tirto.id - Serapan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2018 masih jauh dari target yang direncanakan. Hingga hari ini, 26 Maret, baru ada Rp5,8 triliun atau 8,1 persen uang yang dibelanjakan oleh seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Data yang diakses Tirto pada situs publik.bapedadki.net, porsi terbesar serapan anggaran berada pada pos belanja tidak langsung sekitar Rp 3,627 triliun. Sementara belanja langsung, baru terserap Rp 2,391 triliun.
Artinya, serapan anggaran terbesar bukan berasal dari realisasi program melainkan belanja pegawai, hibah, bantuan sosial dan lain-lain.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menyampaikan, lemahnya serapan menunjukkan ketidakmampuan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno mengkonsolidasi bawahannya untuk menjalankan program.
"Bayangkan, sudah akhir bulan ketiga baru delapan persen yang terserap. Kalau sampai akhir triwulan kedua misalnya terserap 20 persen lagi, itu bagaimana? Bisa-bisa SILPA (Sisa Lebih Angggaran Tahun Berkenaan) kita ada Rp10 triliun," ungkapnya saat dihubungi Tirto, Senin (26/3/2018).
Politisi Partai Nasdem itu juga menjelaskan bahwa anggaran yang tak terserap akan berpengaruh langsung pada roda perekonomian. Ia menyebut, misalnya, anggaran pembangunan dua Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) di Dinas Perumahan yang belum terserap sama sekali hingga bulan ini.
"Kalau tidak ada pembangunan, tidak ada kuli yang dibayar. Pedagang-pedagang yang seharusnya bisa berjualan di dekat proyek rusun juga tidak ada mendapatkan penghasilan dan lain sebagainya. Ini harus jadi perhatian," ujarnya.
Bestari menyarankan agar Anies-Sandi melakukan percepatan penyerapan dengan mengkonsolidasi seluruh pejabat dinas dan walikota dan menanyakan problem-problem di masing-masing instansi tersebut.
Jangan sampai, kata dia, "penyerapan cuma untuk gaji pegawai tapi enggak ada kerjaannya."
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto