Menuju konten utama

Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional Tanggal 5 November

Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang pertama kali diprakarsai oleh Presiden Soeharto.

Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional Tanggal 5 November
Seorang anak melihat bunga Rafflesia Arnoodii diameter 95,2 centi meter yang tumbuh di Jorong Data Simpang Dingin, Nagari Paninjauan, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/pd.

tirto.id - Tanggal 5 November diperingati sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN).

Peringatan ini merupakan salah satu hari peringatan lingkungan hidup yang menjadi agenda tahunan di Indonesia.

Puspa dan satwa sebagai bagian dari keanekaragaman hayati adalah hal penting bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta penjaga keseimbangan ekosistem.

Terlebih lagi Indonesia menjadi salah satu negara megabiodiversity di dunia. Hal ini sangat berkaitan dengan penetapan tahun 2010 sebagai Tahun Internasional Biodiversity yang dideklarasikan PBB.

Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, perlindungan, pelestarian puspa dan satwa nasional, serta untuk mengingatkan betapa pentingnya puspa dan satwa dalam kehidupan kita.

Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional atau HCPSN

Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional pertama kali diprakarsai oleh Presiden Soeharto pada tahun 1993 dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.

Menurut World Wildlife Fund for Nature (WWF), organisasi nirlaba yang bekerja terkait isu kehidupan alam liar dan isu lingkungan lainnya, HCPSN menjadi momen baik untuk membentuk kecintaan masyarakat terhadap puspa dan satwa agar keanekaragaman hayati tetap lestari.

Tujuan ditetapkannya tanggal ini sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional agar masyarakat dapat meningkatkan kepedulian, perlindungan, dan pelestarian puspa dan satwa nasional.

Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional juga memiliki tujuan menumbuhkan dan mengingatkan pentingnya puspa dan satwa dalam kehidupan masyarakat.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, HCPSN bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfatannya secara berkelanjutan untuk kehidupan manusia.

Selain itu, Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional diharapkan dapat menjadi dorongan untuk membangun kesadaran dan kecintaan masyarakat pada flora dan fauna. Momen ini akan terus dikampanyekan kepada masyarakat agar masyarakat dapat ikut serta menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.

Satwa dan Puspa yang Dilindungi dalam KEPPRES No. 4 Tahun 1993

Selain sebagai awal mula dasar dilaksanakannya Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional setiap tanggal 5 November, Keppres No. 4 tahun 1993 yang diterbitkan oleh Presiden Soeharto juga mencakup beberapa pengertian terkait beberapa puspa dan satwa yang dilindungi di Indonesia.

Dikutip dari laman JDIH BPK RI, beberapa keputusan terkait puspa dan satwa yang dilindungi dalam Keppres No. 4 tahun 1993 sebagai berikut:

Pertama, tiga jenis satwa yang masing-masing mewakili satwa darat, air, dan udara, dinyatakan sebagai Satwa Nasional, dan selanjutnya dikukuhkan penyebutannya sebagai berikut:

    • Komodo (Varanus komodoensis), sebagai satwa nasional;
    • Ikan Siluk Merah (Sclerophages formosus), sebagai satwa pesona; dan
    • Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), sebagai satwa langka.
Kedua, tiga jenis bunga dinyatakan sebagai bunga Nasional, dan selanjutnya dikukuhkan penyebutannya sebagai berikut:

    • Melati (Jasminum sambac), sebagai puspa bangsa;
    • Anggrek bulan (Palaenopsis amabilis), sebagai puspa pesona; dan
    • Padma Raksasa (Rafflesia arnoldi), sebagai puspa langka;
Ketiga, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen lainnya yang terkait, menyusun dan melaksanakan langkah-langkah yang dipandang perlu untuk:

    • Mewujudkan kepedulian dan rasa cinta terhadap satwa dan bunga pada umumnya, serta Satwa dan Bunga Nasional pada khususnya, di kalangan segenap lapisan masyarakat;
    • Meningkatkan perlindungan serta upaya pelestarian ekosistem, habitat, populasi ataupun kegiatan penelitian dan pengembangan Satwa dan Bunga Nasional tersebut.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yantina Debora