Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Sejarah Turunnya Al-Qur'an dan Keistimewaannya

Sejarah Al-quran, sejarah turunnya Al-quran, sejarah pembukuan Al-quran dan keistimewaan Al-quran.

Sejarah Turunnya Al-Qur'an dan Keistimewaannya
Ilustasi Al-Quran. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Al-quran adalah kitab suci umat Islam. Kehadirannya adalah sebagai petunjuk bagi manusia dan merupakan prinsip-prinsip dasar untuk semua masalah kehidupan.

Al-quran juga berfungsi sebagai panduan hidup di dunia dan akhirat.

Perjalanan Al-quran, mulai pertama kali diturunkan hingga sekarang mengalami perjalanan sejarah yang amat panjang, melewati periode lebih dari 1400 tahun lampau.

Kendati berusia panjang, tidak seperti kitab-kitab suci lainnya yang terdistorsi, Allah SWT menjamin keutuhan dan keaslian Al-quran, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-quran dan Kamilah yang memeliharanya," (QS Al Hijr [15]: 9).

Dilansir dari NU Online, di masa kenabian, Al-quran diturunkan dalam dua cara. Pertama, Al-quran diturunkan secara lengkap di malam Lailatulqadar dari Lauh Al-Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia pada bulan suci Ramadan.

Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam surah Al-Qadr ayat pertama: "Sesungguhnya kami telah menurunkannya [Al-quran] pada malam kemuliaan [Lailatulqadar]," (Al-Qadr [97]: 1).

Kedua, usai diturunkan di langit dunia, lalu wahyu Al-quran ini diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW sesuai dengan konteks dan kebutuhan, selama kira-kira 23 atau 25 tahun.

Ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad, sekaligus juga tanda pengangkatannya sebagai Rasululullah SAW adalah surah Al-Alaq ayat 1-5 yang berisi perintah membaca (Iqra!).

Sejarah Periodisasi Al-quran

Sepanjang perjalanan turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, para ulama membagi sejarah Al-quran dalam dua periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode selepas hijrah.

Ayat-ayat Al-quran yang turun sebelum hijrah dikenal dengan sebutan ayat-ayat makiyah, sementara ayat-ayat Al-quran yang turun usai hijrah dikenal dengan ayat-ayat madaniyah.

Yusuf Hasyim dalam buku Akidah Akhlak(2020) menjelaskan sejarah periodisasi Al-quran sebagai berikut:

1. Periode Sebelum Hijrah dan Ayat-ayat Makiyah

Pada periode sebelum hijrah, ayat-ayat Al-quran diturunkan selama Nabi Muhammad SAW berdakwah di Makkah.

Karena itulah, ayat-ayatnya dinisbatkan ke lokasi turunnya wahyu yaitu di Makkah. Ayat-ayatnya diberi julukan sebagai ayat-ayat makiyah.

Di periode pertama ini, terdapat 86 surah makiyah yang diturunkan selama 12 tahun lima bulan.

Sebagaimana disebutkan di atas, wahyu pertama diturunkan pada 17 Ramadan 610 M di Gua Hira ketika Nabi Muhammad SAW menyendiri dari kaumnya.

Pada umumnya, isi ayat-ayat makiyah berkenaan dengan akidah dan penguatan tauhid.

Wahyu Al-quran di periode sebelum hijrah merupakan pokok ajaran Islam untuk mengokohkan keimanan umat yang ditindas oleh orang-orang kafir Quraisy.

2. Periode Selepas Hijrah dan Ayat-ayat Madaniyah

Pada periode kedua ini, ayat-ayat Al-quran diturunkan selama Nabi Muhammad SAW berdakwah di Madinah.

Karena itulah, ayat-ayatnya dinisbatkan ke lokasi turunnya wahyu yaitu di Madinah. Ayat-ayatnya diberi julukan sebagai ayat-ayat madaniyah.

Di periode kedua ini, terdapat 28 surah yang turun selama 9 tahun 9 bulan.

Karena pengokohan iman sudah dijelaskan melalui ayat-ayat makiyah, maka usai hijrah, ayat-ayat madaniyah umumnya berkaitan dengan muamalat, syariat, dan hukum-hukum Islam.

Di periode ini, ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat 3 dalam surah Al-Maidah ketika Nabi Muhammad SAW melakukan haji Wada' sekaligus penutup dari wahyu Al-quran.

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam menjadi agamamu,” (QS. Al-Maidah [5]: 3).

Sejarah Pembukuan Al-Quran

Di masa Rasulullah SAW, Al-quran belum terkumpul rapi seperti sekarang.

Ketika wahyu diturunkan, Nabi Muhammad SAW membacakannya pada para sahabat, baik untuk langsung ditulis atau dihafalkan.

Usai Rasulullah SAW meninggal, terdapat kebutuhan untuk membukukan dan menstandardisasi Al-quran agar tetap utuh dan terjaga keotentikannya.

Penjelasan mengenai sejarah pembukuan Al-quran dijelaskan dalam uraian berikut ini:

1. Al-quran di Masa Nabi Muhammad SAW

Salah satu alasan Al-quran belum dibukukan pada masa kenabian adalah proses perjalanan wahyu yang masih berlangsung selama hidup Nabi Muhammad SAW.

Ketika wahyu diturunkan, Rasulullah SAW kemudian membacakannya kepada para sahabat, serta meminta beberapa orang untuk menuliskan wahyu tersebut.

Sahabat-sahabat penulis wahyu itu di antaranya adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Kaab, dan lain sebagainya.

Media tulis yang digunakan saat itu adalah pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit bintang, kayu, pelana, potongan tulang binatang, dan lain sebagainya.

Selain langsung dituliskan, banyak sahabat yang langsung menghafalkannya ketika dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Karena itulah, pengumpulan Al-quran di masa kenabian ini dikenal dengan dua cara, yaitu melalui tulisan (jam'u fi as-suthur) dan melalui hafalan (jam'u fi ash-shudur).

2. Al-quran di Masa Kekhalifahan Rasyidin

Usai Rasulullah SAW meninggal, terpilihlah khalifah-khalifah pengganti beliau di masa Kekhalifahan Rasyidin.

Di waktu inilah, para khalifah, dimulai dari Abu Bakar As-Shiddiq hingga Utsman bin Affan merasa perlu untuk mengumpulkan dan membukukan Al-quran menjadi kesatuan yang utuh.

Awalnya, kebutuhan untuk membukukan Al-quran ini dirasa sangat penting usai perang Yamamah di masa khalifah Abu Bakar. Pada perang itu, banyak dari para hafiz atau penghafal Al-quran dari para sahabat mati syahid.

Khawatir Al-quran akan bernasib sama seperti kitab-kitab suci lain yang banyak terdistorsi karena telat dibukukan, Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar agar Al-quran segera dikumpulkan.

Kendati awalnya ragu-ragu, namun akhirnya khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit, salah seorang penulis wahyu di masa kenabian agar memimpin proyek pengumpulan Al-quran tersebut.

Dalam uraian "Sejarah Al-Quran" yang ditulis Cahaya Khaeroni disebutkan bahwa Zaid ibn Tsabit menerapkan empat prinsip dalam proyek pengumpulan Al-quran:

  1. Ayat yang diterima hanya yang ditulis di hadapan Rasulullah;
  2. Ayat Al-quran ditulis dari hafalan para sahabat;
  3. Ayat Al-quran tidak akan ditulis, kecuali disetujui oleh dua orang saksi bahwa ayat itu pernah ditulis di hadapan Rasulullah; dan-
  4. Hafalan Al-quran para sahabat tidak diterima, kecuali yang telah mereka dengar langsung dari Rasulullah SAW.
Usai Al-quran dibukukan, kemudian dilakukan standardisasi di masa khalifah Utsman bin Affan.

Perbedaan dialek (lahjah) kemudian disatukan oleh Utsman agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.

Karena itulah, mushaf yang umum ditemui sekarang dikenal dengan cara penulisan Utsman atau Rasm Utsmani.

Perjalanan panjang sejarah penulisan Al-quran ini makin mengokohkan keotentikan Al-quran. Bukti bahwa Al-quran merupakan kitab suci ilahi ini dijelaskan dalam surah Hud ayat 13:

"Bahkan mereka mengatakan, 'Dia [Muhammad] telah membuat-buat Al-quran itu.' Katakanlah, '[Kalau demikian], datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya [Alqur'an] yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar," (QS. Hud [11]: 13).

Allah SWT menantang jika ada yang berani mengingkari kebenaran Al-quran, maka diminta untuk membuat surah seperti surah Al-quran.

Namun, kendati mushaf Al-quran sudah tersebar di berbagai tempat di belahan dunia, namun tak seorang pun yang bisa membuat semacam Al-quran. Hal ini menandakan bahwa Al-quran benar-benar otentik dan berasal dari Allah SWT.

Baca juga artikel terkait AL-QURAN atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno