tirto.id - Pernah menjadi raja di pasar komersial mobil MPV bermesin diesel di era 1990-an, Panther besutan Isuzu kini sedang terombang-ambing dengan ketidakpastian di tengah peralihan jaman dan peraturan pemerintah yang terus berubah.
Mengusung mesin dengan standar emisi Euro 2, Panther memang sedang dalam posisi terjepit. Di satu sisi, pemerintah sudah menelurkan ketetapan terkait kewajiban mobil bermesin diesel yang diproduksi dan dijual di Indonesia untuk memenuhi standar emisi Euro 4.
Ketetapan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru yang diterbitkan pada Maret 2017 lalu.
Di sisi lain, penjualan Panther menunjukkan tren penurunan. Data ritel Isuzu menunjukkan penurunan sebesar 17,2 persen pada penjualan Panther dari 1.147 unit di 2017 menjadi 950 unit di 2018.
Public Relations PT Isuzu Astra Motor Indonesia Cynthia Chacha Febrina mengatakan Isuzu saat ini masih memperhatikan bagaimana arah kebijakan pemerintah terkait emisi Euro 4 serta kesiapan bahan bakar yang mendukung standar emisi tersebut.
“Itu kan harus kita tunggu kan, wait and see, karena kita juga tidak bisa mengeluarkan produk terus ternyata tidak fit, dari harganya juga kan jadinya kita juga yang mati kan,” kata Cynthia kepada Tirto, Jumat (25/01).
Dilansir CNN Indonesia, sebelumnya General Manager Marketing Division Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) Attias Asril mengatakan sangat terbuka kemungkinan bagi Isuzu untuk menghentikan produksi Panther
Ia menyebut pembaruan mesin untuk produk Panther akan memakan investasi besar. Ujung-ujungnya, harga Panther bisa melonjak sangat tinggi, melebihi harga Sport Utility Vehicle (SUV). Ditambah pasar MPV yang cenderung menurun, situasi ini membuat Isuzu gamang untuk memperbarui produk Panther. Terlebih, Panther hanya diproduksi di Indonesia.
“Jadi sangat tidak memungkinkan dengan situasi yang kami hadapi,” ujar Attias, Kamis (24/01).
Cynthia mengatakan Isuzu saat ini memang tengah fokus ke pasar kendaraan niaga seiring pesatnya pertumbuhan infrastruktur dan industri logistik di Indonesia. Saat ini, perbandingan kendaraan niaga dengan komersial berkisar di angka 60:40 atau 70:30 persen.
“Opportunity-nya saat ini niaga itu porsinya lebih besar,” sebutnya. “Kita fokus ke perkembangan-perkembangan dunia truk.”
Selain itu, Isuzu juga tengah fokus pada pengembangan MU-X dan D-MAX. Pasalnya, tipe tersebut sudah jauh lebih siap menyambut peraturan pemerintah terkait standar emisi Euro 4. Ia mengklaim Isuzu telah mengunci sejumlah kesepakatan penjualan terkait MU-X, salah satunya dengan kepolisian dan pasukan pengawal presiden.
Isuzu sendiri masih memasarkan Panther hingga saat ini, menurut Cynthia, karena masih memiliki basis konsumen yang cukup loyal. “Untuk Panther ini kan (terkenal) bandel, jadi masih banyak yang pakai ya, karena untuk bisnis, lebih ke ranah bisnis,” sebutnya.
Gamangnya Isuzu terkait Panther ini sesungguhnya sudah tampak sejak awal tahun 2017. Seperti dilaporkan Kompas, Ernando Emily yang kala itu masih menjabat sebagai Vice President Director IAMI mengatakan Isuzu masih melakukan studi untuk Panther terkait penerapan peraturan standar emisi Euro 4 ini.
Meraja di era 1990-an
Slogan si ‘Raja Diesel’ yang diusung oleh Isuzu Panther sejak lama memang bukan omong kosong belaka, setidaknya di era 1990-an. Pada tahun 1995, misalnya, Isuzu sempat kewalahan melayani permintaan konsumen.
Seperti dilansir Mingguan Warta Ekonomi volume 6, pada tahun tersebut produksi Isuzu Panther mencapai angka 40.000 unit. Angka tersebut masih defisit 2.000 unit dari total permintaan konsumen. Kendala terbatasnya komponen dari Isuzu Jepang kala itu menjadi faktor utama mengapa permintaan pasar tidak dapat dipenuhi.
Satu tahun sebelumnya, Isuzu Panther menjadi salah satu dari dua mobil terlaris keluaran Astra Group berdampingan dengan Toyota Kijang.
Sukses ini tak lepas dari strategi pemasaran Isuzu, khususnya melalui iklan-iklan dengan slogan yang memikat para pendengarnya.
Dalam Aplikasi Riset Pemasaran: Cara Praktis Meneliti Konsumen dan Pesaing (2009), Istijanto menyatakan biro iklan yang menangani produk Panther berhasil menangkap persepsi negatif masyarakat mengenai mesin diesel serta peluang pemasaran dari murahnya harga solar saat itu.
Riset mengenai persepsi masyarakat kemudian diteruskan di internal perusahaan. Beberapa kali Isuzu meresponsnya dengan perbaikan. Misalnya ketika mereka memperbaiki sistem peredaman suara Panther. Setelahnya, slogan iklan dibuat berdasarkan dua keunggulan yang ada: peredaman suara yang lebih halus serta iritnya bahan bakar. Sebagai catatan, harga solar pada waktu itu memang jauh lebih murah dari harga bensin premium.
Hasilnya adalah slogan dan tampilan visual iklan yang nyantol di telinga dan mata pemirsa: “Nyaris tak terdengar” serta “Wuzz..Wuzz” yang diikuti dengan segepok uang receh keluar dari tangki bensin Panther, dan “Cuma 44 ribu rupiah dari Jakarta sampai deh di Bali.”
Isuzu Panther generasi pertama sendiri diluncurkan pada 1991. Seperti dilansir Seva, varian yang dikeluarkan kala itu ada enam varian: Grand Deluxe, Deluxe (Total Assy), Hi-Grade, Bravo , Miyabi dan Standart.
Setelah cukup sukses dengan generasi pertama, pada pertengahan 1996, Isuzu menelurkan Panther generasi kedua. Selain mengalami upgrade mesin, pada generasi ini variannya juga berubah menjadi delapan varian: Grand Royal, New Royal, Royal, Hi-Grade, New Hi-Grade, Hi-Sporty, Deluxe, dan Standart.
Generasi ketiga Panther muncul pada tahun 2000. Selain penambahan varian transmisi otomatis dan mesin turbo diesel, tak ada perubahan berarti pada mesin New Panther ini. Jumlah varian yang ditawarkan tetap namun berbeda: Touring, Grand Touring, SS, SV, LV, SM dan LM.
Generasi terakhir Panther, generasi keempat, diluncurkan pada 2005 dan mengalami facelift sebanyak dua kali yakni pada 2009 dan 2013. Versi 2013 inilah yang bertahan hingga sekarang.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Windu Jusuf