Menuju konten utama

Saling Membunuh Atas Nama Sepakbola

Semakin banyak korban di persepakbolaan Indonesia. Bukan cuma luka-luka atau dampak trauma semata, tidak sedikit anak bangsa yang harus meregang nyawa, dihabisi atas nama fanatisme demi martabat sempit dan dendam kesumat.

Saling Membunuh Atas Nama Sepakbola
Pendukung Persija Jakarta, The Jakmania, menjadi salah satu kelompok suporter klub di Indonesia yang paling sering terlibat bentrok. ANTARA foto/wahyu putro

tirto.id - Sepakbola nasional kembali meminta tumbal. Kali ini korbannya adalah pendukung Persija Jakarta alias anggota The Jakmania bernama Harun Al Rasyid Lestaluhu. Pertikaian antar suporter klub masih saja menjadi salah satu jalan termudah menuju kematian.

Merawat Dendam Kesumat

Saling benci antara The Jakmania dengan pendukung Persib Bandung atau Bobotoh sudah menjadi rahasia umum. Sebagaimana diberitakan, Harun tewas pada 6 November 2016 lalu akibat dikeroyok oleh sejumlah orang berbaju biru yang identik dengan warna khas Persib.

Kali ini, pihak The Jakmania yang kehilangan anggota, Bobotoh pun kena tudingannya. Tapi, kedua kubu sebenarnya sama saja: saling hantam begitu ada kesempatan. Nyawa manusia menjadi sangat murah atas nama fanatisme tanpa dasar selain rangkaian dendam yang terus saja berputar-putar.

Save Our Soccer (SOS) mencatat, kematian Harun menambah daftar panjang suporter klub sepakbola Indonesia yang harus kehilangan nyawa Pria berusia 30 tahun itu adalah korban tewas ke-53 sejak 1995.

Hingga November 2016 ini saja, sudah ada 6 suporter bola yang meninggal dunia. Ada yang tewas lantaran perseteruan suporter beda klub, tapi ada pula yang justru menjadi korban pertikaian antar-pendukung klub yang sama, juga tidak sedikit karena kecelakaan.

Hukum rimba tampaknya masih berlaku bagi sebagian orang Indonesia yang katanya beradab, termasuk di kalangan suporter sepakbola. Nyawa dibalas nyawa, begitu prinsipnya, dengan membuang jauh-jauh rasa kemanusiaan dan mendadak terserang amnesia bahwa yang dihabisi dengan keji itu masih saudara sebangsa.

Demikian pula yang terjadi pada Harun. Apabila mau jujur, dan jika benar bahwa pelaku pengeroyokan tersebut adalah oknum Bobotoh, insiden tersebut merupakan ajang pembalasan dendam dari kejadian serupa sebelumnya.

Belum sampai sebulan lalu, tepatnya 24 Oktober 2016, seorang Bobotoh bernama Muhammad Rovi Arrahman alias Omen tewas mengenaskan. Remaja 17 tahun ini dikeroyok oleh sekelompok orang yang diduga pendukung Persija dalam perjalanan ke Bekasi untuk menyaksikan laga Persib Bandung melawan Persegres Gresik United.

Peristiwa tewasnya Omen, kemudian Harun, merupakan rangkaian dari insiden serupa yang terjadi sebelumnya dan masih terkait dengan permusuhan abadi antara The Jakmania dengan Bobotoh. Dari 6 kasus suporter tewas sepanjang tahun 2016 ini, 4 kejadian di antaranya terkait dengan pendukung Persija dan Persib.

Infografik Tewas Dalam Bentrok Antar Suporter Sepakbola

Tradisi Saling Membenci

Tak hanya The Jakmania dengan Bobotoh, masih banyak pertikaian berbalut dendam antar kelompok suporter lainnya di negeri ini, sebutlah pendukung Arema (Aremania) dan Persebaya Surabaya (Bonek), PSIM Yogyakarta dan Persis Solo, PSIS Semarang dan Persijap Jepara, serta masih banyak lagi.

Permusuhan antar suporter juga kerap melibatkan pendukung dua klub dalam satu daerah. Yang paling mencolok dan kerap terlibat bentrok adalah antara pendukung dua klub Tangerang yakni Persita dan Persikota, juga dua klub asal Daerah Istimewa Yogyakarta yakni PSIM Kota Yogyakarta dan PSS Sleman.

Bentrokan antara pendukung Persita melawan Persikota yang menelan korban nyawa terakhir kali terjadi pada 19 April 2011 silam. Saat itu, dua anggota Viola, wadah suporter Persita, meninggal dunia karena dihajar berama-ramai oleh orang-orang yang diduga kuat sebagai suporter Persikota.

Perseteruan dua pendukung klub asal Yogyakarta lebih ngeri lagi dan cukup sering terjadi. Yang paling baru adalah pada 22 Mei 2016 lalu di mana seorang suporter PSS Sleman bernama Stanislaus Gandhang Deswara tewas dengan luka bacok di kepala dan tusukan di badan.

Yang lebih miris dan terkadang membuat orang normal tak habis pikir, tidak sedikit pula bentrokan yang justru terjadi di kalangan pendukung klub yang sama. Contoh paling nyata adalah konflik sesama suporter PSIM Yogyakarta (Brajamusti dan Maiden), juga sesama pendukung PSIS Semarang (SNEX dan Panser Biru).

Menjadi suporter dari klub yang sama ternyata bukan jaminan bahwa tidak ada rasa saling benci yang sudah terlanjur dipupuk menjadi semacam tradisi. Korban nyawanya pun sudah ada.

Insiden antara Brajamusti kontra Maiden pada 12 Maret 2012 silam menyebabkan satu orang tewas. Sebelumnya, 14 Januari 2012, seorang anggota SNEX juga harus kehilangan nyawa setelah ditusuk oleh oknum anggota Panser Biru yang sama-sama mendukung PSIS Semarang.

Upaya Rekonsiliasi Tanpa Solusi

Berbagai upaya perdamaian telah diupayakan bahkan dengan melibatkan pihak-pihak yang berwenang. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bersama Manajer Persib Umuh Muchtar, misalnya, bahkan beberapa kali datang ke Jakarta dan bertemu langsung dengan para petinggi The Jakmania demi upaya rekonsiliasi.

Usaha serupa juga sering dilakukan di Yogyakarta dengan menghadirkan para petinggi dan tokoh-tokoh berpengaruh dari kelompok suporter pendukung tiga klub profesional yang ada daerah tersebut, yakni PSIM Yogyakarta, PSS Sleman, dan Persiba Bantul.

Namun, fakta di lapangan ternyata jauh panggang dari api. Masih banyak bentrokan yang terjadi. Upaya perdamaian hanya omong kosong belaka jika pelampiasan dendam justru dijadikan sebagai ajang kebanggaan.

Usaha rekonsiliasi seperti apapun tetap saja nir solusi apabila masing-masing pihak tidak bersadar diri dan pura-pura lupa bahwa mereka adalah saudara setanah-air. Sepakbola seharusnya menjadi pemersatu, bukan justru dijadikan sebagai ajang untuk berseteru hanya demi gengsi dan harga diri yang ternyata semu.

Baca juga artikel terkait SUPORTER atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS