tirto.id - Seorang pria berusia 27 tahun meledakkan sebuah bom rakitan yang diikatkan ke tubuhnya di dalam sebuah lorong kereta bawah tanah Manhattan yang padat pada Senin (11/12/2017) pagi waktu AS.
Kejadian ini membuat penumpang yang ketakutan berlari ke pintu keluar. Pejabat kontraterorisme kemudian bergegas mengungkap serangan teroris kedua di kota tersebut, kurang dari dua bulan terakhir.
Pihak berwenang mengidentifikasi tersangka teror sebagai Akayed Ullah, seorang imigran asal Bangladesh yang datang ke AS pada tahun 2011. Serangan tersebut menyebabkan tersangka luka-luka dan melukai tiga penumpang lainnya. Peristiwa ini otomatis menghidupkan kembali debat publik tentang terorisme, keamanan publik, dan imigrasi.
Bom rakitan itu ditempelkan pada pakaian Ullah dengan tali velcro dan zip, diledakkan sekitar pukul 07:20. Ia berjalan di lorong bawah tanah dari stasiun kereta bawah tanah di 42nd Street dan 8th Avenue ke sebuah stasiun terdekat di 7th Avenue, demikian kata polisi seperti diwartakan Washington Post.
Serangan tersebut membawa jalan buntu pada Senin pagi di Times Square sampai mengakibatkan kemacetan. Polisi mengepung secara masif daerah tersebut sementara pihak berwenang mencari bom lain.
Ullah mengatakan kepada penyidik bahwa dia terinspirasi oleh propaganda kelompok teror ISIS, menurut petugas penegak hukum. FBI dan NYPD sedang menyelidiki kasus ini, dan tuduhan yang dijatuhkan pada tersangka segera diajukan ke pengadilan federal.
Video keamanan menunjukkan seorang pria berjalan menyusuri terowongan yang penuh sesak, terlihat seperti orang yang lewat pada umumnya. Tak berapa lama asap tebal merobohkan dia ke tanah. Sesaat dia masih sadar dan kemudian mulai menggerakkan kakinya, menampakkan kesakitan.
Ullah menderita luka bakar dan luka di tangan dan perutnya, kata pihak berwenang. Tiga orang yang menderita luka ringan mengeluhkan dengungan di telinga dan sakit kepala, dan membawa mereka ke rumah sakit.
Polisi bergegas mengamankan lokasi kejadian dan mengevakuasi pejalan kaki. Ullah mulai berbicara dengan pihak berwenang saat dia terbaring di tanah, menurut petugas penegak hukum.
Ullah mengatakan kepada penyidik bahwa dia bertindak sendiri. Sementara, saat-saat pertama setelah ledakan tersebut, polisi fokus untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa dia mungkin telah menanam bom lain di sistem kereta bawah tanah kota.
Ullah dibawa ke Rumah Sakit Bellevue di Manhattan, di mana dia kembali berbicara dengan penyelidik. Pejabat berwenang mengatakan bahwa dia datang ke AS dengan visa keluarga untuk orang yang sudah tinggal secara legal di negara tersebut.
Presiden Trump mengatakan bahwa kejadian tersebut adalah contoh lain mengapa AS perlu mengekang imigrasi.
"Serangan pembunuhan massal di New York City hari ini - serangan teroris kedua di New York dalam dua bulan terakhir - sekali lagi menyoroti kebutuhan mendesak Kongres untuk memberlakukan reformasi legislatif untuk melindungi rakyat Amerika," kata Trump dalam sebuah pernyataan, mengacu pada serangan mematikan di Manhattan pada 31 Oktober.
"Amerika harus memperbaiki sistem imigrasi yang lemah, yang memungkinkan terlalu banyak orang yang berisiko dan tidak memiliki hak untuk mengakses negara kita. Teror hari ini memasuki negara kita melalui migrasi lewat rantai keluarga besar, yang tidak sesuai dengan keamanan nasional."
Dia juga mengatakan bahwa orang-orang yang dihukum karena tuduhan terorisme "berhak mendapatkan hukuman terkuat yang diizinkan oleh undang-undang, termasuk hukuman mati dalam kasus yang sesuai."
Ledakan pada Senin itu terjadi beberapa minggu setelah seorang pria mengemudikan truk yang menubruk pejalan kaki dan pengendara sepeda di jalan setapak di sisi barat Manhattan. Kejadian itu menewaskan delapan orang dan melukai belasan orang lainnya. Jaksa menuduh pengemudi tersebut melakukan pembunuhan, setelah dia mengaku telah melakukan serangan atas nama ISIS.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari