 miliar sepanjang 1,8 kilometer ini akan menjadi ikon nomor dua Jakarta setelah Monas. Bila diperhatikan, cetakan sambungan jalan pun tak ada yang sama karena bentuk jalan yang melingkar.
"Jembatan Semanggi itu heritage. Masuk dalam undang-undang, sehingga dalam pengerjaannya tidak boleh banyak disentuh dan diubah," ujar Basuki.
Simpang Susun Semanggi Urai Kemacetan
Proyek Simpang Susun Semanggi digarap PT Wijaya Karya dan pemerintah berharap bisa mengurangi kemacetan mencapai 30 persen.
Bahkan diawal peletakan batu pertama pada 8 April 2016, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku optimistis pembangunan simpang susun Semanggi mampu mengurangi kemacetan di kawasan tersebut.
"Karena dengan adanya simpang tersebut, kendaraan tidak akan lagi saling bersinggungan. Jadi, saya rasa bisa mengurangi sampai 50 persen kemacetan di kawasan itu," kata Basuki di Taman Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (8/4/2016).
Namun Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sehari berikutnya Sabtu (25/4) menyanggah klaim pemerintah tersebut. Tulus menilai kemacetan di kawasan Semanggi hanya akan terurai dalam jangka pendek, tidak akan lebih dari 1 tahun.
Sebaliknya, ia berpendapat, simpang susun Semanggi hanya akan memberikan "karpet merah" bagi warga Jakarta untuk memiliki dan menggunakan kendaraan bermotor pribadi. "Warga Jakarta menjadi malas menggunakan angkutan umum. Apalagi, angkutan umum di Jakarta sampai detik ini masih amburadul, sekalipun Transjakarta," tutur Tulus.
Tulus menyarankan seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun simpang susun atau underpass untuk lokasi yang beririsan dengan rel kereta api atau lintasan sebidang.
“Jadi, alasan membangun simpang susun Semanggi untuk mengatasi kemacetan adalah alasan dan paradigma yang sesat pikir," tutur Tulus seperti dikabarkan Antara.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH