tirto.id - Lembaga think-tank Institute of Policy Analysis of Conflict pimpinan Sidney Jones mengingatkan setelah perang kota di Marawi, Filipina selatan berkecamuk, kaum radikal ISIS bakal semakin banyak melancarkan serangannya ke wilayah Asia Tenggara.
Ancaman itu, kata dia akan meningkat di Indonesia dan Malaysia karena keduanya merupakan negara bermayoritas muslim.
"Indonesia dan Malaysia akan menghadapi ancaman baru dalam bentuk kembalinya para petempur dari Mindanao, dan Filipina akan menjadi tuan rumah untuk sel-sel kecil yang tersebar luas dengan kapasitas baik dalam melakukan kekerasan maupun indoktrinasi," kata dia dikutip dari Antara, Jumat (21/7/2017).
Jones menyatakan pengepungan Marawi telah menyatukan dua faksi pro-ISIS di Indonesia dan saat ini sedang berkembang pemikiran di kalangan militan bahwa mengapa mereka tidak bisa melancarkan serangan yang spektakuler.
"Begitu pertempuran di Marawi berakhir, kemungkinan para pemimpin ISIS asal Asia Tenggara (di Suriah) mendorong orang-orang Indonesia untuk membidik target-target lain, termasuk orang asing atau lembaga-lembaga asing, khususnya jika salah satu dari mereka kembali memimpin operasi (teror)," kata laporan itu.
Koalisi kelompok-kelompok militan Filipina yang dikembangbiakkan para petempur asing, telah memenuhi Marawi di Pulau Mindanao sejak dua bulan lalu. Para militan yang menyatakan sumpah setiap kepada ISIS itu masih menguasai sebagian kota itu, kendati militer Filipina tak henti melancarkan ofensif.
Telah ada serangan serupa di Filipina sejak tahun lalu, namun durasi dan keganasan pertempuran di Marawi telah meresahkan negara-negara Asia Tenggara dan membangkitkan kekhawatiran bahwa serangan itu akan menginspirasi dan menyatukan kelompok-kelompok islamis yang terpecah-pecah.
"Risikonya tak akan berakhir hanya karena militer mengumumkan kemenangan," kata Sidney Jones, direktur Institute of Policy Analysis of Conflict.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto