Menuju konten utama

Serikat Pekerja Dukung Alih Profesi Petugas Gardu Tol

Karyawan Jasa Marya yang jadi "korban" penerapan elektronifikasi akan dimasukkan program alih profesi.

Serikat Pekerja Dukung Alih Profesi Petugas Gardu Tol
Tampak mobil mengaplikasikan pembayaran e-tol di Gerbang Tol Cikunir 2, Bekasi, Rabu (4/10). tirto.id/Arimacs Wilander.

tirto.id - Serikat Karyawan Jasa Marga (SKJM) menegaskan bakal terus mengawasi proses alih profesi yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk terhadap para karyawannya yang bertugas di gardu tol setelah pemberlakuan elektronifikasi jalan tol.

Ketua Umum SKJM Muhammad Kusnadi berpendapat langkah yang seharusnya dilakukan saat ini adalah dengan memfasilitasi para karyawan yang terkena dampak tersebut dengan menyediakan peluang baru.

"Kita semuanya tahu, diterapkannya transaksi non tunai ini kebijakan pemerintah. Untuk itu kami bersama manajemen sepakat, akibat diberlakukannya transaksi non tunai tidak ada PHK (pemutusan hubungan kerja) di Jasa Marga,” kata Kusnadi saat jumpa pers di Kantor Pusat Jasa Marga, Jakarta, pada Jumat (13/10/2017).

Baca juga: 1.300 Karyawan Jasa Marga Terkena Dampak Elektronifikasi Jalan Tol

Manajemen Jasa Marga pada Jumat (13/10) menggelar jumpa pers untuk menjelaskan tentang nasib karyawan setelah pemberlakuan elektronifikasi jalan tol. Menurut Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum PT Jasa Marga Kushartanto Koeswiranto, para pekerja yang tugasnya akan tergantikan oleh pemberlakukan elektronifikasi jalan tol akan diarahkan untuk alih profesi.

SKJM menyatakan mendukung penuh sejumlah program alih profesi yang digagas oleh manajemen PT Jasa Marga.

Selain berpeluang untuk ditempatkan di kantor pusat maupun kantor cabang Jasa Marga, Kusnadi mengungkapkan para petugas gardu tol juga bisa berkarier di anak perusahaan Jasa Marga lainnya.

“Jasa Marga juga sudah menyiapkan fasilitas bagi yang berkeinginan lain, misal menjadi entrepreneur. Mereka kemudian bisa diberdayakan untuk bekerja di rest area. Namun kalau ada inisiatif lain, juga akan difasilitasi,” ujar Kusnadi.

“Kami berusaha untuk berjalan dan berpikir bareng, mencari solusi agar teman-teman yang terkena dampak (transaksi non tunai) bisa tetap eksis dengan pilihan-pilihannya,” tambahnya.

Saat disinggung tentang protes dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) terhadap kemungkinan terjadinya PHK massal, Kusnadi hanya mengindikasikan bahwa sekitar 4.200 karyawan yang bernaung di bawah SKJM tidak berafiliasi ke ASPEK.

Menurut Kusnadi, SKJM cenderung berafiliasi kepada Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN.

Turut hadir dalam acara jumpa pers tersebut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN Ahmad Irfan. Ia mengklaim adanya miskomunikasi terhadap keberlanjutan nasib petugas gardu tol. Senada dengan SKJM, Ahmad juga mendukung rencana Jasa Marga untuk mengadakan program alih profesi.

“Ini sangat jarang terjadi di BUMN, di mana perusahaan sepakat untuk tidak ada PHK. Ini membuktikan adanya kemitraan yang harmonis, serta komunikasi yang baik,” ungkap Ahmad.

Menurut Ahmad, kemitraan yang terjalin di dalam tubuh Jasa Marga merupakan bentuk kepercayaan yang berkesinambungan.

Oleh karenanya, Ahmad mengaku mengapresiasi langkah Jasa Marga dalam memberikan pelatihan dan pendidikan bagi karyawannya yang hendak beralih profesi. “Ini juga promosi bagi sebagian karyawan,” tutur Ahmad.

Respons yang ditunjukkan SKJM maupun Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN tersebut rupanya berseberangan dengan yang dikhawatirkan ASPEK. Menurut Presiden Aspek Mirah Sumirat, elektronifikasi jalan tol berpotensi membuat sebanyak 20.000 pekerja di jalan tol menjadi pengangguran.

Mirah sendiri telah mengadukan kekhawatiran tersebut kepada Ombudsman Republik Indonesia pada Senin (9/10/2017) lalu. Dalam pengaduannya, Mirah mengaku Jasa Marga belum memberikan sosialisasi terkait rencana pasca penerapan transaksi non tunai di gerbang tol.

“Bayangkan yang sudah bekerja tahunan di gerbang tol, gara-gara diberlakukannya transaksi non tunai ini kami dialihkan kerjanya ke tiga sektor lain, yaitu di rest area, potong rumput, dan mengurusi jembatan penyeberangan. Itu kan tidak masuk akal,” ungkap Mirah.

Adapun Mirah menilai untuk ketiga sektor yang disebutkannya itu sudah memiliki pekerjanya sendiri, yang memang dari awal ditugaskan di situ. Oleh karenanya, Mirah beranggapan kalau rencana tersebut benar akan dilakukan, malah akan menimbulkan masalah baru.

Baca juga: 1.300 Pekerja Tol kena Dampak Elektronifikasi

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI NONTUNAI atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri