tirto.id - Di penghujung 2016, beberapa kejutan di bidang teknologi komunikasi dan informasi bermunculan. Dimulai dari keputusan Google untuk mengakhiri seri Nexus, hingga kabar kembalinya Nokia di kancah pasar ponsel pintar yang sudah penuh sesak.
Kembalinya Nokia sebagai merek yang sempat popular di era 1990-an ini cukup dinanti. Sebagai bukti tingginya popularitas Nokia, ponsel Nokia 216 yang notabene hanya ponsel dengan fitur sederhana, justru ramai dibicarakan saat peluncuran globalnya--termasuk di Indonesia beberapa saat lalu.
Peluncuran seri 216 akhir tahun lalu bisa jadi sebagai pembuktian bagi Nokia. Ada atau tidaknya pengaruh nama Nokia di segmen ponsel bisa dilihat dari sana. Melihat animo pemberitaan yang tinggi, wajar jika HMD Global, sebagai perusahaan yang kini memiliki hak atas nama Nokia, semakin percaya diri untuk meluncurkan sekaligus dua buah ponsel pintar di 2017.
Penantian usai, seri pertama sudah resmi diperkenalkan. Bertajuk Nokia 6, ponsel yang mengusung Android 7.0 Nougat ini dijual eksklusif di toko online paling popular di Cina, JD.com. Harganya dibanderol 1699 Yuan (Rp3,2 juta), ponsel ini memang tidak menyasar Galaxy S7 Edge, iPhone 7, maupun LG V20 sebagai pesaing. Spesifikasinya yang cenderung bermain di pasar menengah memang tak bisa dianggap remeh. Jangan lupa, nama ‘Nokia’ sebagai merrk masih sangat menjual sehingga harga yang ditawarkan terbilang sangat bersaing.
Dalam keterangan resminya, HMD Global mengatakan Nokia 6 sebagai ponsel pintar yang memiliki kombinasi kualitas dan ketahanan yang tinggi serta sanggup menawarkan pengalaman menggunakan ponsel premium, tapi dengan harga yang sangat menarik untuk konsumen Cina.
Sama seperti peluncuran Nokia 216, peluncuran Nokia 6 ini juga disinyalir menjadi pertaruhan awal Nokia sebelum masuk ke pasar yang lebih luas di luar Cina. Jika sukses meraih animo pasar dan bagus dari segi penjualan, Nokia dipastikan siap meluncurkan ponsel gawai pintar berikutnya.
Di era 1990-an, selain Nokia, ada nama lain yang enggan ‘pensiun’ dari dunia teknologi, yakni Motorola. Bersama Nokia dan Ericsson, Motorola juga merupakan pemimpin pasar, bahkan pionir untuk telepon seluler. Kisah Motorola sedikit banyak mirip dengan Nokia. Sempat dibeli oleh Google, Motorola kini ditangani oleh Lenovo. Jika dibandingkan, Nokia juga sempat dipegang oleh raksasa teknologi sekelas Google yakni Microsoft sebelum kini dipegang HMD Global.
Bedanya, HMD Global tidak sendirian, karena untuk membawa Nokia kembali ke papan atas, ia dibantu oleh Foxconn Technology Group dan anak perusahaannya, FIH Mobile. Nama yang terakhir inilah yang sukses membeli aktiva-aktiva teknologi ponsel fitur dari Microsoft, termasuk di dalamnya adalah sebuah pabrik perakitan ponsel yang dimiliki Microsoft Mobile Vietnam. Duet HMD Global dan Foxconn inilah yang akan menentukan nasib Nokia di 2017 ini.
Pelajaran Masa Lalu
Perlu diingat bahwa Nokia 6 bukanlah ponsel Nokia pertama yang mengusung Android. Pada 2014, Nokia sempat mencoba meraih pasar Android dengan meluncurkan Nokia X series. Sayangnya, arogansi Nokia saat itu masih sangat tinggi. Android yang digunakan bukanlah versi yang didukung oleh Google Play services sehingga aplikasi-aplikasi bawaan Google diganti dengan aplikasi hasil kreasi Nokia serta dari pihak ketiga.
Ketiadaan Google Play membuat ponsel tersebut seperti pincang. Apalagi spesifikasi ponsel Nokia X terbilang rendah dan banyaknya kustomisasi yang dilakukan Nokia membuat ponsel tersebut semakin kekurangan tenaga. Tak sampai enam bulan sejak peluncurannya, divisi Nokia X Project terpaksa ditutup. CEO Microsoft Satya Nadella memastikan hal tersebut bersamaan dengan pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
Jika dibandingkan, langkah Nokia saat itu tidak bisa dibilang salah. Amazon contohnya, perusahaan toko ritel online tersebut tergolong sukses dengan seri ponsel dan tablet Amazon Fire. Sama-sama mengusung Android tanpa Google Play services, seri Amazon Fire mendulang kesuksesan--setidaknya sampai 2015, yang dibuktikan dengan 14 seri yang diluncurkan dalam waktu 2011-2015.
Bedanya dengan Nokia, Amazon sudah lebih dulu siap dengan Amazon AppStore. Kesiapan tersebut tak hanya sekadar menyiapkan platform bagi para developer untuk menjual aplikasi mereka, tapi juga kemampuan porting layanan Google yang tidak tersedia untuk digantikan dengan layanan sejenis. Tak lupa dari segi harga, seri Amazon Fire ditawarkan dengan harga yang sangat terjangkau. Berbeda dengan seri Nokia X yang memang dijual murah lantaran spesifikasinya yang rendah.
Bagaimana dengan nasib Nokia 6? ponsel yang baru beredar di Cina ini memang tak perlu mengusung Google Play services. Merek-merek lain seperti OnePlus dan Xiaomi juga menawarkan versi ponsel tanpa Google Play services untuk seri yang dijual di Cina. Blokir layanan Google oleh pemerintah Cina merupakan alasan utama. Namun, besar kemungkinan Nokia akan mengusung Google Play services ketika dijual di negara lain sehingga satu kesalahan dari masa lalu bisa diperbaiki.
Di masa silam, kepercayaan Nokia pada layanan yang dimiliki bukan tanpa alasan. Layanan Google yang hilang pada Nokia X diyakini bisa diganti oleh aplikasi lain seperti Nokia Here Maps untuk menggantikan Google Maps. Kepercayaan diri tersebut juga diperkuat oleh keinginan memiliki sesuatu yang beda dengan ponsel Android dari kompetitor.
Kali ini, Nokia 6 memiliki sesuatu yang berbeda yakni Viki. Layanan asisten digital berbasis kecerdasan buatan ini disinyalir akan menjadi pembeda ponsel Nokia 6 dan seterusnya. Langkah yang cukup tepat meskipun sangat berisiko, terutama mengingat minimnya informasi mengenai Viki dan kemampuan sebenarnya untuk dapat terintegrasi dengan layanan lain belum teruji.
Persaingan di asisten digital memang masih berlangsung. Google memiliki Google Now yang tertanam di semua gawai pintar Android--termasuk Android TV, Android Wear, dan Chrome OS; Apple dengan Siri; Microsoft dengan Cortana; Samsung dengan Bixby--yang menggantikan S-Voice; dan Amazon yang kini juga bersama Huawei dengan Alexa.
Kehadiran Viki di ponsel Nokia menjadi penentu, terutama karena HERE Maps sudah lama lepas dari Nokia dan kini menjadi milik BMW, Audi, dan Daimler. Otomatis, selain nama Nokia, Viki menjadi satu-satunya pembeda yang diharapkan menjadi daya tarik baru untuk calon konsumen. Nokia memang selalu ditunggu, namun informasi lengkapnya baru akan terkuak pada Mobile World Congress 2017 pada akhir Februari nanti. Kita tunggu saja.
Penulis: Andry Togarma Hermawan
Editor: Suhendra