Menuju konten utama

Sejarah Hari Penyiaran Nasional-Harsiarnas yang Diperingati 1 April

Sejarah Harsiarnas digelar setiap tanggal 1 April yang tahun 2022 ini bertepatan pada hari Jumat (1/4/2022)

Sejarah Hari Penyiaran Nasional-Harsiarnas yang Diperingati 1 April
Ketua DPR Bambang Soesatyo (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kedua kiri) dan Fadli Zon (ketiga kiri) meninjau ruangan Pusat Penyiaran dan Informasi Parlemen seusai diresmikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/1/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

tirto.id - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) digelar setiap tanggal 1 April yang tahun 2022 ini bertepatan pada hari Jumat (1/4/2022).

Dasar hukum Harsiarnas adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 Maret 2019 lalu dan berlaku sejak tanggal ditetapkan, laman bpk.go.id melansir.

Acara peringatan Hasiarnas tahun 2022 digelar di Kota Bandung mulai 26 Maret – 1 April. Pada peringatan puncaknya yang berlangsung di The House Pasirkaliki, Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan hadir.

Hal tersebut diungkap oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat Adiyana Slamet.

"Puncak acaranya akan dihadiri Presiden, di The House Pasirkaliki. Selain itu juga Ketua KPID se-Indonesia turut hadir," kata Adiyana dalam jumpa pers yang digelar di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (22/3/2022), tulis jabarprov.go.id.

Untuk tema yang dipilih dalam peringatan ke-89 di tahun 2022 ini adalah "Transformasi Penyiaran Era Digital".

Sejarah Peringatan Hasiarnas

Pemilihan tanggal 1 April sebagai Hasiarnas ternyata memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri. Berawal dari dibentuknya radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Solo, Jawa Tengah pada 1 April 1933 atau 89 tahun silam, yang menjadi radio ketimuran pertama tanah air.

Saat itu radio SRV digunakan sebagai media pemersatu bangsa yang ketika itu masih terjajah dan alat komunikasi kepada masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Dalam acara pembentukan SRV yang dilakukan di Gedung Societed Sasana Soeka, hadir tokoh-tokoh seperti Sarsito, RM Soetarto Hardjowahono, Lim Tik Liang, RT Dr Marmohoesodo, Tjan Ing Tjwan, Louwson, Wongsohartono, Tjiong Joe Hok dan Prijohartono.

Mereka merupakan anggota paguyuban seni dan wartawan di Surakarta yang mengumpulkan uang secara gotong royong untuk membeli pemancar radio.

Sementara salah satu tokoh penting di balik berdirinya radio tersebut sekaligus orang yang menambah kekurangan uang untuk pembelian pemancar radio adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara VII.

Karena SRV belum memiliki studio siaran, para penyiar melakukan pekerjaan tersebut di Pendopo Kepatihan istana Mangkunegaran, Solo dengan ijin dari beliau.

Setelah 15 September 1935, SRV mulai membangun studio dengan uang yang dikumpulkan melalui kas dan sumbangan sebesar 800 gulden. Tanah lokasi gedung dihibahkan oleh Mangkunegaran VII untuk lokasi studio SRV sebesar 5.000 meter persegi.

Setelah berkembang, SRV mulai memiliki cabang di kota lain seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta. Studio SRV lalu digunakan untuk siaran RRI Solo setelah kemerdekaan RI.

Baca juga artikel terkait HARI BESAR atau tulisan lainnya dari Cicik Novita

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Cicik Novita
Penulis: Cicik Novita
Editor: Yulaika Ramadhani