tirto.id - Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara terbakar dan meledak pada Jumat (3/3/2023) sekitar pukul 20.16 WIB. Insiden ini menyebabkan 19 orang meninggal dunia, 49 orang luka-luka, dan sekitar 1.085 orang menungsi.
Depo Pertamina Plumpang berlokasi dekat dengan permukiman warga, sehingga api menjalar ke daerah sekitar, dan membuat sejumlah rumah warga terbakar habis.
Warga yang terdampak, mengungsi di sejumlah posko pengungsian. Sementara korban luka dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
Peristiwa mengerikan itu terjadi disebabkan oleh terbakarnya pipa bahan bakar minyak (BBM) Depo Pertamina Plumpang. Pada mulanya pipa tersumbat, kemudian memancar, sehingga mengakibatkan uap karbon, dan berujung menimbulkan api penyebab kebakaran.
Menurut keterangan tertulis yang disampaikan Humas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, Mulat Wijayanto, kebakaran mulai terjadi pada pukul 20.11 WIB. Awalnya dua petugas dengan 10 personel dikerahkan ke TKP.
Petugas tiba pada pukul 20.20 WIB. Dua menit kemudian petugas mulai beroperasi. Seperti diwartakan Antara News saat api semakin membesar, akhirnya Dinas Gulkarmat menambah petugas menjadi 225 personel dengan 45 unit kendaraan pemadam kebakaran.
Setelah berjuang selama lebih kurang enam jam, petugas berhasil memadamkan api pada Sabtu (4/3/2023) dini hari sekitar pukul 02.20 WIB.
Fakta dan Sejarah Depo Pertamina Plumpang
Berikut ini adalah sejumlah fakta terkait kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Wilayah sekitar seharusnya menjadi zona air
Presiden Joko Widodo mengatakan lokasi permukiman penduduk di sekitar Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara seharusnya menjadi zona air sebagai mitigasi risiko seperti saat terjadinya kebakaran di area Terminal BBM.
Hal itu disampaikan Jokowi saat mengunjungi lokasi pengungsian korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Minggu (5/3/2023).
"Memang zona ini harusnya zona air. Entah dibuat sungai, entah dibuat aliran, harus melindungi dari objek vital yang kita miliki karena barang-barang di dalamnya barang-barang yang sangat bahaya untuk berdekatan dengan masyarakat, apalagi dengan permukiman penduduk," kata Jokowi.
Depo Pertamina Plumpang menyuplai 20 persen kebutuhan BBM harian
Depo Pertamina Plumpang merupakan Depo strategis yang menyuplai sekitar 20 persen kebutuhan BBM harian di Indonesia.
Kebakaran di Depo Pertamina Plumpang pernah terjadi pada 2009
Kebakaran pada Jumat lalu bukanlah insiden kebakaran pertama. Sebelumnya, kebakaran pernah terjadi pada 18 Januari 2009. Namun pada insiden 14 tahun silam tersebut, kebakaran tidak menyebar hingga permukiman warga.
Kebakaran itu menelan satu orang korban jiwa yang merupakan petugas keamanan Pertamina Depo Plumpang.
Kepanikan dan kehabisan oksigen menyebabkan banyak korban jiwa
Saat kejadian, banyak warga panik dan berusaha menghidari api, namun kepanikan membuat banyak warga berlarian salah arah. Kemudian, oksigen semakin menipis akibat kebakaran membuat banyak orang kehabisan nafas dan meninggal dunia.
Ahok Pernah Minta Relokasi Tanah Merah
Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengatakan lahan yang ditempati warga Kampung Tanah Merah tersebut merupakan aset milik Pertamina.
Wilayah yang didiami warga itu adalah kawasan penyangga atau buffer zone dari sebuah objek vital yang memiliki kerentanan sangat tinggi.
Dia menjelaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur sebenarnya sudah menyiapkan rusun sebagai tempat tinggal baru bagi warga yang bermukim di area tersebut.
Sayangnya, saat itu warga sekitar menolak sehingga tidak pernah tercapai kesepakatan relokasi. Upaya merelokasi warga oleh Pemprov DKI ketika itu mendapat perlawanan keras dari warga pemukiman sekitar TBBM Pertamina tersebut hingga akhirnya dihentikan.
Selain itu, upaya merelokasi warga dari kawasan berbahaya itu akhirnya terhenti ketika Anies Baswedan menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta pada 2017. Dalam upayanya memenangkan suara masyarakat di kawasan itu, menurut Deddy, Anies membuat kontrak politik untuk tidak merelokasi warga.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra