tirto.id - Mantan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada Bangka Belitung pada 2007, Eko Cahyono, saat dihadirkan sebagai saksi menilai Ahok tidak mungkin melakukan tindakan diskriminatif apalagi menista agama Islam.
Eko Cahyono dihadirkan sebagai saksi pertama dari pihak tim penasihat hukum Ahok di sidang kasus penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3/2017).
“Tidak ada sedikit pun dalam ingatan saya, Pak Basuki itu memusuhi umat Islam. Karena ia pun dari kecil sudah lahir dari lingkungan yang 90% Islam. Tidak ada Pak Basuki itu menjelek-jelekan Islam. Pak Basuki itu apa adanya. Jadi saya tidak percaya Pak Basuki menjelekkan Islam, saya sendiri juga begitu, saya Islam. Saya juga tak terima Pak Basuki kalau memang menista agama Islam. Jadi saya tidak percaya Pak Basuki menista agama islam,” jelas Eko.
Waktu mendengar pidato Ahok di Kepulauan Seribu, Eko berpendapat bahwa sebagian besar masyarakat sebenarnya tidak merasa tersinggung. Ia pun menilai bahwa ucapan Ahok di Kepulauan Seribu hanya menjadi kesalahpahaman masyarakat yang menonton videonya.
“Sebenarnya pak Basuki mengajak masyarakat untuk meningkatkan program kesejahteraan masyarakat. Dikasih bibit, pelihara ikan, tapi mungkin karena dalam waktu-waktu dekat kampanye, ya mungkin dinilainya kalau udah terima (bantuan) gak pilih Pak Basuki ‘kan ga enak,” kata Eko.
Selain itu, Eko juga memaparkan bahwa keluarga Ahok di Belitung Timur memang sudah dikenal oleh warga sekitar sampai sekarang. Justru bagi Eko, Ahok sangat menghargai agama Islam daripada orang lain.
“Tindakannya selama ini ‘kan baik. Membantu membangun masjid dan memberangkatkan orang miskin umroh. Itu yang paling berkesan bagi saya. Ya begitu saya tahu, ini saya rasa biasa saja, ceplas-ceplos, agama mana saja disikat sama pak Ahok kalau salah,” katanya.
Eko memaparkan bahwa dirinya adalah seorang yang nasionalis. Sebagai seseorang yang sangat membenci sistem diskriminatif, ia bercerita tentang kedatangan Gus Dur ke Belitung Timur yang juga memperbolehkan umat Islam untuk memimpin pemimpin nonmuslim.
“Saya pernah membaca (Al-Maidah 51), tapi saya bertanya kepada teman-teman yang mengerti agama, itu memang dilarang memilih pemimpin yang kafir itu dalam memilih pemimpin agama. Itu saya tanya kepada Gus Dur juga ,bukan dalam memilih pemimpin pemerintahan,” imbuhnya. “Dalam pemerintahan, umat non-muslim boleh menjadi pemimpin.”
Dalam persidangan, Humphrey Djemat selaku ketua tim penasihat hukum Ahok menanyakan apakah ada indikasi dari Ahok melakukan tindakan kebencian terhadap umat Islam setelah kekalahannya di Belitung Timur.
“Pada waktu Ahok ingin menjadi Bupati atau katakanlah setelah gagal menjadi Gubernur karena tidak terpilih, apakah ada yang saudara ketahui saudara Basuki menunjukkan rasa kecewanya atau permusuhannya kepada tokoh-tokoh agama islam atau ulama di Bangka Belitung?”, tanya Humphrey.
Menanggapi hal ini, Eko hanya berkomentar singkat. “Tidak ada,” jawabnya.
“Saya yakin Pak Basuki tidak menista agama, karena saya lama kenal dengan beliau,” tegas Eko di akhir persidangan.
Ahok juga membenarkan pernyataan Gus Dur yang diceritakan kembali oleh Eko pada saat keterangannya. Ahok mengaku bahwa ia menemani almarhum Gus Dur sejak dari awal kedatangannya.
“Saya cuma mau sampaikan bahwa saya yang berangkat bersama Gus Dur, Hidayat Nur Wahid, satu mobil, makan, dan sampai kembali ke Jakarta, terbang lagi ke Bangka, saya selalu bersama Gus Dur,” katanya.
“Jadi keterangannya (Eko) benar ya?” balas hakim ketua Dwiaraso Budi Santiarso.
“Benar,” Ahok menimpali.
Sidang pemeriksaan saksi dari pihak tim penasihat hukum Ahok masih akan menghadirkan dua saksi lagi, yakni Bambang Waluyo Djojohadikusumo selaku politisi dari Partai Golkar dan Andi Analta Amier yang merupakan kakak angkat Ahok.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri