Menuju konten utama

Sepanjang 2019, OJK Suspensi 37 Manager Investasi

OJK membatasi penjualan reksadana pada 37 manajer investasi selama 2019.

Sepanjang 2019, OJK Suspensi 37 Manager Investasi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memberikan sambutan dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2020 di Jakarta, Kamis (16/1/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama.

tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan telah membatasi penjualan reksadana pada 37 manajer investasi selama 2019.

Ketua Dewan Komisoner OJK, Wimboh Santoso, menyatakan, penindakan ini dilakukan untuk menjaga integritas pasar saham di Indonesia.

Ia memastikan pengaturan dan pengawasan di pasar modal bakal ditingkatkan untuk menjaga kepercayaan investor.

“OJK telah melakukan pembatasan penjualan reksa dana tertentu pada 37 manajer investasi. Kami juga memberi sanksi pada 3 akuntan publik,” ucapnya dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Kamis (16/1/2020).

Kendati berbagai masalah menimpa pasar modal, seperti kasus investasi Jiwasraya dan Asabri, kinerja pasar modal di tahun 2019 masih cukup moncer.

Tercatat ada 55 emiten baru dan menjadi salah satu yang tertinggi di ASEAN dan nomor 7 di dunia.

“Dapat kita simpulkan kondisi sekarang ini kita masih cukup optimis penawaran pasar modal masih Rp166,8 triliun. Masih sama seperti tahun lalu,” ucap Wimboh.

Aturan Main Diperketat

Kendati demikian, Wimboh mengatakan lembaganya akan tetap memperketat regulasi di pasar modal.

Salah satunya terkait dengan pengetatan izin perusahaan yang ingin melantai di bursa untuk memiliki tingkat pemodalan tertentu.

“Tidak boleh terlalu banyak dan kecil. Nanti kurang nendang dan kurang bisa berkompetisi,” ucap Wimboh.

Wimboh juga menyampaikan bakal memperketat ketentuan perizinan untuk broker saham, yakni harus memiliki skala yang besar.

Hal ini diperlukan untuk menghindari risiko adanya transaksi broker yang tidak melalui bursa.

Lalu ada juga wacana untuk menerapkan pengawasan transaksi broker seperti perbankan.

“Size-nya harus gede. Enggak boleh kecil. Kalau kecil sama-sama kecil nanti harganya digoyang sama player-player kecil. Kalau non bank, pengawasan brokernya agak sulit. Kalau transaksi bank bisa kita monitor,” ucap Wimboh.

Baca juga artikel terkait OTORITAS JASA KEUANGAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana