Menuju konten utama

Sikap Pimpinan DPR Terkait Aksi 212 Jilid 2

Ketua dan Wakil Ketua DPR RI punya sikap berbeda terkait aksi 212 jilid 2 yang rencana digelar besok.

Sikap Pimpinan DPR Terkait Aksi 212 Jilid 2
Ribuan orang melakukan "long march" menuju Monas untuk mengikuti aksi 212 atau 2 Desember di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (2/12). Aksi tersebut untuk mendesak pihak terkait agar segera menuntaskan kasus dugaan penistaan agama. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/16.

tirto.id - Ketua lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto tidak keberatan dengan aksi demonstrasi bertajuk 212 yang digagas Forum Umat Islam (FUI) di Gedung DPR, Senayan besok (21/2). Kata Setya, aksi ini boleh-boleh saja karena dilindungi oleh undang-undang dan merupakan hak rakyat menyampaikan pendapat.

“Tapi semuanya kita harapkan semuanya berjalan tertib, berjalan aman, dan tentu kita harapkan semuanya kita serahkan juga kepada aparat, baik kepolisian dan TNI untuk bisa memberikan adanya suatu hal-hal komunikasi yang baik selama ini dan tentu kita harapkan mahasiswa bisa mematuhi keamanan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas,” tuturnya di Kantornya, Senayan, pagi tadi (20/12).

Sesuai dengan rencana para demonstran berencana masuk masuk ke dalam Kompleks Parlemen untuk melakukan salat di Masjid Baiturrahman. Terkait dengan hal ini, Setya menyerahkannya ke aparat. "Kami yakin sekali mereka (baca: pendemo) bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sama seperti aksi-aksi sebelumnya, tuntutan para demonstran tetap mengarah kepada gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Kedatangan mereka ke DPR sebagai bagian dari dukungan pembahasan hak angket terkait pencopotan Ahok sebagai gubernur. Menyikapi hal ini, Setya mengakui aksi demonstrasi mestinya tidak dilakukan karena pembahasan soal hak angket ini sudah dilakukan oleh DPR.

“Ada acara-acara yang sudah kami agendakan, namun sampai sekarang memang belum dibahas lebih lanjut lagi," tuturnya.

Sementara itu, Wakil ketua DPR RI, Fadli Zon membuat pernyataan berbeda dengan Setya. Fadli mendukung tuntutantentang pemberhentian Ahok dari jabatan gubernur selama sementara. Bagi Fadli, hal itu sangat masuk akal ditinjau dari yurisprudensi dan Undang-undang Nomor 23 pasal 83 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Masalah interpretasi, ya interpretasi kan bisa dibuat-buat ya, tergantung berpihak mana, tapi masa ada terdakwa mau menjadi gubernur. Seorang terdakwa secara hukum menjadi kepala daerah, sementara pada kasus-kasus yang lain, mereka langsung diberhentikan sementara sampai kasusnya selesai,” jelas Fadli saat ditemui di depan Gedung Nusantara III.

Dengan tidak dicopotnya Ahok, kata Fadli itu bisa membuat Ahok memanfaatkan posisinya untuk kepentingan Pilkada. Dia berani berasumsi demikian karena Fadli mengaku sudah mendapat laporan bahwa Ahok telah membuat kebijakan yang menguntungkan dirinya. Hanya saja dia enggan melaporkan secara rinci soal kebijakan itu.

Terkait hal ini, Fadli menganggap bahwa harusnya Mendagri Tjahjo Kumolo bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus menunggu fatwa MA ataupun pendapat dari Ombudsman. “Seharusnya Mendagri bisa melakukan (pemberhentian sementara), tapi ‘kan karena Mendagrinya mungkin dari partai politik yang mempunyai kepentingan yang sama dengan calon juga, ya saya kira kebijakannya menjadi bias,” ucapnya.

Baca juga artikel terkait AKSI 212 JILID II atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan